Opini

Menjadi Orang Tua Siaga

MARAKNYA berita penculikan via media sosial yang mencuri perhatian kita, menimbulkan kepanikan yang luar biasa

Editor: hasyim
SERAMBITV.COM
Kapolri Jenderal Tito Karnavian 

Oleh Rini Wulandari

MARAKNYA berita penculikan via media sosial yang mencuri perhatian kita, menimbulkan kepanikan yang luar biasa. Pihak kepolisian sudah mengklarifikasi isu tersebut hanya berita bohong (hoax). Sejak beita itu muncul, para orang tua berbondong-bondong menjemput anak-anak mereka di sekolah. Peristiwa ini menjadi pengingat para orang tua agar waspada, tidak membiarkan anak-anaknya pulang sendirian atau terlambat dijemput dari sekolah.

Peristiwa ini juga langsung mengingatkan kita dengan gerakan yang digulirkan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, ajakan mendorong peran orang tua lebih aktif menemani anak di hari pertama sekolah. Meskipun hal ini sudah dilakukan oleh sebagian orang tua, namun belum menjadi “gerakan” yang massif. Masih dilakukan berdasarkan inisiatif masing-masing orang tua sebagai bagian dari aktivitas biasa mendampingi anak dalam masa tumbuh kembangnya.

Meskipun sederhana, manfaat keterlibatan orang tua ini sangat penting. Keseriusan pemerintah dibuktikan dengan pendirian Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga sejak 2015. Bahkan di dalamnya dikembangkan program tentang peran aktif dan kemitraan antara orang tua dengan sekolah, dan materinya menjadi semacam standar.

Intinya meliputi; Keterlibatan Ayah dan Bunda dalam kegiatan di sekolah dan hal-hal yang harus dilakukan Ayah dan Bunda di rumah, termasuk untuk anak berkebutuhan khusus (ABK).

Alasan utamanya karena, keluarga adalah tempat lahirnya benih generasi berkarakter, orang tua adalah teladan pertama yang akan ditiru oleh anak (the children see, the children do) dan sekolah adalah tempat tumbuh kembangnya generasi tersebut.

Dalam banyak kisah kenabian, masalah pendidikan anak telah masuk menjadi “kurikulum” yang diabadikan di dalam Alquran, dari kisah Rasulullah hingga kumpulan nasehat Lukmanul Hakim untuk anak-anaknya yang menjadi rujukan universal bagi manusia.

Mengacu pada materi standar produk Kemendikbud, terdapat 15 manfaat yang dapat dirasakan para orang tua, meliputi: (1) Meningkatkan kehadiran anak di sekolah; (2) Mengurangi perilaku mengganggu pada anak; (3) Sikap dan perilaku anak lebih positif; (4) Meningkatkan kebiasaan belajar anak; (5) Meningkatkan prestasi akademik anak; (6) Meningkatkan keinginan untuk melanjutkan sekolah; (7) Meningkatkan komunikasi antara orang tua dan anak; (8) Meningkatkan harapan orang tua pada anak; (9) Orang tua merasa turut berhasil; (10) Meningkatkan kepercayaan diri orang tua; (11) Meningkatkan upaya orang tua untuk mendorong anak belajar; (12) Meningkatkan kepuasan orang tua terhadap sekolah; (13) mendukung iklim sekolah yang lebih baik; (14) Meningkatkan semangat kerja guru, dan; (15) Mendukung kemajuan sekolah secara keseluruhan.

Manfaatnya, selain untuk perubahan perilaku anak, peningkatkan peran serta dan keterlibatan orang tua dalam mendidik anak, hal-hal positif tersebut juga berimbas dalam peningkatan peran guru dan sekolah secara luas. Menjadi langkah pencegahan (preventif) melawan berbagai perubahan di tataran sosial yang semakin kompleks. Apalagi dalam kasus maraknya kekerasan anak oleh orang dewasa (pedofil), narkoba, pornografi maupun tindak penculikan.

Prinsip kemitraan
Prinsip kemitraan keluarga, orang tua (Aayah dan Bunda) dengan sekolah adalah sebuah kerangka bangunan yang harus dikuatkan fondasinya. Prinsip ini mengacu pada: Pertama, kesamaan hak, kesejajaran dan saling menghargai; Kedua, semangat gotong royong dan kebersamaan; Ketiga, saling melengkapi dan memperkuat; Dan, keempat, saling asah, saling asih, dan saling asuh.

Salah satu bentuknya adalah tindakan “peduli anak”, berupa komunikasi “sederhana” ketika berinteraksi dengan anak. Bisa dilakukan pada saat menjemput anak pulang sekolah, pertemuan dengan anak di rumah sepulang sekolah, maupun ketika berkumpul di meja makan atau ketika shalat berjamaah dan mengaji bersama.

Bayangkan jika seorang anak mendapat nilai bagus di sekolah, dan berniat bercerita dengan orang tuanya, ternyata diacuhkan, dan membuat anak menjadi kecewa. Hal ini bisa berdampak pada minat belajar dan bersekolahnya. Padahal bentuk apresiasi sekedar sentuhan, ungkapan hebat, pelukan hangat atau ciuman kasih sayang dapat berpengaruh luar biasa bagi tumbuh kembang mental dan prestasi anak.

Bahkan bentuk komunikasi ringan tersebut dapat menjadi alat deteksi untuk mengetahui jika anak terlibat masalah dengan teman, guru dan sekolah maupun pihak ketiga di luar sekolah. Ruang itu dapat menjadi sarana “curhat”, keterbukaan dan komunikasi untuk membangun kepedulian anak terhadap dirinya sendiri dalam mencegah kemungkinan terjadinya tindak kejahatan termasuk bullying-kekerasan fisik dan verbal yang dapat menimpa anak. Jadi anak tidak melampiaskannya kepada orang lain atau melalui media sosial.

Dalam hal-hal lain keterlibatan orang tua dan sekolah (guru) dibutuhkan untuk membuat anak melatih kejujuran, kepedulian. Misalnya ketika anak-anak tidak hadir ke sekolah, keharusan orang tua untuk melapor, minimal sekadar menelepon wali kelas. Bagi anak-anak tindakan tersebut menunjukkan orang tua peduli atas kondisinya, bagi wali kelas menunjukkan perhatian dan kepedulian orang tua atas prestasi anak di sekolah, wali kelas juga dapat mengecek kebenaran informasi ketidakhadiran.

Menghilangkan kekuatiran pihak sekolah karena ketidakhadiran siswa yang tidak dilaporkan bisa saja dimanfaatkan anak untuk membolos. Hal ini untuk mengantisipasi jika di kemudian hari terjadi hal-hal yang membahayakan diri anak, merugikan sekolah, dan keluarga sendiri.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved