Serambi MIHRAB
Dari Ponpes Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo
HARI menjelang senja, rambongan peserta kaderisasi guru dayah Aceh ke Pulau Jawa yang diprakarsai oleh Badan Pembinaan
Oleh Tgk. Ihsan M. Jakfar, Peserta Program Magang Kaderisasi Guru Dayah di Ponpes Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur.
HARI menjelang senja, rambongan peserta kaderisasi guru dayah Aceh ke Pulau Jawa yang diprakarsai oleh Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh tiba di Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur. Satu dari lima pesantren di Jawa Timur yang menjadi tempat magang bagi 50 guru dayah Aceh selama satu bulan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dayah Aceh. Rambongan disambut hangat oleh beberapa pengurus pesantren yang salah satunya merupakan putra keturunan Aceh yang sudah lama mondok di pesantren ini.
Ponpes Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo dipilih sebagai satu obyek magang guru dayah Aceh karena lembaga ini tercatat sebagai salah satu pesantren tertua dan terbesar di Indonesia. Betapa tidak, pesantren yang didirikan oleh sang mediator berdirinya Nahdhatul Ulama (NU), Kiai Haji Raden (KHR) Syamsul Arifin bersama putra beliau KHR As’ad Syamsul Arifin pada 1914 ini telah melahirkan lebih dari 100 ribu alumni yang tersebar di seluruh Indonesia.
Tak sedikit di antaranya yang sudah mendirikan pondok sendiri dan berkiprah di berbagai lembaga pendidikan formal maupun informal. Bahkan ada di antaranya yang sudah menulis buku dan kitab. Satu kitab karangan jebolan pesantren ini adalah kitab Fathul Mujibul Qarib, syarahan kitab At-Taqrib, satu kitab pegangan bagi pondok pesantren di seluruh Indonesia. Sehingga tidak berlebihan jika pondok ini disebut-sebut sebagai satu ponpes tersukses abad ini.
Pada usianya yang genap satu abad (1914-2014), jumlah santri yang aktif mondok di pesantren yang kini diasuh oleh KHR Ahmad Azaim Ibrahimi, menantu sekaligus keponakan pengasuh sebelumnya, KHR Ahmad Fawaid As’ad ini tembus angka 12.000 orang. Plus tenaga pengajar dan staf yang mencapai 1.000-an orang. Belum lagi santri yang masuk pada tahun ajaran baru ini (2014-2015) yang mencapai 3.200 orang. Jumlah ini terus bertambah karena sampai sekarang santri baru terus berdatangan mendaftar di pondok ini. Sehingga total santri tahun ini diprediksi bakal tembus angka 15.500 orang.
Berkembang pesat
Untuk mengimbangi jumlah santri yang membludak, pembangunan berbagai fasilitas pendukung berkembang pesat. Gedung-gedung bertingkat; asrama dan ruang belajar berjejeran di seantaro kampung Sukorejo. Sarana musalla dibangun sampai 14 unit. Perumahan bagi pengurus dan masyaikh (ustaz) pesantren juga disediakan. Bahkan untuk mendukung lancarnya kegiatan belajar-mengajar, para pengurus dan masyaikh rutin diberikan ikramiah (honorium) oleh pengelola pesantren. Sehingga mereka bisa fokus mengurus dan mengabdi untuk pesantren tanpa terbebani oleh kebutuhan pribadi dan keluarga.
Ketersediaan berbagai sarana dan prasarana serta kemampuan memberikan ikramiah dengan jumlah yang tidak sedikit, tidak terlepas dari tangguhnya perekonomian pesantren. Sebab tanpa sumber pemasukan yang memadai, mustahil ponpes ini bisa membiayai semua kebutuhan rutinnya. Berdasarkan sumber yang kami temui, untuk biaya listrik saja, ponpes harus mengeluarkan uang lebih dari Rp 100 juta lebih setiap bulannya. Belum lagi biaya untuk air bersih (PAM) dan sebagainya.
