26 Desa Rawan Erupsi Seulawah
Data yang pernah dikeluarkan Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan, sebanyak 26 desa yang tersebar
JANTHO - Data yang pernah dikeluarkan Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan, sebanyak 26 desa yang tersebar dalam dua kecamatan dan empat kemukiman di Kabupaten Aceh Besar masuk kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Api Seulawah Agam.
Data desa KRB Seulawah Agam diperoleh Serambi dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) ketika berlangsung simulasi (drill) Gunung Api Seulawah Agam pada 24 Desember 2011. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Besar, Muhammad Hatta membenarkan ada 26 desa di sekitar Gunung Seulawah Agam masuk kawasan rawan bencana. “Kami sudah pernah melakukan simulasi bencana gunung api pada akhir tahun lalu. Namun kita berharap dijauhkan dari bencana,” kata Hatta ketika dihubungi Serambi tadi malam.
Menurut Hatta, pihak BPBD Aceh Besar sudah mensosialisasikan warning yang dikeluarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang meningkatnya status Gunung Api Seulawah Agam dari normal menjadi waspada.
“BPBD sudah berkoordinasi dengan camat, kapolsek, danramil dari masing-masing kecamatan (Lembah Seulawah dan Seulimuem, red) untuk menenangkan masyarakat. Masyarakat tak perlu panik karena status Seulawah Agam masih pada tingkatan waspada akibat terjadinya sedikit perubahan yang diakibatkan aktivitas magma. Kita serukan masyarakat tidak panik meski tetap waspada,” kata Hatta.
Berdasarkan data PVMBG, KRB Gunung Api dikategorikan tiga tingkatan, yaitu KRB I, KRB II, dan KRB III. KRB I adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava pijar (guguran/lontaran material pijar), gas beracun, merupakan lahan kosong tidak berpenduduk terdiri atas hutan dan kebun penduduk dalam radius dua kilometer.
KRB II untuk Gunung Seulawah Agam adalah bila awan panas dan aliran lava terjadi, diperkirakan akan masuk ke lembah hulu sungai Alue Glang, Alue Bieung, Alue Uteun Pineung, Alue Bubur, Alue Blangbia, Krueng Ateuh, Krueng Keumeuroe, Krueng Taleu, Krueng Leungah, dan Krueng Babah Meugeundrang.
Radius KRB II adalah lima kilometer. Kawasan yang berpotensi terlanda adalah Desa Pulo, Lamteuba Droi di lereng barat laut ke arah selatan diperkirakan sebarannya menuju sebelah utara Desa Teladan. Desa yang berpotensi terkena hujan abu adalah Desa Pulo, Lamteuba Droi, Krueng Lingka di lereng barat laut, dan Desa Sukamakmur di lereng timur, semuanya berpusat pada Kawah Heutz. Sementara untuk pusat erupsi Kawah Simpago tidak terdapat pemukiman penduduk.
Sedangkan untuk KRB III adalah kawasan yang rawan terhadap lahar/banjir Kawah Simpago meliputi Krueng Ateuh, Alue Glang, Alue Bieng, Alue Uteun Pineung, Alue Bubur dan Alue Blangbia. Kawah Heuzt meliputi Krueng Keumeuroe, Kreung Talue, Krueng Lampanah, Kreung Leungah, dan Krueng Babah Meugeundrang. Semua dalam radius 8 kilometer. Desa yang berpotensi dilanda hujan abu pada jarak delapan kilometer dari Kawah Heutz adalah Pulo, Lampanteu, Lambada, Lamteuba Droi, dan Krueng Lingka di lereng barat laut. Saree Aceh, Suka Mulya, Suka Damai, Suka Makmur di lereng timur. Sedangkan yang berpotensi dilanda hujan abu pada jarak delapan kilometer dari Kawah Simpago adalah Desa Teladan, Kampung Madat Lembaro Tunong, Alue Rindang, Iboih Tunong, Iboih, Ayun, dan Bayu di lereng barat daya.
