Otonomi Daerah, Solusi atau Problem?

BANYAK kalangan menilai Pemerintah Pusat belum sepenuh hati memenuhi hak-hak Aceh yang telah diberlakukan sebagai daerah otonomi khusus..

Editor: Jalimin

YARA lanjut Safaruddin, akan menggugat Pemerintah Pusat, Sebab YARA punya legal standing (kedudukan hukum) untuk menggugat. “Gugatan ini adalah untuk memperjuangkan hak-hak kekhusuan Aceh, yang memang harus diberikan pemerintah secara ikhlas dan sepenuh hati tanpa harus direbut. Sebab jika tidak,  kekhususan Aceh tidak ada artinya,”pungkas Safar

Bentuk Tim Terpadu

Akademisi Universitas Malikussaleh Dr Muklir kepada Serambinews,com menyebutkan Pemerintah Aceh harus segera membentuk tim terpadu untuk memperjuangkan hak-hak kekhususan Aceh. PP tersebut sangat berpotensi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat Aceh. Sebab untuk mengeksekusi amanah undang-undang perlu peratusan yang mengatur secara mendetail kewenangan pemerintah.

Bagaimana seharusnya pemerintah Aceh sebagai daerah otonomi khusus? Muklir menyebutkan Pemerintah Aceh memiliki kewenangan untuk mengatur suku bunga bank di luar ketentuan Bank Indonesia. Pemerintah Aceh bisa mengembangkan Pelabuhan Sabang untuk eskpor hasil pertanian dan perkebunan.

“Pelabuhan Sabang sampai sekarang belum bisa difungsikan sebagai pelabuhan bebas untuk mengekspor hasil dari Aceh ke luar daerah karena belum diterbitkan PP, padahal pembahasan PP itu sudah cukup lama,” ujar Muklir.

Tugas lain tim terpadu adalah, mengajukan Judicial Review, terhadap pasal-pasal yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, dan tidak sesuai keinginan masyarakat Aceh.

Pemerintah Aceh perlu melakukan terobosan baru, tidak hanya saja melobi, tapi juga membentuk tim terpadu untuk memperjuang haknya secara terus menerus. Sebab jika tidak, proses penerbitan PP itu akan lama lagi memakan waktu. Tanpa adanya tim terpadu, dikhawatirkan PP tersebut tidak akan diterbitkan.

PP Urgen

Wakil Pemantau otsus Aceh-Papua Marzuki Daud menyebutkan, pihaknya  sudah berulang kali mendesak pemerintah pusat  untuk segera mengesahkan tiga Rncangan Peratusan Pemerintah (RPP), sehingga Aceh bisa merealisasikan tugasnya sesuai ketentuan undang-undang. "Ketiga RPP ini penting untuk menciptakan keleluasaan bagi Aceh dalam menjalankan Otsus,” tegasnya.

Marzuki mengatakan, Aceh juga harus ikut serta dalam pengelolaan migas lepas pantai sampai 200 mil laut. “Sudah ada beberapa kali pertemuan dengan pemerintah, tapi masih deadlock,” katanya. Menurutnya, desakan segera diterbitkan ketiga RPP jadi PP tersebut tidak berlebihan, sebab saat ini kesejahteraan masyarakat rendah, dan kawasan miskin di Aceh capai 20 kabupaten.

Sementara itu Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah telah berulangkali meminta Presiden SBY agar segera menuntaskan pembahasan dan menerbitkan tiga PP yang merupakan turunan dari UUPA. Baru-baru ini usai rapat di Meuligoe Aceh, Gubernur Aceh kepada sejumlah wartawan juga menyebutkan tiga PP tersebut penting segera diterbitkan.

“Kalau mengacu pada amanah isi UUPA, paling lambat sudah diselesaikan Pemerintah Pusat tahun 2008 lalu,” kata gubernur. Tanpa adanya PP Pertanahan, Pemerintah Aceh merasa sangat kesulitan menata kembali izin Hak Guna Usaha (HGU).

Karena izin perkebunan berskala besar, harus mendapat izin lebih dahulu dari Menteri Kehutanan dan Dirjen Perkebunan, begitu halnya dengan pengelolaan pelabuhan laut, dan pengoperasian pelabuhan laut di Aceh menjadi terbatas.(*)

* Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba nasional karya jurnalistik dengan tentang otonomi daerah yang diselenggarakan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) 2013

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved