Opini
Videotron sebagai Media Alternatif
INSTRUKSI Gubernur Aceh agar masing-masing Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) menghentikan penerbitan tabloid
Oleh Muhajir Al Anshari
INSTRUKSI Gubernur Aceh agar masing-masing Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) menghentikan penerbitan tabloid, membuat SKPA harus mengalihkan anggaran untuk media alternatif. Salah satu media alternatif yang saat ini sedang digandrungi adalah videotron. Beberapa SKPA terlihat mulai memanfaatkan videotron sebagai media penyampaian informasi. Di antaranya Bapedalda, Badan Investasi dan Promosi (Bainprom) Aceh, Dinas Kesehatan Hewan, dan sejumlah instansi pemerintah lainnya.
Videotron memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh baliho, billboard maupun spanduk. Meskipun harganya mahal tetapi memiliki efektivitas dan efesiensi jauh lebih tinggi dibanding baliho dan bilboard. Metode penyampaian informasi mengarah kepada management controlled yang dapat di-update setiap saat secara cepat serta dapat menentukan durasi dan waktu penayangan setiap informasi yang akan dipublikasikan. Materi informasi yang ditayangkanpun beragam, bisa berupa video, teks, grafik, dan animasi.
Videotron akan sangat bermanfaat kalau digunakan secara tepat. Namun demikian videotron sangat rentan dimanipulasi kualitas dan harga produknya. Dalam beberapa kasus pengadaan videotron di pemerintahan selalu diwarnai markup harga. Kasus terakhir menghebohkan adalah penyelewengan anggaran pengadaan videotron oleh anak salah satu menteri yang berakhir di penjara. Sebelumnya pengadaan videotron di lingkungan gedung DPR RI Senayan juga sempat menjadi perbincangan publik karena harga yang terlalu mahal.
Perlu berhati-hati
Pemerintah Aceh perlu berhati-hati sebelum menjatuhkan pilihan. Karena belum ada harga standar untuk sebuah videotron. Apalagi dengan masuknya barang-barang murah dari Cina yang dengan mudah disulap menjadi merek tertentu dengan harga tinggi. Garansi yang ditawarkan juga terlalu singkat, yaitu 1-2 tahun. Padahal harga sebuah videotron bisa ratusan juta bahkan miliaran rupiah.
Videotron adalah sebuah display besar yang umumnya terdiri dari modul-modul LED ukuran kecil yang dirakit menjadi layar besar. Ukuran Diameter dari LED umumnya adalah O,3-O,10 mm. LED memiliki rentan waktu dengan sekitar 100.000 jam dan konsumsi listrik yang kecil. Resolusi LED display ditentukan oleh jarak antar LED yang dinyatakan dalam pixel-pitch atau disingkat P. Misalnya, P10 resolusinya lebih tinggi dibanding P16, dan seterusnya.
Dalam satu layar memungkinkan penggunaan berbagai komponen dari berbagai produk selama compatible dengan perangkat kontrol. Tetapi akan terjadi pemborosan energi listrik akibat crash komponen serta meningkatnya temperatur sehingga membutuhkan pendingin yang lebih banyak. Efek dominonya akan membebani biaya operasional. Seperti halnya “komputer jangkrik” yang dirakit dari berbagai komponen bercampur-aduk antara barang murah dan barang mahal sehingga dengan mudah merekayasa spesifikasinya. Tidak menutup kemungkinan beberapa suplier menggunakan celah ini untuk menjual barang murah dengan harga tinggi.
Videotron bisa bermanfaat bagi promosi pemerintah daerah selama pengadaannya dilakukan secara fair dan terbuka. Karena videotron memiliki efektivitas hampir sama dengan televisi. Meskipun jangkauan terbatas dan minus audio. Ia diprediksi akan menjadi media promosi luar ruang masa depan menggantikan bilboard dan baliho. Di beberapa daerah sudah ada kebijakan untuk menggantikan bilboard dan baliho dengan videotron. Apalagi pengaturan penempatan bilboard dan baliho mulai sulit dikontrol yang menyebabkan polusi visual yang berakibat rusaknya keindahan kota dan lingkungan.
Videotron menjadi tidak bermanfaat ketika terjadi kesalahan dalam penggunaan kontennya. Beberapa videotron milik biro iklan di Jakarta menjadi bahan kritik ahli komunikasi visual karena penggunaan iklan TV sebagai kontennya. Padahal iklan TV dirancang sebagai media audio visual. Tentu saja tidak sesuai dengan videotron yang minus audio. Videotron memerlukan pesan visual yang kuat, yang dalam 5 detik pertama harus mampu menarik perhatian audien.
Kalau memperhatikan videotron di Times Square, New York, Amerika Serikat, kita akan terkesima dengan konten yang dibuat sedemikian kreatifnya. Sehinggga orang-orang lalu-lalang di sana merasa terpukau dan terhibur olehnya. Beberapa videotron bahkan bisa interaktif dengan penonton. Tidak aneh kalau videotron di Times Square telah menjadi satu tujuan wisata kota New York.
Berbeda dengan videotron milik Bainprom Aceh maupun Bapedalda di sudut kota Banda Aceh. Beberapa konten terlihat pembuatannya tidak maksimal dan terkesan cilet-cilet. Konten yang displit dari cuplikan video dukumenter tidak akan menarik perhatian audien. Videotron harus kuat secara visual karena ia tidak memiliki audio. Di samping itu ruang pesan tidak perlu ditambah pembatas seperti kop surat karena akan mempersempit ruang pesan itu sendiri dan tidak fokus.
Akan membingungkan
Informasi yang disampaikan dalam waktu bersamaan dalam satu ruang akan membingungkan penonton. Sekuat apa pun daya ingat kita, jika dijejal dengan berbagai informasi yang disampaikan dalam waktu bersamaan tak ada seorang pun yang akan ingat apa yang sedang diinformasikan. Apalagi kalau desain visual dari pesan tersebut tidak menarik dan kaidah-kaidah motion grafik tidak diindahkan, maka akan menjadi sia-sialah penggunaan videotron tersebut.
Kalau saja konten dibuat sedikit lebih menarik, maka kota Banda Aceh akan sempurnalah dijuluki kota digital. Konten memiliki peranan penting untuk keberlangsungan videotron itu sendiri. Berpeluang pula bagi pembuatnya untuk mengais rezeki. Bahkan bisa berkembang hingga skala industri. Dengan keberadaan videotron seharusnya bisa menjadi minyak pelumas untuk menggerak roda ekonomi yang kian hari kian macet. Bukan sebagai lahan baru mencari keuntungan pribadi.
Kita setuju bila pemerintah mulai memanfaatkan videotron sebagai media penyampaian informasi kepada publik. Apalagi di tengah pesatnya perkembangan teknologi tentu saja kita tidak ingin hanya menjadi penonton barang-barang canggih tersebut. Tetapi kalau pengadaan videotron tersebut hanya sekedar tidak dikatakan ketinggalan zaman atau gengsi-gengsian semata. Sebaiknya tidak perlu ada videotron. Karena hanya akan menjadi pemborosan tanpa ada manfaat sama sekali bagi masyarakat.
Muhajir Al Anshari, S.Sos.I., Ketua Komunitas Layeue Motion Aceh. Email: muhajir_anshar@yahoo.com