KAI

Larangan Mencukur Rambut bagi Orang yang Berkurban

Kami pernah mendengar ada hadis yang menjelaskan bahwa siapa yang ingin berkurban atau keluarga yang diniatkan

Editor: bakri

Diasuh Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA.

Pertanyaan:
Assalamualaikum wr wb.
Ustadz yang mulia!

Kami pernah mendengar ada hadis yang menjelaskan bahwa siapa yang ingin berkurban atau keluarga yang diniatkan pahala kurban untuknya, tidak boleh mencukur bulu, rambut dan memotong kuku sampai ia berkurban.

Apakah larangan ini umum untuk seluruh anggota keluarga yang diniatkan dalam pahala kurban, baik dewasa atau anak-anak? Ataukah larangan ini berlaku untuk yang sudah dewasa saja, tidak termasuk anak-anak? Dan apa pula syarat binatang yang dapat dijadikan binatang kurban.

Kemudian, mohon dijelaskan juga keutamaan sehingga kita disunatkan shalat tahiyyat kalau masuk ke dalam mesjid. Atas jawabannya kami ucapkan banyak terima kasih.

Mustafa Basyah
Aceh Tenggara.

Jawaban:
Yth Mustafa Basyah,

Waalaikumussalam wr wb.
Pengasuh belum menemukan hadis yang persis seperti yang dikemukakan di atas. Yang penulis temukan hanyalah hadis riwayat Jamaah, kecuali Bukhari dari Ummu Salamah ra, Nabi saw bersabda: “Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzulhijjah (maksudnya telah memasuki satu Dzulhijjah, dan kalian ingin berkurban, maka hendaklah orang yang berkurban membiarkan (tidak memotong) rambut dan kuku.”

Beliau juga bersabda dalam hadis lain: “Siapa saja yang ingin berqurban, apabila telah memasuki awal Dzulhijjah, maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sampai ia berkurban.”

Kedua hadis ini menunjukkan larangan memotong rambut dan kuku bagi orang yang ingin berkurban setelah mulai dari masuknya awal bulan Dzulhijjah, jika orang ingin berkurban. Hadis pertama menunjukkan perintah untuk tidak memotong rambut dan kuku. Sedangkan riwayat kedua adalah larangan memotong rambut dan kuku. Larangan di sini menunjukkan kepada terlarangnya memotong rambut dan kuku.

Jelas pula, hadis ini khusus bagi orang yang ingin berkurban. Tidak termasuk anggota keluarga yang diikutkan dalam pahala kurban, baik sudah dewasa atau belum, maka mereka tidak terlarang memotong rambut dan kuku.

Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya, kita menemukan para ulama bervariasi pendapat dalam menganalisisnya; Sa’id bin Al Musayyab, Rabi’ah, Imam Ahmad, Ishaq, dan Daud Dzahiri menyatakan bahwa larangan memotong rambut dan kuku bagi shahibul qurban mulai awal Dzulhijjah sampai penyembelihan kurbannya. Misalnya, hewan kurbannya akan disembelih pada hari tasyriq pertama (11 Dzulhijjah), maka larangan tersebut berlaku mulai 1 Dzulhijjah sampai hari penyembelihan hewan kurbannya (11 Dzulhijjah).

Imam Syafi’i dan murid-muridnya menyatakan bahwa larangan tersebut hukumnya adalah makruh, bukan haram. Ini berdasarkan hadis Aisyah yang menyatakan bahwa Nabi saw pernah berkurban dan beliau tidak melarang apa yang Allah halalkan hingga beliau menyembelih kurbannya di Mekkah.

Artinya, di sini Nabi saw tidak melakukan sebagaimana orang yang ihram yang tidak memotong rambut dan kukunya. Dan ada lagi beberapa riwayat, Nabi saw mengatakan tidak mengapa, kepada orang yang menanyakan hal itu. Sehingga hadis di atas dipahami sebagai makruh, bukan haram.

