KAI
Aliran ‘Inkar Sunnah’
Di tempat kami, sering terdengar bahwa mempelajari agama Islam, cukup kita pelajari Alquran saja
Aliran ‘Inkar Sunnah’
Diasuh oleh: Prof. Dr. H. Muslim Ibrahim, MA.
Pertanyaan
Yth Teungku Pengasuh KAI Serambi Indonesia,
Assalamu’alaikum wr wb.
Di tempat kami, sering terdengar bahwa mempelajari agama Islam, cukup kita pelajari Alquran saja, yang merupakan petunjuk dan tidak ada keraguan sama sekali padanya. Makanya kita cukup mempelajari itu saja, tidak perlu yang lain. Apalagi ada ayat yang menyatakan bahwa Alquran adalah penjelasan bagi petunjuk dan pembeda antara kebenaran dengan kejahatan.
Jadi untuk itu kita cukup mempelajari Alquran saja. Kita tidak perlu lagi berpegang pada hadis, ijmak, qiyas dan lain sebagainya, karena semua itu keluar dari Alquran juga. Bagaimana yang sebenarnya, teungku? Mohon diberikan penjelasan yang memuaskan. Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih.
Syamsyah AB
Kuala Simpang
Jawaban
Sdr Syamsyah AB, yth.
Waalaikumussalam wr wb.
Pertanyaan saudara sungguh menarik, karena mengingatkan kita kepada masalah pemurtadan, pendangkalan akidah dan penyesatan umat. Memang kita harus terus menerus harus mewaspadai upaya-upaya yang tidak mengenal lelah tampaknya.
Pada 1980-an pernah berkembang di Indonesia, dikenal dengan aliran inkar sunnah. Isi kandungannya mirip sekali yang anda kemukakan di atas, cukup Alquran saja, yang lainnya seperti As-Sunnah hanya menyusahkan saja. Mareka juga mengatakan bahwa syurga adalah Teluk Aden (di Yaman) dan neraka adalah matahari. Masya Allah.
Aliran inkar sunnah memang pernah lahir di dunia, seperti aliran At-Takfiir Wal Hijrah di Mesir pada masa Presiden Anwar Sadat. Merekalah yang membunuh Syeih Husein Adz-Dzahaby, Menteri Waqaf dan Urusan Al-Azhar pada waktu itu. Pada 1983, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa inkar sunnah senagai aliran sesat dan menyesatkan, serta berada di luar agama Islam.
Fatwa ini ditetapkan berdasarkan QS Al-Hasyr: 7; QS An-Nisa’: 59, 65, 80, 105, 150, 151; QS Ali Imran: 31, 32; dan QS An-Nahl: 44. Ditambah lagi sejumlah hadis, antara lain: hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Tarmudzi dan Al-Hakim. Dan, ditambah lagi dengan ijmak para Shahaby, yaitu yang terkuat dari semua bentuk ijmak.
Dengan akal yang sederhana saja dapat kita katakan itu adalah salah dan tidak masuk akal. Firman Allah (Alquran) itu berbahasa Arab, tentu tidak dapat kita pahami jika kita tidak tahu bahasa Arab dengan benar. Itulah sebabnya, untuk memahami Alquran setelah memahami Assunnah, Ijmak dan Qiyas, juga disyaratkan menguasai dengan sempurna 15 ilmu lagi, termasuk di dalamnya ilmu-ilmu yang berkenan dengan bahasa Arab.
Alquran diturunkan berbentuk wahyu kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada kita, umatnya. Logis sekali kalau kita dengar dan ikuti sabda Beliau untuk dapat kita memahami apa yang Beliau sampaikan. Ungkapan atau perkataan Beliau itulah yang namanya sunnah. Tak masuk akal kalau kita memahami Alquran dengan meninggalkan sunnah.
Assunnah pun sebenarnya kita tidak dengar sendiri. Syukur para ulama ahli telah mengumpul dan membukukannya dalam bentuk kitab-kitab hadis. Itu pun belum tentu mampu kita memahaminya, untunglah ada ulama yang mensyarahkan hadis-hadis itu, sebagaimana ulama ahli tafsir menafsirkan ayat-ayat Alquran. Itu pun belum mampu kita meng-istinbath hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
Karena itu, kita amat memerlukan ulama akidah untuk menggali masalah akidah yang benar; ulama akhlak untuk mengkristalisir butir norma akhlak darinya; ulama ushul untuk membuhul kaidah-kaidah dan metode istinbath hukum; ulama fiqh untuk membentangkan hukum-hukum taklifi dan wadh’ie; dan para ulama lainnya untuk menjelaskan dasar-dasar ilmu yang terkandung dalam Alquran dan As-Sunnah, seperti hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat dan hadis-hadis kauniyyat.
Dari uraian singkat ini, kiranya cukup jelas bahwa kita tidak mungkin langsung dapat memahami Alquran dan Assunnah, tanpa merujuk kepada kitab-kitab tafsir, syarah hadis, fiqh, ushul fiqh dan sejenisnya, termasuk kitab bahasa Arab dan kamus-kamus, karena kita dilahirkan bukan pada masa Nabi dan bukan pula dalam lingkungan berbahasa Arab.
Orang Arab sekarang pun tidak dapat memahami tafsir Alquran dan syarah-syarah as-sunnah kalau mereka tidak belajar dengan serius. Abu Lahab dan Abu Jahal pun tidak dapat memahaminya, padahal mereka hidup bersamaan dengan Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, pengasuh yakin, haqqul yaqin bahwa saudara tidak terpengaruh dengan ungkapan konyol seperti itu. Tapi penting kita camkan bahwa upaya ke arah itu tidak akan pernah mati atau berhenti.
Marilah kita manfaatkan momentum seperti ini untuk melipatgandakan amal shalih, dengan menyampaikan yang sebenarnya kepada masyarakat kita. Istimewa kepada para orang tua untuk memantau dan mengawasi akidah, syariah dan akhlak anak-anaknya yang merupakan generasi penerus dan waladun shalihun kita semua. Semoga Allah Swt selalu melindungi dan membantu kita. Amiin. Demikian, Wallahu a’lamu bish-shawaab.