Serambi MIHRAB
Potensi Zakat Aceh Capai Rp 1,4 Triliun
Hasil penelitian tim Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat
BANDA ACEH - Hasil penelitian tim Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN Ar-Raniry, Banda Aceh bekerja sama Baitul Mal Aceh mengungkapkan potensi zakat se-Aceh pada 2014 mencapai hampir Rp 1,4 triliun. Sedangkan realisasi yang tercapai selama 2014 hanya sekitar Rp 350 miliar, sudah termasuk melalui Baitul Mal Gampong.
Peneliti dari Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M UIN Ar-Raniry, Dr Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad dan Dr Nazaruddin AW mengungkapkan data ini dalam seminar hasil penelitian tersebut di Aula LPTQ Dinas Syariat Islam Aceh, Banda Aceh, Kamis (15/1). Penelitian ini mereka laksanakan di Aceh Timur, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Aceh Barat, Banda Aceh, dan Singkil.
Namun, tim peneliti dari kedua lembaga ini mengadakan focus group discussion (FGD) yang diikuti semua perwakilan lembaga terkait dari 23 kabupaten/kota di Aceh, sehingga hasil penelitian ini diperkirakan hanya berkurang atau meleset sekitar 10 persen dari potensi sesungguhnya.
“Estimasi potensi zakat dari enam kabupaten/kota yang menjadi sampel itu mencapai Rp 349.645.870.087. Kemudian jumlah itu dibagi enam sesuai jumlah sampel kabupaten/kota sehingga hasilnya Rp 58.274.311.881,” kata Kamaruzzaman.
Kamaruzzaman menyebutkan jumlah 58 miliar lebih itu menjadi potensi rata-rata yang bisa didapat di setiap kabupaten/kota yang berjumlah 23 di Aceh ditambah Baitul Mal Aceh, sehingga hasilnya Rp 1.398.583.430.348. “Inilah potensi zakat yang bisa didapat di seluruh Aceh,” ujar Kamaruzzaman.
Kamaruzzaman mengatakan metode penelitian yang mereka gunakan secara pendekatan kualitatif. Pengumpulan data melalui studi akademik (studi naskah), wawancara, observasi, dan FGD. Selain itu mendata setiap sektor potensi zakat, mendata pelaku usaha tiap-tiap sektor, serta mendata penghasilan rata-rata setiap pelaku usaha.
“Kemudian mencatat pendapatan rata-rata yang dikalikan jumlah pelaku usaha dan dikalikan lagi 2,5 persen potensi atau kewajiban membayar zakat,” jelas Kamaruzzaman.
Kewajiban membayar zakat 2,5 persen dari pendapatan setiap tahun, minimal atau tercapai nisab 94 gram emas, seperti yang dimaksudkan Kamaruzzaman itu dikecualikan untuk pendapatan usaha pertanian dan perikanan karena hitungannya berbeda.
Pada kesempatan itu, Nazaruddin AW menyarankan satu cara agar potensi ini bisa dicapai atau setidaknya mendekati potensi, maka Baitul Mal harus meningkatkan program yang menyaluran zakatnya berdampak signifikan terhadap penerima, seperti program membangun rumah duafa dan pemberian beasiswa selama ini.
Sedangkan Kepala Baitul Mal Aceh, Dr Armiadi Musa mengatakan hasil penelitian itu untuk pemetaan, bukan sekaligus menargetkan kepada masing-masing Kepala Baitul Mal kabupaten/kota untuk bisa mengumpulkan zakat sejumlah itu sesuai potensi, seperti sempat dikhawatirkan Kepala Baitul Mal salah satu kota di Aceh saat seminar ini. “Persoalan target capaian, nanti kita bahas kembali,” kata Armiadi.
Selain para Kepala Baitul Mal kabupaten/kota se-Aceh, seminar ini juga diikuti pejabat dari instansi terkait lainnya, seperti dari Biro Isra Pemerintah Aceh, maupun MPU. Turut hadir juga dalam seminar ini Ketua Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M UIN Ar-Raniry, Dr Zaki Fuad Chalil sebagai ketua penelitian ini serta beberapa anggota peneliti lainnya. Seminar dimulai sekitar pukul 09.00 WIB berlangsung kira-kira tiga jam. (sal)