In Memoriam Fakhrurradzie Gade, Selamat Jalan Sang Editor
Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen Banda Aceh itu menghembuskan nafas terakhir Jumat malam (11/11/2016) pukul 23.00 WIB di Rumah Sakit..
Penulis: Muslim Arsani | Editor: Yusmadi
Berita terakhir ia tulis melaporkan tentang "Masyarakat Aceh Diajak Lawan Intimidasi" dimuat pada 8 November 2016, tiga hari sebelum kepergiannya menghadap Sang Khalik. Sebetulnya Dhandy akan menemui almarhum tiga hari lagi di Aceh.
"Dzie, kenapa ga nunggu barang 3 hari lagi? Kamu kan tahu aku mau datang," ucap penulis buku "Jurnalisme Investigasi" itu.
Jurnalis terbaik
Kepergian Radzie membawa duka mendalam bagi dunia jurnalis di Aceh. Para insan pers di Aceh telah kehilangan sosok jurnalis yang tekun, ramah, bersahaja, santun, pekerja keras dan konsisten menegakkan kode etik jurnalistik.
"Di tengah problemmu, kau terus menjaga roda organisasi AJI Banda Aceh terus berjalan. Beberapa pertemuan nasional justru kau yang kerap hadir. Idealismu tentang pers yang independen, yang tak mengalah kepada pasar atau pun kekuasaan, tak lekang, tidak seperti tubuhmu yang terlihat kepayahan," ujar Arfi Bambi, Sekjen Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.
Peneliti Human Rights Watch Andrea Harsono menyebut sosok Radzie adalah wartawan yang berkualitas yang mengedepankan subtansi.
"Kepergian yang mengejutkan. Saya kira dia salah satu wartawan terbaik Aceh dalam 100 tahun terakhir," ujar mantan jurnalis The Jakarta Post itu di kolom komentar faceboknya.
Dalam dua tahun terakhir almarhum memang sering masuk keluar rumah sakit. Diagnosa medis menyebutkan almarhum menderita komplikasi penyakit.
Sejak saat itu Radzie kehilangan berat badan drastis. Namun semua cobaan itu ia jalani dengan sabar. Di saat-saat sulit seperti itu, Radzie juga masih sempat meliput berita dan bergaul dengan sesama jurnalis.
Ia kerap mendatangi Kantor AJI Banda Aceh di Batoh, Banda Aceh menemui rekan-rekannya, bahkan menulis berita bersama.
Hingga kini ia juga tercatat sebagai stringer Kantor Berita Associated Press (AP) Jakarta. Tapi takdir berkata lain. Allah menyayanginya. Radzie menghembuskan nafas terakhir Jumat malam (11/11) pukul 23.00 WIB di Rumah Sakit Pertamedika, Banda Aceh di usia 37 tahun.
Lebih dari seorang jurnalis, sosok Radzie adalah sahabat yang supel, menyenangkan dan murah senyum dan memiliki jaringan yang luas.
Bagi para mahasiswa dan jurnalis pemula, sosok Radzie dianggap sebagai seorang guru yang ramah, hangat dan rendah hati. Ia kerap menjadi pemateri dalam berbagai forum pelatihan jurnalistik.
Hari-hari terakhir
Kepergian Radzie bagai petir di siang hari. Banyak pihak seolah tak percaya. Sejak Jumat malam jejaring sosial, facebook, twitter dan instagram dan pesan singkat dibanjiri ucapan duka. Para netizen menyuarakan rasa kehilangannya dengan bermacam ekspresi.
"Saya mengenalnya sejak sebelum pulang ke Aceh. Tulisannya di Acehkita, bersama tulisan kawan-kawan lain di media itu, sejak dulu selalu menjadi referensi kami di luar negeri. Penuh data," kenang mantan Juru Runding GAM di Swedia Munawar Liza di laman facebooknya.