Sementara itu Imam Abu Hanifah dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya menyatakan tidak makruh sama sekali. Imam Malik dalam satu pendapat menyatakan bahwa larangan ini makruh. Ada pula pendapat bahwa hal ini diharamkan dalam kurban yang sifatnya sunnah dan bukan pada kurban yang wajib.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa sesuai perbuatan terbaik adalah yang pertengahan, khairu umuri ausathuha. Itulah sebabnya Imam Syafi’ie dan Sahabat serta murid-muridanya memilih hukumnya makruh, tidak terlalu memberatkan, sehingga disebut haram tidak pula terlalu diringankan, sehingga menjadi jaiz saja. Beliau hanya menyatakan hukumnya adalah makruh saja, karena hadits ‘Aisyah yang tersebut di atas.

Larangan mencabut kuku dan rambut di sini termasuk mencukur habis, memendekkan, mencabut, membakar, atau memotong dengan dengan menggunakan pisau, memecahkan atau dibakar dengan bara api. Rambut yang dilarang potong di sini termasuk bulu ketiak, kumis, rambut kepala dan juga rambut-rambut lain yang ada di badan.

Menurut ulama hikmah, larangan mencukur atau menggunting di sini adalah agar rambut dan kuku tetap ada hingga kurban disembelih, supaya makin banyak dari anggota tubuh yang terbebas dari api neraka.

Adapun syarat hewan kurban, antara lain adalah: Pertama, cukup umurnya. Ini dapat dirincikan: Unta sudah berumur 5 tahun; Kerbau, Sapi dan kambing berumur genap 2 tahun, sedangkan domba harus sudah berumur 1 tahun;

Kedua, hewannya tidak cacat. Misalnya tidak berkudis meskipun sedikit, tidak pincingyang parah, tidak terlalu kurus, tidak gila, tidak menderita penyakit yang dapat merusak, buta walaupun sebelah mata, tidak ada bagian tubuhnya yang terputus meskipun secuil seperti telinga, lidah, puting susu, tidak rontok gigi dan sebagainya.

Ketentuan tersebut difahami dari hadis riwayat para Ahli Hadis yang masyhur termasuk Bukhari dan Muslim dari Barra’ bin ‘Azib, Rasulullah saw bersabda: “Ada empat hewan ternak yang tidak boleh dijadikan kurban, yaitu hewan yang jelas buta sebelah matanya, sakit yang sangat parah, pincang yang jelas, bengkak tulang rusuknya dan hewan yang telah berumur tua yang telah kehilangan dagingnya.” Untuk standar sekarang, mengasuh merasa perlu juga diperiksa kesehatan hewan tersebut oleh dokter hewan;

Ketiga, hewan tersebut diniatkan untuk kurban saat sembelih. Menentukan saat tertentu untuk kurban tanpa disertai niat kurban belumlah cukup. Niat dan penyembelihan kurban boleh diwakilkan kepada orang lain, asal muslim dan sudah berusia tamyiz ke atas.

Adapun mengenai keutamaan masjid, secara singkat dapat kami jawab dengan mengutip firman Allah Swt: “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. 72:18)

Allag juga berfirman: “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. 24:36-37)

Rasulullah saw telah bersabda: “Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjid, dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasar.” (HR. Muslim). Beliau juga telah bersabda: “Masjid adalah rumah setiap orang yang beriman.” (HR. Abu Nu’aim dan dihasankan oleh al-Albani).

Dalam hadis lain Beliau juga bersabda: “Tidaklah seseorang berdiam diri di dalam masjid untuk shalat dan zikir kecuali Allah akan menyambutnya dengan senang, sebagaimana orang-orang yang kehilangan menyambut saudaranya yang hilang apabila dia kembali kepada mereka.” (HR Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Albani).

Dari beberap ayat dan hadits tersebut, kira sauadara dapat mengetahui dengan jelas kemuliaan mesjid dimata agama Islam. Demikian, wallahu a’lamu bish-shawab.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved