Serambi MIHRAB
Alam Tak Berdiri Sendiri
SHALAT istisqa menjadi salah satu keajaiban yang dimiliki umat Islam, sekaligus menjadi senjata alternatif yang bisa
SHALAT istisqa menjadi salah satu keajaiban yang dimiliki umat Islam, sekaligus menjadi senjata alternatif yang bisa mengubah iklim dan cuaca ketika dibutuhkan, karena di dalam Islam, alam itu tidak berdiri sendiri, tetapi berada di bawah kendali sang Pencipta, yaitu Tuhan semesta alam.
Ketua Ikadi Banda Aceh, Tgk Mulyadi Nurdin Lc MH, Kamis (20/2) mengatakan, Rasulullah Saw beberapa kali melakukan shalat Istisqa di lapangan terbuka, pernah juga meminta hujan dengan berdoa saja tanpa shalat, misalnya ketika Rasulullah Saw sedang khutbah Jumat, lalu seorang sahabat masuk menuju mimbar, dan berkata: Wahai Rasulullah binatang ternak telah mati, sumber mata air sudah tidak mengalir, mohonlah pada Allah agar menurunkan hujan untuk kami, maka Rasulullah saw mengangkat kedua tangan ke langit dan berdoa:
Ya Allah turunkan bagi kami hujan (diulang tiga kali). Anas mengisahkan bahwa saat itu cuaca sangat cerah, langit tidak mendung, tidak ada gumpalan awan atau apapun, antara rumah dan gunung tidak ada penghalang untuk melihatnya, lalu muncullah dari ballik gunung awan mendung seperti lingkaran, ketika sampai di tengah, menyebar dan turunlah hujan.
Anas meriwayatkan, mereka tidak melihat matahari selama enam hari, pada Jumat berikutnya, lelaki tadi kembali masuk masjid lalu mendekat kepada Rasululah saw yang sedang berkhutbah, dan mengeluh banyak harta benda hancur dan sungai-sungai penuh, maka Rasulullah saw mengangkat tangan dan berdoa: “Ya Allah berilah hujan di sekeliling kami bukan ke atas kami, jatuhkanlah pada tanah, pegunungan, bukit-bukit, danau- danau dan tempat tumbuh pepohonan.” (HR. Bukhari).
Shalat isitisqa harus dilaksanakan dengan penuh khidmat, keprihatinan, memelas dan merendahkan diri serendah rendahnya kepada Allah swt. tidak boleh banyak bicara sia-sia, baik ketika perjalanan, duduk maupun menunggu, semua harus dilakukan dengan sangat khusyu’ dan tunduk.
Shalat ini dilakukan dua rakaat, tata caranya sama dengan shalat hari raya, pada rakaat pertama bertakbir sebanyak 7 kali dan rakaat kedua 5 kali. Imam membaca Al-fatihah dan ayat setelahnya secara keras (jahr), pada rakaat pertama setelah surat Fatihah imam membaca surat Al‘Ala, dan pada rakaat kedua membaca surat Al-Ghasiyah, setelah shalat, imam membaca khutbah, di dalamnya memperbanyak doa, istighfar, dan takbir dengan khusyuk.
Shalat Istisqa tidak diawali dengan azan dan iqamat.
Usai Khutbah imam membaca doa yang diaminkan jamaah sambil menghadap kiblat, membalikkan kain selendang sebelah kanan ke sebelah kiri dan sebaliknya, dengan diikuti oleh semua jamaah. Hal ini sebagai penanda akan bergantinya keadaan dari keprihatinan menjadi kebahagiaan, dari kekeringan menjadi hujan, dari kesempitan menuju keluasan. (*)