Seperti diberitakan, dalam situs resminya edisi Jumat 4 Januari 2013, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM menjelaskan, penetapan status waspada Gunung Seulawah Agam di Aceh Besar karena terjadinya peningkatan kegempaan vulkanik dalam (VA) dan vulkanik dangkal (VB) terhitung sejak 27 Desember 2012. Berdasarkan pengamatan kegempaan dan visual kawah serta analisis data, maka status kegiatan Gunung Seulawah Agam terhitung 3 Januari 2013 pukul 19.00 WIB dinaikkan statusnya dari normal (level I) menjadi ‘waspada’ (level II).
Kadistamben Aceh, Ir Said Ikhsan MSi didampingi Kabid Geologi Sumberdaya Mineral, Ir Akmal Husin dan Kasie Geologi, T Mukhlis ST MT kepada Serambi, Jumat (4/1) sore usai meninjau Pusat Pemantau Gunung Berapi di Desa Lambaro Tunong membenarkan terjadinya peningkatan aktivitas magma (lahar panas) Gunung Api Seulawah Agam dalam beberapa bulan terakhir.
“Masyarakat di sekitar Gunung Api Seulawah Agam tidak perlu resah dan ketakutan dengan penetapan status waspada oleh Badan Geologi Bandung. Kenaikan aktivitas ledakan lahar panas Gunung Api Seulawah Agam masih berada jauh di dalam dapur magmanya dan belum mencapai cerobong gunung apinya,” kata Said Ikhsan.(nas/sar)
Distamben: Data Status Seulawah Agam Akurat
BANDA ACEH - Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Aceh menyatakan data yang dilansir Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait meningkatnya status Gunung Api Seulawah Agam dari ‘normal’ menjadi ‘waspada’ merupakan data akurat.
Kepala Seksi Geologi Distamben Aceh, Mukhlis ST MT mengatakan alat pencatatan gempa dapat membedakan dengan jelas mana getaran yang disebabkan karena proses pergerakan (getaran) alamiah kawah dan mana getaran yang disebabkan aktivitas manusia (noise), semisal getaran truk yang tertangkap alat pencatat gempa (seismograf) yang ditempatkan di lokasi.
“Saya pastikan itu data akurat. Sangat dapat dibedakan, mana getaran alamiah yang disebabkan pergerakan kawah dengan getaran yang diakibatkan aktivitas manusia seperti getaran truk lewat,” ujar Mukhlis.
Menurutnya, getaran akibat aktivitas manusia (noise) juga dapat dideteksi secara detil di alat perekam (pencatat) gelombang gempa bumi dengan media kertas (sistem analog). Namun, katanya, secara umum pencatatan gempa dilakukan dalam lima kategori. Yaitu Gempa Vulkanik A (Vulkanik Dalam), Gempa Vulkanik B (Vulkanik Dangkal), Tektonik Jauh, Tektonik Lokal. Satu lainnya adalah Noise, yakni getaran yang dihasilkan karena aktivitas manusia seperti kendaran yang melintas di sekitar lokasi alat seismograf.
Muhklis menjelaskan untuk memantau pergerakan kawah Gunung Api Seulawah Agam, petugas menempatkan satu alat seismograf di lokasi. Tapi, katanya, idealnya alat yang dibutuhkan adalah dua unit. Namun hanya tersedia satu unit. Sehingga seismograf tersebut ditempatkan di antara dua kawah Gunung Api Seulawah Agam. Yaitu di titik 1,7 kilometer dari posisi Kawah Simpago dan 5 kilometer dari posisi Kawah Hezt.
Alat seismograf ini ditempatkan di permukaan antara kedua kawah dan secara real time selalu mengirim data ke receiver di Pos Pengamatan Gunung Api Seulawah Agam. Pos Pengamatan Gunung Api Seulawah Agam berlokasi di Desa Lambaro Tunong, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar, sekitar satu kilometer dari Ponpes Gontor 10.
“Di Pos Pengamatan sudah ada dua petugas yang selalu berjaga dan menerima data-data yang dikirimkan dari lokasi kawah,” ujarnya.
Kepala Stasiun Geofisika Mata Ie, Aceh Besar, Syahnan mengatakan getaran gempa vulkanik yang disebabkan pergerakan kawah Gunung Api Seulawah Agam tidak dapat terdeteksi di pusat pengamatan gempa di Mata Ie. Hal ini disebabkan karena jarak (radius) Mata Ie dengan lokasi Gunung Api Seulawah Agam terpaut puluhan kilometer. Terlebih, katanya, getaran yang dihasilkan karena pergerakan kawah gunung hanya terjadi di permukaan kawah. Sehingga hanya dapat terdeteksi di sekitar kawasan kawah.
Menurut Syahnan, alat seismograf yang ditempatkan di Mata Ie lebih difokuskan pada rekaman getaran gempa tektonik (gempa di dasar laut), bukan gempa vulkanik (gempat akibat meletus gunung api).
“Kalau kita lebih fokus merekam getaran gempa tektonik. Tapi kalau gunung berapi hanya bisa direkam di kawasan dekat dengan gunung, karena getarannya terjadi di permukaan kawah atau tempat keluarnya magma,” ujar Sahnan.
Syahnan sependapat dengan Kepala Seksi Geologi Distamben Aceh, Mukhlis tentang mana getaran yang disebabkan karena proses pergerakan alamiah kawah dan mana getaran yang disebabkan aktivitas manusia. “Petugas sudah dilatih (dididik) untuk itu,” kata Syahnan.
Di Stasiun Geofisika Mata Ie, menurut Syahnan juga sering terekam getaran akibat aktivitas manusia seperti saat latihan militer (misalnya ledakan dinamit). “Alat tetap membaca (merekam) getaran itu, tetapi petugas mengerti bahwa itu bukan getaran akibat aktivitas alam (gempa tektonik),” ujar Syahnan.
Baik Mukhlis maupun Syahnan dimintai tanggapan mereka karena di kalangan masyarakat sempat berkembang keraguan mengenai warning yang dikeluarkan PVMBG tentang meningkatnya status Seulawah Agam. Sempat berkembang isu yang menyebutkan alat yang digunakan untuk pencatat aktivitas Gunung Berapi Seulawah Agam telah mencatat getaran yang diakibatkan aktivitas manusia seperti lalu lintas truk di jalan. “Kalau benar terjadi getaran (gempa) akibat aktivitas alam, harusnya di Stasiun Geofisika Mata Ie juga terdeteksi. Tetapi di Stasiun Geofisika Mata Ie tidak terekam,” kata seorang warga mengutip sumber di Stasiun Geofisika Mata Ie.(sar/nas)
Kami Butuh Pendampingan
AKTIVITAS warga kami setelah tersiarnya pengumuman tentang meningkatnya status Gunung Seulawah Agam dari normal ke waspada, warga kami relatif tenang. Mereka tetap bekerja seperti biasa meski kewaspadaan meningkat.
Khusus di Kemukiman Lamteuba, ada delapan desa yang masuk kawasan rawan bencana Gunung Api Seulawah Agam. Dalam kondisi seperti sekarang, kami sangat berharap adanya pendampingan dari pemerintah maupun relawan. Kami menginginkan adanya akses informasi cepat, seperti dengan kehadiran relawan komunikasi RAPI yang menggunakan alat komunikasi alternatif guna mengantisipasi putusnya komunikasi telepon (HP) ketika listrik padam. Posko-posko relawan untuk pendampingan sangat diharapkan oleh masyarakat.
Terkait peningkatan status Gunung Api Seulawah, kami sudah menyerukan kepada masyarakat agar tetap tenang. Sebelumnya kami sudah pernah melakukan simulasi (drill) Gunung Api Seulawah yang juga melibatkan salah satu unsur yaitu tim komunikasi RAPI. Waktu itu kami sudah menentukan jalur evakuasi dan lokasi aman. Namun pascabanjir dua hari lalu, hampir semua akses jalan untuk evakuasi putus hingga harus ada skenario baru menghadapi bencana. Sekarang kami seperti terkurung.
* M Sulaiman, Keuchik Gampong Blang Tingkeum, Kecamatan Seulimuem, Aceh Besar.(mir)