Serambi MIHRAB
Islam Begitu Sempurna
Hati ini sangat pilu ketika membaca berita tentang perkuliahan yang dilakukan dengan kunjungan ke gereja
Oleh Dr. Rita Khathir, S.TP., M.Sc. Dosen Fakultas Pertanian Unsyiah; Pengasuh Mata Kuliah Teknik Pascapanen dan Mata Kuliah Agama.
Hati ini sangat pilu ketika membaca berita tentang perkuliahan yang dilakukan dengan kunjungan ke gereja dengan maksud untuk belajar tentang persepsi nasrani tentang gender. Terlebih lagi pelakunya adalah dosen dan mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, yang merupakan jantung hati rakyat Aceh, salah satu perguruan tinggi tertua yang telah menghasilkan ribuan ulama umara. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah dimana letak kesalahannya?
PADA akhir 2006, sembilan tahun silam, ketika saya harus mempersiapkan diri untuk berangkat ke Eropa melanjutkan pendidikan di sana, ada rasa bahagia, senang, dan bangga. Namun ketakutan yang sangat besar melanda diri saya. Apa yang saya takutkan adalah terkontaminasinya diri ini dengan budaya atau bahkan keyakinan asing atau menipisnya kepercayaan diri saya sebagai seorang muslimah. Yang terbayangkan dalam pikiran saya adalah tentang sebuah Negara maju dengan fasilitas yang serba modern, kebersihan tingkat tinggi, dan kedisiplinan orang-orangnya.
Saya takut terpesona dengan semua itu sehingga jati diri saya sebagai muslimah tergadaikan. Sebaliknya saya akan berdepan dengan kesusahan mendapatkan makanan halal, hambatan menggunakan jilbab lebar, cibiran orang karena saya tidak bersalaman dengan lelaki, dan kesusahan mengatur waktu shalat dan menentukan kiblat. Kesulitan-kesulitan ini ditakutkan akan melemahkan diri saya untuk istiqamah.
Alhamdulillah semua itu sudah berlalu, lima tahun di Jerman saya jalani dengan aman. Saya berkesempatan memperdalam Islam, mengelola pengajian kota, mengajarkan anak-anak teman membaca Alquran, dan bersaudara dengan muslim dan muslimah asal Jerman. Adapun di kampus saya juga menjadi kesayangan profesor, seperti Prof Luecke, Prof Pawelzik, dan Prof Vidal. Berkawan karib dengan Ulli dan Jacob (mahasiswa Ph.D senior), ada Zigi dan Harry (teknisi di bengkel), Roswita dan Martina yang banyak membantu administrasi dan perpustakaan. Dan masih banyak lagi kenalan-kenalan yang baik yang menemani kehidupan saya, namun saya berharap bahwa warna Islam bisa dirasakan oleh mereka semua.
Suatu ketika saya diundang ke pesta Ulli, perayaan sempena lulusnya Ulli menjadi seorang Doktor. Duduk semeja dengan Prof Pawelzik, Jacob menenggak botol sambil memandang saya, lalu saya membalas dengan kernyitan dahi. Dia tertawa dan menggoda, “Rita, saya minum wine yang zero alcohol, sambil menunjukkan tulisan yang ada di label botol tersebut, silahkan kamu mencoba,” ujarnya menawarkan. Saya hanya tersenyum dan tidak berminat sama sekali, sehingga Prof Luecke mendekat dan berkata, “Rita jangan minum itu haram buat kamu, karena zero yang dimaksud sebenarnya tidak 100% zero.” Ya, saya tidak akan meminumnya.
Pernah juga seorang Dosen saya, Dr Kuehne, mengadakan acara BBQ di rumahnya menyambut kedatangan beberapa senior dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Saya turut diundangnya. Ketika saya mengkonfirmasi bahwa saya bisa hadir, beliau menyatakan bahwa menu BBQ adalah makanan halal sehingga saya harus membantu memberikan informasi tentang dimana dan bagaimana mempersiapkannya. Hati saya sungguh terharu mendapati betapa Dosen saya ini sangat menghargai keyakinan yang saya pegang.
Saya bertanya, “kenapa Bapak baik sekali?” Beliau menjawab, “bukan saya baik Rita, akan tetapi saya tahu kamu sangat komit menjaga makanan, supaya kamu mau datang dan makan, saya akan menyediakan hanya makanan halal.” Sebuah lesson learned bagi diri saya adalah ternyata kita tidak perlu malu mengenalkan Islam sebagai budaya dan jati diri kita kepada mereka. Kita malah harus bangga dan harap-harap mereka jatuh hati pada kemuliaan Islam. Islam tidak membatasi urusan kita bermuamalah dengan nonmuslim, namun kita perlu kreatif untuk tidak melanggar hukum-hukum yang dikandungnya.
Banyak kisah yang tidak mungkin terhurai dalam tulisan singkat ini. Namun saya ingin menyampaikan bahwa Allah senantiasa melindungi kita ketika kita selalu teringat kepada Nya. Bahkan di dunia terasing sekalipun saya merasa aman dan nyaman secara hakikat adalah karena perlindungan Allah Tuhan Yang Maha Agung.
Lakum diinukum waliyadiin
Petikan ayat terakhir dalam Surah Al-Kafirun adalah statemen yang jelas tentang pembatasan hubungan antara kita dengan yang nonmuslim. Artinya bahwa kita tidak perlu mencampuradukkan sesuatu berbasis agama, karena hal ini berpotensi merusak akidah seseorang. Rasulullah saw pernah melihat lembaran Kitab Taurat di tangan Umar bin Khattab, maka Rasulullah telah menegur “Apakah engkau dalam keraguan wahai ibnal Khattab? Sungguh aku telah membawakan kepadamu cahaya putih yang bersih. Kalaulah sekiranya Musa masih hidup, maka tidak ada keringanan baginya melainkan harus mengikuti aku.” (Musnad Imam Ahmad 3/387, Sunan Ad-Darimi di dalam mukadimahnya 435).
Belajar sesuatu kepada nonmuslim dapat saja dilakukan dalam batasan yang sama dengan hal muamalah, misalnya belajar Ilmu Kedokteran, Pertanian, Ilmu Teknik, dan lain sebagainya. Namun belajar metode pengobatan seorang rahib, ataupun belajar tentang kesetaraan gender pada seorang pendeta di dalam gereja, tentu tidak dapat disamakan dengan belajar ilmu murni (pure science). Kita khawatir dengan efek yang ditimbulkan oleh proses pembelajaran yang tidak bijak ini, terutama sekali terkontaminasinya pola pikir generasi Islam. Memberikan pemahaman bahwa semua agama itu baik adalah suatu racun yang menghasilkan generasi galau keyakinan.
Menarik dengan argumen Bapak Safaruddin (Serambi, 8/1/2015) bahwa sensasi Dosen UIN yang membawa para mahasiswinya untuk belajar gender di gereja mengandung kontra-produktif. Pasalnya, pihak Dinas Syariat Islam sedang memberantas pendangkalan akidah di daerah perbatasan, tapi sebaliknya sang Dosen UIN Ar-Raniry justru mendalangi pendangkalan akidah mahasiswanya. Apa urgensinya proses pembelajaran yang digagas oleh Dosen UIN ini? Apabila kita membaca sejarah, tentu kita sudah paham tentang adanya perubahan Kitab Perjanjian Lama menjadi Kitab Perjanjian Baru. Dengan kata lain, Kitab Injil yang digunakan saat ini tidaklah murni sebagaimana yang diwahyukan Allah kepada Nabi Isa as.
Melanggar kodrat
Selain itu terlalu banyak catatan tentang ketidakmampuan pihak gereja menjaga kesucian terkait dengan penyimpangan yang mereka lakukan terhadap kaum wanita. Hal ini merupakan konsekuensi dari keedanan akal mereka dengan menetapkan aturan yang melanggar kodrat kemanusiaan seperti larangan menikah bagi seorang seorang pendeta. Ada juga peraturan lain misalnya tidak boleh memutuskan ikatan pernikahan, yang telah membawa dampak kepada lahirnya generasi yang takut dengan lembaga pernikahan, namun melanjutkan hubungan seksual tanpa pengesahan (free sex).
Bahkan dari pengamatan saya, banyak gereja sudah ditutup karena kehilangan para jemaahnya, dan mayoritas penduduk pada saat ini tidak mempunyai sembarang keyakinan (atheis). Kemerosotan moral diakui sedang melanda negara-negara maju dengan berbagai bentuk pelanggaran dari gaya hidup sampai kepada pola konsumsi. Akumulasi dari semua masalah tersebut mereka kini menghadapi permasalahan demografi, dimana angka kematian lebih besar dari angka kelahiran. Apabila Indonesia memiliki surplus demografi, maka sebaliknya Eropa memiliki defisit demografi.
Nah, Islam sudah begitu sempurna untuk dipelajari, dipahami dan diamalkan dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Kesetaraan gender dalam Islam misalnya dapat dilihat dari persamaan hak dalam menuntut ilmu, adanya hak menggugat cerai suami dhalim oleh istri (fasakh), adanya sistem perwalian (perlindungan) terhadap perempuan, perempuan mempunyai hak propertis terutama terhadap maharnya, perempuan berhak memberikan suara atau mengeluarkan pendapat, dan sebagainya. Bahkan dalam Islam tidak ada istilah selir, dimana dalam kasus poligami, hak istri pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah sama.
ngat banyak bentuk perlindungan Islam terhadap perempuan, tidak hanya menyangkut kesetaraan gender. Islam juga melindungi perempuan berdasarkan kepada kodrat penciptaan, sehingga perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan tidak serta merta melahirkan kasus gender (subordinat). Ketika kita sudah yakin bahwa Islamlah agama kita, masihkah kita ingin belajar kepada agama lain? (email: rkhathir79@gmail.com)
Kunjungi juga :
www.serambinewstv.com | www.menatapaceh.com |
www.serambifm.com | www.prohaba.co |
