Mak Lapee

DI KABUPATEN Aceh Barat Daya, hampir 100 tahun lalu, dikenal seorang tukang cerita bernama

Editor: bakri

Karya Ihwan Manggeng

DI KABUPATEN Aceh Barat Daya, hampir 100 tahun lalu, dikenal seorang tukang cerita bernama Mak Lapee. Trubador ini berasal dari Blang Manggeng, Manggeng. Lapee dalam bahasa Aceh berarti lumpuh. Nama asli Mak Lapee adalah M. Yahya. Tapi kenapa kemudian dia dipanggil Lapee bukan tanpa alasan. Pada saat mengalami kelumpuhan, M. Yahya menemukan sebuah teknik bercerita atau peugah haba yang disebut sebagai dangderia.

Sejak awal M. Yahya memang memiliki keistimewaan, yakni kemampuan berkisah dan merangkai kata beralur menarik, indah dan bersajak seperti lazimnya ditemukan dalam pantun atau hikayat Aceh. Melalui tuturannya, segala kejadian dan cerita menjadi lebih indah dan menghibur. Dia juga aktif dalam berbagai seni tradisi seperti seudati. Perpaduan antara kemampuan verbal dan spontanitas dalam merespon setiap kejadian di depan matanya membuat dia menjadi menjadi sosok yang digandrungi dalam pergaulan sehari hari. Dia adalah seorang master.

Selain dalam bentuk hikayat, pada masa itu kisah atau cerita disampaikan dengan cara dituturkan. Di Pantai Barat Selatan tradisi penceritaan seperti ini menarik minat banyak orang. Tukang cerita memasuki wilayah publik. Para tukang cerita menuturkan kisah ini di meunasah-meunasah, tempat anak mudah tidur malam hari, atau pun di balai-balai pengajian menjelang tidur. Kisah-kisah dituturkan di ‘pui padee” di sela-sela waktu istirahat, juga di di ‘jambo keumiet drien’ sambil mengisi waktu menunggu durian jatuh dan menunggu pagi datang. Orang-orang yang mambantu tuan rumah mempersiapkan hajatan, pun sering dihibur oleh tukang cerita.

M. Yahya adalah yang paling menonjol dari generasi ini. Akan tetapi M. Yahya tidak berhenti sampai di situ. Dia memimpikan cerita-ceritanya bisa di kembangkan sehingga menjadi lebih dramatis dan menarik. Sejak saat itu M Yahya terobsesi utuk menjejalahi bentuk seni tutur ini sampai menemukan yang dianggapnya paling memadai.

Dan dalam proses pencarian inilah M Yahya jatuh sakit. Dia menderita sakit panas yang berkepanjangan, hingga menjadi lumpuh. Penderitaan ini mengakibatkannya suka melantur atau meuleetee-leetee dalam bahasa Aceh. Lanturannya itu dalam bentuk bertutur dan berdendang sendiri. Kebiasaannya melantur begini terbawa sampai ketika dia sembuh dari sakit. Sehingga ada sebagian orang menganggap M. Yahya sudah menjadi gila karena sering berdendang, bertutur dan berakting sendiri.

Apa yang dialami M. Yahya sebenarnya hal yang biasa dalam ilmu psikologi. Ini dikenal sebagai proses bagi seorang pemikir atau seniman dalam usaha mematangkan konsep kerjanya. Sehingga dalam keadaan seperti ini, sering kita lihat, misalnya, seorang koreografer bergerak dan menari sendiri kapan dan dimanapun. Mungkin di mata orang awam ini adalah gila.

Setelah sembuh dari sakit M. Yahya mulai menemukan bentuk dari pencarian seninya.Dia mulai membalut bantal dengan tikar pandan, membuat pedang dari pelepah kelapa. Bantal dan pedang digunakan sebagai properti dalam berakting dan juga sebagai alat untuk menciptakan musikalitas. Cerita yang pertama kali dibawakan olehM. Yahya dengan cara ini adalah Dangderia. Dangderia kemudian menjadi salah satu penemuannya yang paling penting, ditabalkan sebagai jenis kesenian tutur ini, serta mempengaruhi seni tutur PMTOH di kemudian hari.

Cerita tutur gaya baru ini menjadi kejutan bagi publik saat itu. Mereka yang dulunya melihat cerita dituturkan secara biasa, tapi sekarang di tangan M Yahya menjadi lebih aktraktif dan dramatis. Sejak saat itu dengan kondisi masih lumpuh alias lapee, M Yahya mulai dipanggil keacara kenduri. Publik menyambut hangat kehadiran tukang cerita lapee ini, karena dia cerita-cerita yang dibawanya menjadi lebih segar dan menarik. Mak Lapee atau Apa Lapee, begitu dia dipanggil saat itu, menerima undangan untuk tampil peugah haba hampir di seluruh penjuru di Pantai Selatan dan Barat.

Disamping sebagai tukang cerita, Mak Lapee juga dikenal saat itu ahli memainkan bansi alias seruling. Dia mampu meniup seruling dengan satu nafas tanpa henti bahkan sampai 15 menit atau lebih. Kemampuannya meniup seruling demikian lama, tak pelak membuat publik berpikir dia memiliki kekuatan magis. Dalam pengetahuan musik hal ini sebenarnya sangat lumrah. Dengan berlatih khusus seorang musisi alat tiup bisa menjaga jumlah dan tekanan udara dalam rongga mulutnya tetap sama sekaligus dia juga melakukan pernafasan.

Dedikasi Mak Lapee pada pengembangan seni tutur ini selanjutnya tidak hanya mampu memperkenalkan peugah haba hingga diterima menjadi suatu entitas seni sastra tradisi, dia juga mencetak murid-murid yang mewarisi seni tutur ini. Murid Mak Lapee yang paling utama adalah Tgk. Adnan PMTOH yang saat itu juga berasal dari Manggeng Aceh Selatan. Lebih muda dari Tgk. Adnan adalah Zulkifli atau bang Zul yang berasal dari Lhok Pawoh Manggeng dan yang terakhir dan lebih muda dari bang Zul adalah putranya beliau sendiri yaitu Muda Balia Manggeng. Ada juga tukang cerita lain yang muncul yang belajar secara tidak langsung, seperti Nek Indra Patra dan juga Ali Meukek.Salah seorang murid Tgk. Adnan PMTOH adalah Jakfar PMTOH dari Aceh Utara. Sementara Zulkifli sendiri mempunyai murid yang lebih muda, yang dikenal dengan nama Muda Balia yang berasal dari Bakongan Aceh Selatan.

Zaman berganti, generasi baru mucul, alternatif hiburan semakin banyak yang perlahan menggeser dominasi peugah haba. Diakhir kiprahnya sesekali Mak Lapee diundang dan tampil dengan sisa tenaga dan nafasnya yang sudah pendek. Maestro ini meninggal dalam kemelaratan dan kemiskinan belasan tahun silam, tanpa ada pejabat dan politisi yang hadir, tanpa media yang menulis, tanpa penghargaan dan bintang jasa. Sayang ka u blang gaseh ka u glee/Oh habeh guna han so ingat lee/Boh rang kilah boh rang kileh/Ceurita lon ka habeh sebab umu ka jula/Umu ka jula nasib meusampo/Bak Allah sidro jino lon gisa.

* Ihwan Manggeng, seorang seniman teater dan peugah haba. Produser untuk beberapa acara televisi. Tinggal di Jakarta.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved