GeRAK Aceh Gelar Aksi Tolak Revisi UU KPK
Puluhan aktivis Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh dan siswa Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA) menggelar aksi demo
BANDA ACEH - Puluhan aktivis Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh dan siswa Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA) menggelar aksi demo di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Kamis (8/10), sekitar pukul 10.30 WIB.
Mereka menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) yang dilakukan Komisi III DPR RI, karena dianggap sebagai upaya pelemahan KPK. Aksi damai tersebut dikawal ketat pihak Polresta Banda Aceh.
Koordinator GeRAK Aceh, Askalani, mengatakan, pihaknya mewakili masyarakat Aceh menolak revisi tersebut yang dinilai menyelamatkan para koruptor. “Kami melihat revisi itu bukan untuk kepentingan publik, tapi kepentingan segelintir elit partai yang didorong oleh para koruptor,” ujarnya, Kamis (8/10).
Padahal lanjutnya, Presiden Jokowi sudah menolak RUU tersebut karena dianggap bakal melemahkan KPK, namun pembahasan mengenai Revisi UU itu kembali muncul. Menurut dia, revisi tersebut sangat dipengaruhi oleh kinerja KPK selama ini.
“KPK berhasil mengungkap kasus bansos (bantuan sosial) di Sumut (Sumatera Utara) yang menyeret elit partai, melalui operasi tangkap tangan. Inilah kelebihan KPK yang membuat gerah elit partai,” kata dia.
Dia juga mengapresiasi partai politik seperti PAN, PKS dan Gerindra yang menolak revisi UU KPK tersebut. “Kami menunggu gerakan yang dibangun kawan-kawan nasional, kalau kawan-kawan melakukan gugatan, kami akan ikut serta,” pungkasnya.
Sementara itu, Badan Pekerja GeRAK Takengon, Waladan Yoga, melalui siaran persnya, Kamis (8/10), menyatakan, wacana DPR untuk merevisi Undang-Undang KPK merupakan tindakan yang tidak penting. Bahkan kata dia, ada kejanggalan terkait revisi yang dilakukan secara tiba-tiba itu.
“Jika melihat Program Legislasi Nasional, UU KPK bukan prioritas untuk dibahas tahun 2015. Tapi mengapa DPR sangat memaksakan kehendak untuk merevisi UU KPK tahun ini?” ujar Waladan.
Dia menambahkan, klausul pasal yang ingin diubah seperti kewenangan penyadapan harus seizin Pengadilan Negeri juga menimbulkan tanda tanya besar bagi pihaknya. “Kalau kasus itu menimpa hakim di Pengadilan Negeri, lalu harus minta izin sama siapa?” tandas dia.(ed)