Nah, untuk menggali hal ini, kami berdiskusi dengan beberapa stakeholder pesantren. Akhirnya terungkap bahwa salah satu sumber pemasukan rutin pesantren berasal dari unit-unit usaha yang dikembangkan pesantren. Pesantren memiliki lebih dari 10 pertokoan, 1 unit pabrik es batangan, perusahaan penyedia jasa kontruksi dan rehabilitasi, 2 unit stasiun radio FM dan saham di SPBU. Total asset usaha pesantren mencapai triliyunan rupiah dengan keuntungan pertahun rata-rata mencapai 8 milyar rupiah. Fantastis bukan? Sedikit banyaknya ini membantu keuangan pesantren dalam membiayai kebutuhan rutin dan pengadaan berbagai fasilitas pendukung dalam upaya meningkat kualitas pendidikan di pondok yang menjadi salah satu basis Nahdhatul Ulama (NU) ini.
Setelah mengamati perkembangan pesat di pesantren yang sebelumnya diasuh oleh KHR. Ahmad Fawaid As’ad ini, muncul pertanyaan, apa yang sebenarnya menjadi kunci kesuksesan pesantren ini? Setelah berdiskusi dengan banyak sumber, kami menemukan bahwa faktor paling dominan dibalik sederetan kesuksesan pesantren ini adalah menajemen. Ya, menajemen pengelolaan yang sangat representatif. Nyaris menyamai menajemen pengelolaan sebuah negara. Sehingga saya lebih suka menyebut pesantren ini dengan istilah “negara kecil” Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo.
Layaknya sebuah negara, pesantren ini memiliki undang-undang tertinggi yang dirumuskan dalam Buku Pedoman Pesantren. Berpijak pada undang-undang ini, masing-masing bidang kemudian membuat pedoman sendiri yang lebih spesifik. Setiap peraturan yang dibuat baru sah berlaku apabila telah disahkan dalam rapat paripurna dan disetujui oleh pengasuh pesantren. Dan untuk proses evaluasi, pesantren rutin mengadakan rapat secara berjenjang dan berkala. Mulai dari harian yang dilakukan dimasing-masing bidang, rapat pengasuh dengan semua ketua bidang yang dilakukan sebulan sekali hingga rapat yang melibatkan seluruh komponen pesantren, termasuk ketua kamar yang dilaksanakan tiga bulan sekali.
Yang paling mencengangkan, keuangan di pondok ini juga dikelola layaknya pengelolaan keuangan negara. Mulai dari proses penganggaran, implementasi hingga proses monitoring. Untuk suksesi proses penganggaran, dibentuk sebuah yang diberi nama Tim Anggaran Pendapatan dan Belanja Ma’had (APBM). Tim ini bertugas menyusun rancangan anggaran berdasarkan rasio pendapatan pesantren dengan mempertimbangkan pengajuan keuangan dari masing-masing bidang. Selanjutnya rancangan ini diajukan kepada pengasuh untuk kemudian dikoreksi dan disahkan.
Akuntabilitas dan transparansi
Hebatnya lagi, untuk menjamin akuntabilitas dan tranparansi keuangan, lembaga ini membentuk semacam badan pemeriksa keuangan (BPK) yang diberi nama Badan Pengawas Keuangan dan Kekayaan Ma’had (BPK2M). Badan yang bersifat independen dan mandiri ini bertugas mengendalikan, memonitoring serta mengaudit keuangan dan kekayaan pesantren secara berkala.
Hasil monitoring dan audit tersebut akan dilaporkan langsung kepada Kiai Pengasuh untuk kemudian ditindaklanjuti. Terutama jika terdapat kejanggalan administrasi yang berpotensi terjadi penyalahgunaan keuangan. Kredibilitas badan ini tidak hanya diakui oleh pengurus dan pengasuh pesantren, tetapi diacungi jempol oleh instansi-instansi pemerintah yang memberikan bantuan untuk pondok pesantren ini.
Selain itu, tata kelola administrasi dan data pesantren juga diatur sedemikian rapi. Proses pelaporan, pengajuan dan surat menyurat, baik di dalam internal lembaga maupun dengan pihak luar dilakukan secara berjenjang dan rapi. Prinsipnya, apapun yang dilakukan di lembaga ini harus disampaikan secara tertulis ke pihak yang dituju dengan paraf sekretaris, stempel dan tanda tangan pemegang otoritas. (email: ihsan_jeunieb@yahoo.com)
Kunjungi juga :
www.serambinewstv.com | www.menatapaceh.com |
www.serambifm.com | www.prohaba.co |