Kebakaran Bank Aceh
Akhir Tragis Operator IT
RABU pagi, 22 April 2015 menjadi hari paling memilukan bagi keluarga Yudesri (32), operator IT Kantor Pusat Operasional
RABU pagi, 22 April 2015 menjadi hari paling memilukan bagi keluarga Yudesri (32), operator IT Kantor Pusat Operasional Bank Aceh di Banda Aceh. Yudesri adalah korban tewas pada musibah terbakarnya gedung kantor berlantai empat di Jalan Tgk Daud Beureueh, Banda Aceh, tempat Yudesri bertugas.
Tragis memang. Begitulah gambaran akhir perjalanan hidup dan karier Yudesri, laki-laki kelahiran Medan, 5 Desember 1983 tersebut. Jenazahnya ditemukan hangus dan nyaris tak berbentuk di ruangan lantai II gedung Kantor Pusat Operasional Bank Aceh. Yudesri diduga terjebak di ruangan ketika kepulan asap dan kobaran api mengurung bangunan kantor tersebut sekitar pukul 06.00 WIB. Jenazah Yudesri berhasil dievakuasi oleh tim gabungan sekitar pukul 09.30 WIB.
Menurut informasi yang dihimpun Serambi, ketiga musibah itu terjadi, Yudesri bertugas menggantikan seorang rekannya. Biasanya, lelaki periang yang merupakan suami dari Yuni Ramadhan (30) ini, setiap malamnya pulang dulu ke rumah kontrakan mereka di Gampong Cot Lamkeuweuh, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh untuk makan malam dan berganti pakaian.
Pada Selasa malam itu, karena suami tidak pulang, sang istri memilih bermalam di rumah kakak iparnya, Lidya di Blang Oi, tak jauh dari rumah mereka. Sontak ketika mendapat kabar Bank Aceh terbakar, pagi-pagi sekitar pukul 06.30 WIB keluarga pun langsung meluncur ke lokasi kejadian.
“Yuni langsung pingsan di tempat. Ketika sadar ia histeris dan berteriak-teriak 'aku ikut bang, bawa aku pergi,” ujar Lidya dengan airmata berderai menirukan ucapan yang terlontar dari mulut adik iparnya.
Abang ipar korban, Aris menuturkan, sebelum tragedi itu terjadi sempat ada komunikasi telepon antara Yudesri dengan dirinya. Dengan suara panik korban melaporkan Bank Aceh terbakar dan dirinya terjebak di kobaran api. Namun ketika Aris coba menghubungi lagi, tak ada lagi respons.
Aris menyesalkan lambannya pertolongan terhadap korban. Aris mengaku sempat adu mulut dengan petugas yang dinilainya tidak manusiawi. “Terlepas dari suratan takdir Ilahi, tetapi saya benar-benar kecewa karena lambatnya pertolongan, termasuk proses evakuasi,” kata Aris.
Sekitar pukul 09.30 WIB, ketika jenazah Yudesri sudah berada di Kamar Mayat RSUZA untuk kepentingan autopsi, tangis histeris pun pecah lagi. Kesedihan bukan hanya menyelimuti sang istri dan kerabat tetapi juga ibu-ibu Dharma Wanita Bank Aceh yang mendampingi jenazah korban.
Dari RSUZA, jenazah Yudesri dibawa pulang ke rumah duka di Cot Lamkeuweuh dan dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) desa tersebut. “Yudesri bersama keluarganya belum dua tahun menyewa rumah dan menetap di desa ini,” kata seorang warga Cot Lamkeuweuh. Sedangkan di status kependukukan, Yudesri tercatat sebagai warga Dusun Ajuen Guci, Gampong Jeumpet Ajuen, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar. “Keluarga tidak punya firasat apa-apa dan almarhum juga tidak meninggalkan pesan-pesan sebelum pergi,” ujar kakak ipar korban sambil menahan sedih.
Ketika Serambi menyambangi rumah duka, mendapati Yuni, istri korban terkulai lemas di hadapan jasad sang suami yang membujur kaku. Pandangannya terlihat nanar, sementara matanya tak putus mengalirkan tangis. Sedu sedan itu mengiringi lantunan Surah Yasin yang dibacakan lirih memenuhi ruangan tamu keluarga kecil tersebut. Beberapa kali Yuni terlihat dipapah oleh saudara dan tetangga yang datang melayat karena tak kuat menghadapi kenyataan itu. Pasangan muda ini sudah membina biduk rumah tangga selama lima tahun namun belum dikarunia buah hati. Kenyataan inilah yang membuat Yuni semakin terpukul karena merasa dirinya tinggal sebatang kara.(nurul hayati)