Pilkada Pidie Jaya
Pilkada Pijay Terancam Cacat Hukum
Warga Pidie Pidie Jaya mendesak Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Aceh
* Belum Ada Pengawas Pemilihan
MEUREUDU - Warga Pidie Pidie Jaya mendesak Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Aceh untuk segera membentuk Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kabupaten setempat. Keberadaan Panwaslu di Pidie Jaya sangat mendesak, karena juga akan mengawasi pelaksanaan pemilihan calon kepala daerah yang kini sudah hampir memasuki tahap kampanye.
“Kebutuhan panwaslu sebagai pengadil atau wasit dalam pelaksanaan pilkada merupakan kebutuhan mutlak, agar pesta demokrasi yang bakal segera berlangsung tidak cacat hukum,” sebut Koordinator Aliansi Mahasiswa Peduli Pidie Jaya (AMP2J), Zikrillah kepada Serambi, Senin (2/9).
Menurutnya, ketiadaan panwaslu akan membuat legalitas pilkada lemah dan terancam berakhir dengan kekacauan. Apalagi, dalam beberapa hari terakhir suhu politik dan persaingan antar tim sukses kandidat mulai mengemuka.
Seperti pada, Senin (2/9) pukul 02.00 WIB, terjadi perobekan dan penurunan sejumlah spanduk salah satu kandidat di Gampong Kumba, Kecamatan Bandar Dua, Pidie Jaya. Insiden ini disebut-sebut melibatkan 40 orang yang belum diketahui identitasnya.
Pihak kandidat yang melaporkan insiden tersebut ke aparat kepolisian, terpaksa pulang tanpa hasil. Pasalnya, polisi tak dapat menindaklanjuti laporan ini, karena masuk dalam kategori sengketa pilkada yang merupakan ranahnya panwaslu. Sementara hingga kemarin, Panwaslu Pidie Jaya yang telah ditetapkan oleh DPRK Setempat pada, 24 Juli 2013 lalu, belum di-SK-kan dari Bawaslu RI.
Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Kabupaten (DPRK) Pidie Jaya, Razali SPd kepada Serambi mengatakan, pihaknya telah merekrut dan menetapkan lima anggota Panwaslu pada 24 Juli lalu. Mereka adalah M Yusuf SPd, Iskandar SSos, Iswar SP, Nasriadi SE, dan Ir Hamdan Hasballah. Namun, sampai kini belum dapat dilantik dikarenakan terjadi dualisme aturan.
“Di satu sisi UU Pemerintah Aceh (UUPA) menghendaki lima orang dan di lain sisi UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pemilu, menghendaki tiga orang. Lima nama yang kita rekrut berdasarkan UUPA telah kita kirim ke Bawaslu Pusat,” jelasnya.
Terkait persoalan ini, Razali mengatakan pihaknya telah berkoordinasi ke DPRA dan dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Rencananya, pada Kamis (5/9) sudah jawaban, dan selanjutnya Jumat (6/9) pihak Komisi A akan menggelar rapat di DPRA untuk duduk secara bersama membahas kebijakan terhadap pelantikan. “Intinya kami tak menginginkan pelaksanaan Pilkada Pidie Jaya cacat hukum karena ketiadaan Panwaslu,” ujarnya.(c43)