KAI

Adab Buang Air

Akhir-akhir ini, tidak sering lagi kita dengar ataupun baca mengenai adab-adab dalam agama kita, termasuk adab buang air besar ataupun kecil

Editor: bakri

Pertanyaan:
Ustadz Pengsuh yang mulia
Assalamu’alaikum wr wb.

Akhir-akhir ini, tidak sering lagi kita dengar ataupun baca mengenai adab-adab dalam agama kita, termasuk adab buang air besar ataupun kecil. Tolong ustadz jelaskan hukum menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang air berserta dalilnya. Mohon diuraikan juga tentang perbedaan pendapat di antara ulama dalam masalah ini dan mana yang benar (rajih)?

Atas jawabannya, terlebih dulu saya ucapkan banyak terima kasih.

Ismail Hasan
Krueng Geukueh Lhokseumawe.

Jawaban:
Sdr Ismail Hasan, yth.

Wassalamu’alaikum wr wb.
Saudara, pengasuh tidak yakin, sekarang ini kita tidak lagi sering mendengar atau membaca tentang adab-adab dalam Islam. Tapi mungkin saja saudara yang tidak mendengarnya. Banyak memang adab yang semestinya kita ketahui dan amalkan.

Agama kita adalah agama penuh dengan adab atau akhlak yang mulia, sehingga Rasulullah saw sendiri bersabda dalam hadis sahih: “Sesungguhnya aku dibangkitkan adalah utuk menyempurnakan akhlak manusia.” Karena itu semua masalah dalam agama ini ada adabnya. Berpakaian ada adabnya, tidur ada adabnya, shalat ada adabnya, puasa ada adabnya, demikianlah seterusnya. Itu semua tentuya di samping rukun dan syarat.

Di antara adab buang air besar ataupun kecil adalah tidak menghadap atau membelakangi kiblat, sesuai sabda Rasulullah saw: “Apabila salah seorang di antara kalian duduk untuk buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya” (HR. Muslim dan Imam Ahmad).    

Begitu pula Rasulullah bersabda: “Apabila kalian datang ke tempat buang hajat, maka janganlah kalian menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat besar atau kecil, tetapi menghadaplah ke Timur atau ke Barat.”

Abu Ayyub berkomentar: “Ketika kami sampai di Syam, lalu kami mendapatkan WC-WC di sana dibangun dengan posisi menghadap Kakbah, maka kami pun menyerongkan posisi duduk dan kami pun beristighfar (mohon ampun) kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadis yang lain Muslim juga meriwayatkan Abu Ayyub berkata: “Rasulullah saw sungguh-sungguh telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang hajat besar dan kecil.”

Atas dasar itu ulama berpendapat bahwa dalam duduk membuang air besar atau kecil kita dilarang menghadap atau membelakangi Kakbah (kiblat), baik di tempat terbuka ataupun buang hajat kita itu didalam bangunan seperti WC sekarang ini. Tetapi ulama lain, termasuk jumhur ulama berpendaat bahwa yang demikian itu kalau kita buang air di tempat terbuka (khala’), bukan di dalam bangunan khusus untuk itu seperti WC. Kalau dalam bangunan WC tidak terlarang, meskipun menghindari adalah lebih baik.

Pendapat kedua ini juga ada dalilnya, antara lain, Ibnu meriwayatkan, beliau berkata: “Pada suatu hari aku naik ke atas rumah Hafshah lalu terlihat olehku Rasulullah saw sedang buang hajat dengan menghadap ke Syam dan membelakangi Kakbah.” (HR. Bukhari, Muslim dll). Jabir bin Abdullah juga meriwayatkan hadis dengan mengatakan: “Rasulullah saw telah melarang kencing menghadap kiblat, akan tetapi setahun sebelum beliau wafat aku melihat beliau kencing menghadap kiblat.” (HR. Bukhari, Muslim, dll.)

Di depan Rasulullah saw Aisyah ra juga pernah berkata: “Ada sebagian orang (sahabat) tidak suka menghadapkan ke kiblat waktu buang air.” Mendengar demikian, Rasulullah bersabda: “Atau benar-benar mereka telah melakukan demikian. Kalau benar ubahlah tempat dudukku (di WC) agar menghadap ke kiblat, untuk mereka ketahui, sehingga dalam bangunan WC mereka tidak mesti melakukan demikian.” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).

Demikian juga Marwan Al-Ashfar, berkata: “Aku melihat Ibnu Umar ra menderumkan (mendudukkan) untanya menghadap kiblat, lalu beliau kencing sedang beliau juga menghadap kiblat.” Maka, aku bertanya: “Wahai Abu Abdurrahman, bukankah Rasulullah saw telah melarang hal itu?” Beliau menjawab: “Memang betul, tetapi beliau melarang hal itu (dilakukan) di tanah yang lapang. Kalau di antara kamu dan kiblat itu ada sesuatu yang menghalangi atau menutupi, maka itu tidak mengapa dilakukan.” (HR. Abu Daud).

Adapun pendapat yang rajih (lebih kuat) menurut pengasuh adalah adalah mengamalkan semua hadits tersebut di atas, dengan mengkhususkan hadis larangan penuh itu bagi buang air di lapangan terbuka, haram hukumnya menghadap atau membelakangi kiblat. Sementara, hadis-hadis yang membenarkannya digunakan khusus bagi buang air di tempat tertutup atau terhalang dari kiblat. Ini karena tidak mungkin ada atau terjadi pertentangan antara perkataan Rasulullah saw dengan perbuatannya. Dan pendapat inilah yang dikuatkan Imam Ar-Rafi’ie dalam kitabnya Asy-Syarhul Kabiir, jilid 1, halaman 456.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved