Tidak Ada Alasan Rakyat Aceh Miskin
Pakar ekonomi Islam dari Malaysia, Mustapha Hammat, menilai sistem ekonomi Islam sangat tepat untuk dijalankan di Aceh
* Aceh Perlu Susun Konsep Dasar Ekonomi Islam
BANDA ACEH - Pakar ekonomi Islam dari Malaysia, Mustapha Hammat, menilai sistem ekonomi Islam sangat tepat untuk dijalankan di Aceh. Namun untuk mencapai hal itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyusun konsep dasar (grand design) pengembangan sistem ekonomi Islam.
“Aceh memiliki potensi ekonomi yang luar biasa. Selain itu, dengan penduduk yang seluruhnya muslim, Aceh sangat tepat untuk menjalankan sistem ekonomi Islam,” katanya dalam sebuah diskusi terbatas di sebuah warung kopi di Banda Aceh, Sabtu (23/8).
Hadir dalam diskusi tersebut antara lain, Direktur Utama BPR Mustaqim Sukamakmur, T Hanansyah; praktisi ekonomi, Husaini Ismail; Martunis dari Bappeda Aceh; pendiri Beng Mawah, Juanda Djamal; Direktur Beng Mawah, Andi Rijal; dan juga Ali Jauhari.
Selain dukungan penduduk yang seluruhnya muslim, Aceh kata Mustapha Hammat, juga didukung dengan alokasi anggaran yang cukup besar, sehingga tidak ada alasan rakyat Aceh miskin. “Semestinya rakyat Aceh dapat menjadi penyumbang zakat terbesar bagi kemajuan muslim di kawasan Asia Tenggara ini,” imbuhnya.
Menurut Mustapha Hammat, untuk menerapkan sistem ekonomi Islam, maka langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyusun konsep dasar atau grand design mengenai rencana pengembangan sistem tersebut.
“Konsep dasar ini harus mendapat dukungan penuh secara politik dari parlemen dan Pemerintah Aceh, baru kemudian dijalankan menjadi mainstream di seluruh stakeholder pemerintahan, swasta dan masyarakat,” ujarnya.
Dia menjelaskan, kerangka utama dalam pengembangan ekonomi Islam adalah Alquran dan Hadis, bahwa semua potensi ekonomi ini adalah ciptaan Allah. Bagi manusia melakukan produksi dan tidak lupa mendistribusikannya, baik untuk konsumsi diri dan tidak lupa mengeluarkan zakat, infak, dan sadaqah.
Mustapha Hammat merupakan akademisi dari Institute Islamic Banking and Finance Malaysia. Selain itu dia juga terlibat penuh dalam membangun ekonomi Islam di Malaysia sejak tahun 1982. Dia juga telah berbagi pengalaman ke Kyrgistan, Afganistan dan Libya.(yos)
Mustapha Hammat juga menyampaikan bahwa di Malaysia, pengembangan ekonomi Islam dimulai dari sektor perbankan dan keuangan, baru kemudian diarahkan pada sektor lainnya seperti pertanian, perkebunan dan perikanan.
“Tentunya Aceh berbeda, Aceh memiliki potensi minyak dan gas, tambang, perdagangan, industri, dan sebagainya, termasuk perhotelan dan restauran,” ujarnya.
Di Aceh seperti diketahui, dua lembaga bank milik daerah (Bank Aceh dan BPR Mustaqim Sukamakmur) saat ini tengah disibukkan dengan isu syariah. BPR Mustaqim seperti disampaikan T Hanansyah, sudah memutuskan akan melakukan konversi (perubahan) dari sistem konvensional ke syariah.
“Mudah-mudahan semua juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis) dapat disiapkan pada tahun 2014, sehingga 2015 BPR Mustaqim sudah menjalankan sistem syariah,” kata Hanan.
Lantas bagaimana dengan Bank Aceh? Informasi yang diperoleh Serambi, pihak ekskutif ragu pada rencana awal untuk melakukan pemisahan (spin off) dan memutuskan untuk melakukan konversi (perubahan). Karena itu, muncul wacana menunda pembahasan qanun PT Bank Aceh Syariah dengan menarik draft qanun tersebut dari DPRA.
Terkait hal itu, praktisi ekonomi dan juga mantan direksi Bank Aceh, Husaini Ismail, mengingatkan agar ekskutif berhati-hati mengambil keputusan. Berbeda dengan BPR yang merupakan bank kecil, Bank Aceh menurut dia memiliki risiko cukup besar apabila dilakukan konversi, di antaranya sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur bank yang belum siap.