Lebaran Internasional di Gampong Aree

SELALU ada yang berbeda setiap kali saya berlebaran di Gampong Aree, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie

Editor: bakri
DERETAN mobil bernopol luar daerah di pekarangan Masjid Gampong Aree, Kecamatan Delima, Pidie, Senin (20/7).SERAMBI/ZAINAL ARIFIN 

SELALU ada yang berbeda setiap kali saya berlebaran di Gampong Aree, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie, Aceh. Tidak melulu bicara tentang tradisi perang meriam bambu, belakangan beralih ke meriam karbit, ada banyak cerita menarik di permukiman warga yang terdiri atas 14 desa ini.

Deretan mobil mewah yang terparkir di depan meunasah dan pekarangan masjid menjadi pemandangan umum pada hari-hari Idul Fitri di perkampungan yang berjarak sekitar 8 kilometer dari Kota Sigli, ibukota Kabupaten Pidie ini. Mobil-mobil aneka merek, mulai dari Toyota, Honda, Nissan, hingga Jeep Rubicon, ini umumnya menggunakan nomor polisi luar daerah. Seperti BM (Riau), BH (Jambi), BG (Sumsel), dan BE (Lampung).

Tapi, pemandangan seperti ini bukanlah hal yang aneh bagi warga beberapa desa lainnya di Kabupaten Pidie, kabupaten yang terkenal dengan tradisi merantau. Selain deretan mobil para pemudik dari berbagai kota di Sumatera, ada hal menarik lainnya saat berlebaran di Gampong Aree.

Jangan heran, jika saat bertamu ke sebuah rumah di sini, Anda akan melihat anak-anak berbicara bahasa Inggris yang fasih. Sebab, ratusan penduduk asal gampong ini telah menjadi warga negara asing, terutama Australia dan Malaysia.

Pada Lebaran tahun ini, misalnya, saya berjumpa teman lama yang kini sudah menjadi warga Negara Selandia Baru (New Zealand). Irwan Hasballah (38). Dia mudik bersama istri dan tiga anaknya yang kesemuanya berstatus WN New Zealand.

Meski kerap bertutur dalam bahasa Inggris, anak-anak Irwan juga sangat fasih berbicara bahasa Aceh dan Indonesia. Irwan menuturkan, kepulangan ke kampung halaman pada musim libur Lebaran akan mendekatkan anak-anaknya dengan budaya dan tradisi Aceh.

“Kalau anak saya yang tua sudah sangat lancar berbahasa Aceh. Kalau yang nomor dua, ketika di New Zealand ataupun Australia, sering nggak mau ngomong dalam bahasa Aceh. Tapi kalau sudah sampai di kampung kan terpaksa, kalau tetap ngotot bicara Inggris, dia tak akan punya teman,” kata Irwan.

Maka, rumah orang tua Irwan di Gampong Uleetutue Raya, Kemukiman Gampong Aree, menjadi salah satu rumah yang kerap terdengar anak-anak bertutur dalam bahasa Inggris. “Kalau bicara dengan kami, mereka kerap pakai bahasa Inggris. Tapi dengan saudara atau teman-teman sebaya di kampung pakek bahasa Aceh,” kata pria beristrikan wanita asal Aceh Barat, yang kini juga telah menjadi WN New Zealand.

Penelusuran dan pengamatan Serambi, pada Lebaran tahun ini terjadi penambahan hingga 200 mobil di Gampong Aree. Mobil-mobil yang sebagiannya masuk kategori mewah ini, umumnya milik perantau yang berprofesi sebagai penjual pupuk dan alat-alat pertanian di sejumlah kota besar di Sumatera. Sebagian lainnya milik para perantau di kota-kota di Aceh, dan milik para perantau dari luar negeri.

Karena banyaknya mobil, sebagian tidak tertampung di pekarangan rumah, sehingga harus diparkir di pekarangan meunasah, masjid, hingga di badan jalan.

Beberapa warga yang ditemui Serambi memperkirakan, jumlah warga asal Gampong Aree yang menetap dan tinggal di luar daerah mencapai ribuan. Untuk luar negeri, sebagian besar tinggal di Malaysia, Australia, hingga Kanada.

Jadilah, setiap Lebaran Gampong Aree selalu ramai dengan warga asing, dalam artian wajahnya jarang terlihat, maupun warga negara asing dalam arti sebenarnya, karena mereka telah menjadi warga negara lain.

Setelah Lebaran selesai, Gampong Aree akan kembali sepi dan kehilangan sebagian besar anak-anak muda tamatan SMA. Itu karena, setiap kali para perantau ini mudik, mereka pasti akan mengajak anak-anak muda tamatan SMA untuk ikut merantau.

Di perantauan, mereka akan diajarkan cara berniaga. Jika dianggap punya kemampuan, akan diberikan modal untuk memulai usaha di perantauan. Kalau sukses, maka pada Lebaran beberapa tahun mendatang, anak-anak muda yang dulunya pengangguran ini, pulang dengan mobil keluaran terbaru. Mereka kemudian akan mengajak para pemuda lainnya untuk merantau.

Jika ada yang beruntung tembus ke luar negeri, maka akan bertambah pula jumlah warga negara asing yang berlebaran di Gampong Aree. Ujung-ujungnya, kehadiran anak-anak mereka yang bertutur dalam bahasa Inggris, memberi suasana internasional saat berlebaran di Gampong Aree.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved