Opini

Selamat Datang Pak Soedarmo

BERITA yang sebelumnya simpang siur terkait dengan sosok yang akan ditunjuk pemerintah pusat

Editor: bakri
Mayjen Purn Soedarmo 

Oleh Usamah El-Madny

BERITA yang sebelumnya simpang siur terkait dengan sosok yang akan ditunjuk pemerintah pusat sebagai penjabat Gubernur Aceh, akhirnya terkonfirmasi dengan berita Serambi Indonesia, Rabu (26/10) dan Jumat (28/10).

Mayjen TNI (Purn) Soedarmo yang saat ini menjabat Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ditunjuk sebagai Penjabat Gubernur Aceh, untuk mengisi kekosongan kepala daerah Aceh karena gubernur definitif “nekat” maju dalam pertarungan Pilkada 2017.

Tentu, pemerintah pusat punya pertimbangan tersendiri terkait siapa yang ditunjuk untuk memimpin Aceh selama proses Pilkada yang salah satu tugas pokoknya menyukseskan dan memastikan Pilkada Aceh berjalan secara baik dan berkualitas.

Saya yakin salah satu pertimbangannya adalah bahwa pemerintah pusat yakin dan tahu betul bahwa Aceh dan rakyat Aceh adalah sebuah entitas yang sangat terbuka dan menghargai kemajemukan, termasuk keterbukaan menerima pemimpin dan kepemimpinan yang datang dan atau didatangkan dari luar Aceh. Bukan hanya hari ini. Pada masa Kerajaan Aceh tempo doeloe, Aceh juga pernah dipimpin oleh pemimpin dari luar.

Dengan demikian saya kira bagi masyarakat Aceh penunjukan Penjabat Gubernur dari luar Aceh --apalagi hanya untuk masa transisi-- bukanlah masalah. Yang justru menjadi masalah adalah ketika Sang Penjabat Gubernur tidak mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi sosial masyarakat Aceh.

Tapi saya yakin dengan rekam jejak yang dimiliki Mayjen TNI (Pur) Soedarmo mantan pejabat Badan Intelijen Negara (BIN) ini akan mampu menyesuaikan diri dengan dinamika mutakhir di Aceh, serta dengan berkolaborasi dengan berbagai pihak akan mampu memfasilitasi proses transisi di lingkungan pemerintah Aceh.

Bahan renungan
Sekalipun tidak meragukan kemampuan Pak Soedarmo, saya ingin menyampaikan beberapa pesan sebagai bahan renungan saat beliau menginjak kakinya di bumi Aceh, sebagai Plt Gubernur Aceh.

Pertama, bumi Aceh dan rakyat Aceh adalah tempat yang ramah bagi tamu. Tamu yang baik dengan niat yang baik akan selalu mendapat tempat yang nyaman, tidak hanya di tanah Aceh tetapi juga di hati rakyat Aceh. Melihat tugas pokok dan fungsi Bapak sebagai Penjabat Gubernur Aceh maka Bapak adalah tamu yang baik sekaligus punya niat baik. Karena itu, begitu tiba di Aceh, jangan ragu berbuat baik untuk Aceh.

Karakter khas orang Aceh ibarat struktur rumah adat Aceh. Ketika pertama masuk rumah terlebih dulu harus naik tangga yang agak tegak dan tinggi dengan pintu yang relatif rendah dan sempit, sehingga sedikit menyusahkan bagi tamu yang pertama berkunjung. Tetapi ketika telah masuk dalam rumah, sang tamu akan melihat ruangan yang luas dan sambutan tuan rumah yang begitu memuliakan tamu.

Sebelum tiba di Aceh boleh saja Bapak mendengar bermacam cerita terkait dengan fanatisme Aceh, tetapi begitu Bapak menjadi tamu yang baik dengan niat yang baik, maka Bapak akan diterima sebagai keluarga Aceh.

Bapak akan leluasa bekerja dan bahkan akan dibantu. Ada pepatah Aceh yang perlu menjadi referensi Bapak untuk hari-hari selanjutnya di Aceh. Meunyoe ka tatueng hate ureung Aceh, boh kreh jeut ta raba. Tapi meunyoe hate ka teupeh, bu leubeh han geupeutaba. Tentu saya tidak menerjemahkan di sini maksud pepatah ini. Biar Bapak sedikit penasaran. Saat cooffe morning pertama di Aceh tanyalah makna dari filosofi ini kepada Ketua Majelis Adat Aceh (MAA). Insya Allah Ketua MAA akan menginspirasi Bapak terkait filosofi keacehan yang akan memudahkan kerja-kerja Bapak selanjutnya.

Kedua, begitu tiba dan bertugas di Aceh akan banyak pihak yang merapat ke Bapak, karena Bapak pun tahu bahwa kekuasaan itu ibarat cahaya yang suka dikerumuni laron. Soal ini tentu sama saja di semua tempat, tidak beda Aceh dengan Jakarta. Saya yakin untuk hal ini Bapak tidak akan terkejut dan barangkali sudah berpengalaman.

Semua pihak boleh “memberi masukan” kepada Bapak untuk kebaikan Aceh. Tapi di Aceh ada juga adagium adat bak Poe Teumeureuhom hukom bak Syiah Kuala.

Setiba di Aceh ada pihak-pihak yang harus Bapak datangi, karena pihak ini tidak akan menjumpai Bapak bila Bapak tidak memintanya. Pihak ini tidak memberi saran kepada Bapak bila Bapak tidak meminta nasihat darinya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved