Serambi MIHRAB
Demam Batu Giok Resahkan Ulama
FENOMENA perburuan batu mulia dan demam giok yang kini melanda Aceh, ternyata tidak luput dari perhatian ulama
FENOMENA perburuan batu mulia dan demam giok yang kini melanda Aceh, ternyata tidak luput dari perhatian ulama. Sebagian ulama melihat fenomena ini sebagai hal yang biasa saja, namun sebagian lainnya justru mulai resah dan merasa khawatir. Pasalnya, ada yang meyakini bahwa batu-batu mulia tersebut mengandung berbagai ‘khasiat’, yang justru dikhawatirkan bisa merusak akidah.
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Drs Tgk H Ghazali Mohd Syam, misalnya, mengkhawatirkan kegandrungan masyarakat muslim di Aceh dengan batu giok dan sejenisnya dapat mengarah kepada syirik. Apabila sudah dianggap batu tersebut memberi manfaat dan mudharat.
“Karena ada isu-isu dari beberapa yang mengatakan bahwa khasiat batu giok, dan sejenisnya itu dapat meringankan azab kubur, ringan di padang mahsyar, dan akan memperoleh kekayaan,” ujarnya menjawab Serambi, Kamis (29/1).
Sebab itu, kata Tgk Ghazali dalam hal ini MPU meminta agar masyarakat muslim di Aceh tidak terpengaruh dengan hal-hal tersebut sebab dapat mengarah ke perbuatan syirik. Namun, apabila digunakan sebagai hiasan dan jual beli maka tidak apa-apa.
Pembahasan tentang batu cincin juga sudah pernah dibahas dalam pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI), di Rumoh Aceh Kopi Luwak, Jeulingke, Banda Aceh, Rabu (25/1) malam. Tema yang diangkat tentang “Dosa-dosa Besar dalam Islam” yang kemudian dibukukan dengan judul “Tinta Emas Wartawan Syariah,” bersama tema-tema lainnya. Buku tersebut ditulis oleh Wartawan Serambi Indonesia, Zainal Arifin M Nur dan Arif Ramdan, serta Wartawan Analisa, Muhammad Saman.
Memakai cincin
Seperti yang tertulis dalam buku itu, pada tahun tersebut memakai cincin dengan hiasan batu dari beragam jenis juga sedang menjadi trendi sejumlah kalangan. Tidak jarang, banyak dari pecinta batu cincin itu memakai cincin di ke sepuluh jarinya. Bahkan tak jarang pula banyak yang percaya ada kekuatan (azimat) di dalam batu-batu cincin di jarinya.
Menanggapi hal tersebut, alumnus Al Azhar Mesir, H Zul Anshary Lc yang mengisi pengajian tersebut mengatakan bahwa memakai cincin berhias batu yang sedang trend di Aceh akhir-akhir ini tidak bisa serta-merta dianggap sebagai perbuatan yang menjurus syirik. Banyak dari pecinta batu cincin itu memakainya hanya untuk hiasan.
“Yang jadi masalah adalah ketika ada yang memakai cincin untuk mengharap keberkatan atau karena percaya ada kekuatan yang dikandung dalam batu cincin itu,” jelas Syech Zul Anshary menanggapi pertanyaan dari satu di antara peserta diskusi yang menanyakan tentang hukum memakai batu cincin. Karena ada beberapa orang yang meminta bantuannya membuat batu cincin kerap mengait-ngaitkan batu itu dengan hal-hal mistis.
Menurutnya, pemahaman yang salah seperti itu, sebenarnya sudah berkembang sejak cukup lama, dan tidak hanya di dalam masyarakat Aceh saja. Tapi juga di jazirah Arab, tempat lahirnya Islam. Saking parahnya, ada orang Arab yang berani membuat hadis palsu untuk membenarkan hal ini.
Beradasarkan penelusuran yang dilakukan penulis buku tersebut dari situs sabdaislam.wordpress.com, setidaknya ada tiga hadis yang bisa dikategorikan palsu (karena maudhu’ pada sanad-nya) yang terkait dengan pemakaian batu akik ini.
Di antara bunyi hadis itu adalah “Pakailah cincin akik, karena seseorang tidak akan ditimpa kesedihan selama ia memakainya.” Hadis ini maudhu. dan diriwayatkan oleh Ali bin Mahrawiyah. Dalam sanadnya terdapat seorang bernama Daud bin Sulaiman al-Ghazi al-Jarjani yang oleh Ibnu Muin dinyatakan sebagai pendusta. Adz-Dzahabi berkata, “Dia adalah syekh kadzdzabin (biang pendusta).”
“Gunakanlah cincin akik karena ia dapat menyukseskan segala urusan, dan tangan kanan lebih patut untuk dihiasi.” Hadis ini maudhu’ dan diriwayatkan oleh Ibnu Asakir IV/291 dalam mengetengahkan biografi al-Hasan bin Muhammad bin Ahmad bin Hisyam as-Sulami, dengan sanad dari Abi Ja’far Muhammad bin Abdullah al-Baghdadi, dari Muhammad bin al-Hasan, dari Muhammad Ath-Thawil, dari Anas ra.
Ibnu Hajar dalam al-Lisan II/269 berkata,” Tidak diragukan lagi bahwa hadis ini maudhu’, namun saya tidak mengetahui siapa yang memalsukannya.” Pernyataan ini dikukuhkan oleh as-Suyuthi dalam al-La’ali 11/273.
Sebab itu, Syech H Zul Anshary berharap agar menghindari perbuatan yang menjurus pada pemujaan terhadap benda atau makhluk Allah. “Karena hal-hal seperti itu bisa menjurus pada perbuatan menyekutukan Allah. Pendapat saya, karena tidak ada hadis yang melarang pemakaian cincin berhias batu (tanpa unsur emas), jadi silakan pakai saja sebagai hiasan. Tapi jangan pernah terbersit bahwa batu itu bisa membantu kita di saat-saat sulit. Karena itu bisa menjurus kepada dosa besar (syirik),” demikian H Zul Anshary.
Sependapat dengan MPU
Sementara itu, Ketua Umum DPP Gabungan Pecinta Batu Alam (Gapba) Aceh, Nasrul Sufi mengatakan sependapat dengan MPU Aceh agar masyarakat tidak meyakini hal-hal yang mengarah ke syirik. “Bagi kami batu itu untuk seni, keindahan, dan hobi,” katanya menjawab Serambi, Kamis (29/1). “Semua batu itu ciptaan Allah dan sepatutnya kita memohon dan meminta kepada Allah itu yang cocok. Bagi kawan-kawan ada yang masih berpikir bisa mensukseskan berbagai hal, maka jangan sampai kita percaya pada selain rukun iman. Allah-lah yang lebih tepat kita meminta bukan pada batu,” ujarnya.