Serambi MIHRAB
Kajian Zakat Dapat Dijadikan Mata Kuliah
KAJIAN tentang zakat dapat dijadikan sebagai mata kuliah untuk dikaji secara terus-menerus dan diupdate perkembangannya
KAJIAN tentang zakat dapat dijadikan sebagai mata kuliah untuk dikaji secara terus-menerus dan diupdate perkembangannya. Hal ini dilakukan agar pengetahuan tentang zakat dapat dipahami oleh mahasiswa sebagai generasi muda, serta ikut mensosialisasikanya ke tingkat bawah sehingga zakat dapat membumi di Aceh.
Pernyataan ini disampaikan Wakil Media Syariah, Dr Kamaruzzaman Bustamam Ahmad MA kepada Serambi, Kamis (14/8) usai konferensi internasional zakat yang dilaksanakan Baitul Mal Aceh selama dua hari (13-14 Agustus), di Hotel Hermes, Banda Aceh.
Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Ar-Raniry ini mengatakan, hasil yang dirumuskan bersama tim Baitul Mal Aceh, selama ini zakat tersebut sudah berkembang dan cenderung masuk ke sub disiplin ilmu-ilmu ekonomi di Perguruan Tinggi. Zakat tersebut, katanya lagi, tidak hanya sebatas dalam kitab tapi sudah harus dapat dijadikan dalam mata kuliah.
“Selama dua hari ini, banyak kita lihat paper-paper yang masuk dari Malaysia, Mesir, dan Indonesia menunjukkan bahwa kajian pengembangan zakat itu sudah sangat pesat,” ujarnya.
Kamaruzzaman menambahkan, pembahasan zakat sudah masuk ke kajian statistik, akuntansi, dan manajemen. Sebab itu, umat Islam di Aceh juga harus dapat memahami persoalan-persoalan tersebut.
“Artinya zakat sekarang ini bukan lagi dilihat dari sisi tradisional tapi modern, sehingga zakat itu harus bisa menopang pilar peradaban Islam. Apabila sudah modern maka orang-orang yang membayar zakat tidak lagi melihat zakat ini sesuatu yang tradisional. Jadi dari berbagai profesi yang ada juga seharusnya sudah membayar zakat,” jelasnya.
Dalam hal ini juga diperlukan peran dari masing-masing stakeholder untuk terlibat dalam menjadikan zakat ini sebagai pilar peradaban. Menurut Kamaruzzaman, apabila berbagai profesi mengeluarkan zakat, maka zakat ini dapat membumi di Aceh dan menjadi pilar peradaban. Namun diperlukan kesadaran dari masing-masing individu untuk membayar zakat. “Ternyata di beberapa negara zakat itu sudah menjadi aset atau pilar peradaban, dan di Aceh juga diharapkan seperti itu serta juga dapat mengentaskan kemiskinan,” ujarnya.
Menindaklanjuti dari konferensi ini, pihaknya dan Baitul Mal Aceh akan mengkaji potensi-potensi zakat di Aceh serta menjadikan strategi dalam pengelolaan zakat.
Konferensi ini dilaksanakan untuk menggali dan mendapatkan pendistribusian dari narasumber-narasumber yang dihadirkan berdasarkan keilmuan dan pengalamannya.(una)