KUPI BEUNGOH
Daud Beureueh Legacy
Jadi sangat tepat memang, untuk mengatakan bahwa hampir-hampir saja, kita tidak dapat meninggalkan Daud Beureueh ketika membicarakan Aceh dewasa ini.
NARASI Aceh kini dimenangkan oleh Daud Beureueh, atau lebih tepatnya generasi Daud Beureueh , yang tumbuh dengan menyusun batu-bata kesadaran mengenai identitas diri yang dikoyak oleh Perang Kolonial yang berkepanjangan.
Generasi itu membangun sebuah kesadaran melalui agama. Sebuah kesadaran yang membentuk garis panjang yang membentang, ikut mewarnai rentang sejarah.
Jadi sangat tepat memang, untuk mengatakan bahwa hampir-hampir saja, kita tidak dapat meninggalkan Daud Beureueh ketika membicarakan Aceh dewasa ini.
Dapat dikatakan pula, hal-hal yang sedang kita bincangkan hari ini, mulai dari narasi besar politik, bangunan kebudayaan, arus gerak sejarah, pola keberagamaan, karakter pendidikan dan gagasan kemandirian ekonomi.
Daud Beureueh tumbuh besar dengan melihat langsung penderitaan orang Aceh ketika semakin terdesak oleh Perang Kolonial.
Perang yang meluluh lantakkan setiap sendi, setiap sudut, dan setiap kebanggan orang Aceh sebagai sebuah negeri yang berdaulat.
Perasaan dihinakan dan penderitaan yang mendalam kemudian diterjemahkan sedemikian rupa. Bahkan melalui tindakan yang nekad sekalipun.
Marwah kemudian bagi orang Aceh menjadi sangat penting, sebab dia-nya menjadi penimbang atas segala laku bagi orang Aceh itu sendiri. hal itu yang disadari dengan keinsyafan yang mendalam.
Meminjam gagasan kemajuan yang diterima dari Barat dan Dunia Islam saat itu, maka Aceh kembali menyusun barisannya kembali.
Duka yang mendalam akibat perang Kolonial yang kejam kemudian berganti dengan tatapan optimis. Suasana kebatinan seperti ini memang acapkali gagal dipahami apabila kita tidak membaca dengan mendalam publikasi yang diterbitkan pada zaman itu.
Disinilah peran Daud Beureueh dan generasinya. Kemampuan mereka menjaga imajinasi diri melampaui sekat dan batas teritorial, membuat Aceh kembali berdenyut.
Apa yang dilakukan oleh Daud Beureueh adalah luar biasa, ketika warisannya pada lapangan politik Aceh adalah mentransformasikan peran ulama, dari panglima perang kemudian dijadikan sebagai pemimpin politik sekaligus.
Sebuah pekerjaan itu tidak pernah terbayangkan sejak Aceh masih berdaulat penuh secara politik.
Lalu apa yang dilakukan oleh Daud Beureueh untuk membangun hal tersebut? Secara politik hal tersebut bermula dari peranan PUSA yang dipimpinnya terus memproduksi pengetahuan tentang apa seharusnya membangun Aceh paska perang.
Maka yang pertama didorong adalah pembentukan madrasah-madrasah di seluruh Aceh.
Daud Beureueh sadar bahwa mendirikan madrasah sebagai usaha Aceh untuk menuju ketertinggalan dari dunia modern, sekaligus tidak meninggalkan agama, sebagai modal dasar sebagai orang Aceh.
Kesadaran yang secara treatikal diperlihatkan oleh A. Wahab Seulimeum, yang mentransformasikan dayahnya menjadi Perguruan Islam Seulimeum, tempat yang juga Ali Hasjmy pernah menjadi guru.
Dengan cerdik, madrasah lalu menjadi tempat perkecambahan kelompok terdidik Aceh. Yaitu mereka menguasai agama, sekaligus menguasai ilmu-ilmu sosial.
Dua syarat yang memungkinkan mereka menjadi pemimpin di tengah masyarakat.
Jadi, produk dari pendidikan madrasah ini kemudian menjadi penyangga dari struktur sosial Aceh yan baru, terutama menjelang Perang Asia Pasifik.
Puncaknya adalah ketika terjadi perubahan besar pada masa revolusi nasional. Penyangga ini pula yang kemudian menjadi bandul kekuatan dalam pergolakan Darul Islam Aceh.
Namun di balik itu semua, Daud Beureueh memainkan peran yang besar sebagai poros dari kebangkitan Aceh tersebut. Apapun latar belakang politik, sosial dan keagamaan, berada di bawah kontrolnya.
Modal apa yang dimiliki Daud Beureueh ? Jawabannya ada pada kharisma dan otoritas moral.
Kharisma bersumber dari kemampuannya membaca zaman dan kepemimpinan.
Sedangkan otoritas moral adalah posisinya sebagai ulama, sehingga sebuah tempat rakyat Aceh berlabuh dan memberikan kepercayaannya.
Bahwa sebagai masyarakat yang tumbuh dalam ingatan keagamaan, maka ulama selalu-lah mendapatkan posisi yang tinggi dalam struktur sosial di Aceh.
Kini Aceh terus bergerak maju ke depan. Sepintas lalu, apa yang dicita-citakan oleh generasi Daud Beureueh seperti semakin menampak hasilnya.
Diantaranya adalah formalisasi Syariat Islam. Cita-citanya, untuk menjadikan apa yang pernah Daud Beureueh sebut“...bahwa Sjari’at Islam tjukup luas sempurna dan hidup, mentjukupi segala bidang hidup dan kehidupan manusi.,” Mulai bergerak ke depan dan masuk kepada lapisan kehidupan masyarakat Aceh.
Hal itu dapat dilihat dari qanun aqidah, pidana, ekonomi, kemudian nanti menyentuh pembinaan keluarga dan juga politik.
Apa yang telah dilakukan oleh generasi Daud Beureueh kini telah menjadi legacy (pusaka/warisan) bagi generasi sekarang.
Tentu ini adalah dorongan kepada generasi hari ini untuk melakukan hal serupa, bahkan lebih, guna memberikan warisan kepada generasi mendatang. [Muhammad Alkaf, Dosen Politik Islam di Fakultas Syariah IAIN Langsa, juga aktif berkhidmat di Yayasan Pendidikan Ali Hasjmy].