Bukan Rokok, Anggota DPRA Sebut Riba dan Rentenir Penyebab Kemiskinan di Aceh
Selain riba dan rentenir, faktor lainnya adalah jeleknya fasilitas infrastruktur di pedalaman, budaya korupsi dan penyelewengan...
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Safriadi Syahbuddin
"Sedangkan penyumbang kemiskinan versi pemerintah adalah bahan makanan, termasuk rokok di dalamnya," tulis Asrizal sembari mencantumkan link berita media nasional yang mengangkat data Badan Pusat Statistik (BPS).
Data yang dirilis pada September 2015 itu juga menunjukkan bahwa Beras dan rokok masih menjadi penyumbang terbesar kemiskinan di Tanah Air selama periode September 2014 hingga Maret 2015.
Data BPS ini juga hampir sama dengan data yang dirilis Kepala Bappeda Aceh, Azhari Hasan, usai Talkshow bersama Kompas TV Aceh, di Studio Kompas TV, gedung Harian Serambi Indonesia, Meunasah Manyang, Pagar Air, Aceh Besar, Senin (7/8/2017).
Azhari menjelaskan, angka kemiskinan di Aceh saat ini naik menjadi 16,89 persen, dengan kisaran jumlah penduduk miskinnya mencapai 872 ribu jiwa.
Jika dilihat dari penyebabnya, rokok menyumbang 13,4 persen kemiskinan di kawasan perkotaan, sedangkan kawasan pendesaan mencapai 10,6 persen.
Selain itu, bensin juga menyumbang kemiskinan hingga 3,2 persen di perkotaan dan 2,57 persen di pendesaan.
Sedangkan kebutuhan beras yang merupakan kebutuhan pokok menduduki peringkat pertama.
"Maka kalau sekarang orang mau menurunkan konsumsi rokok, maka secara signifikan angka kemiskinan di Aceh akan turun. Kemudian kita harus menjaga inflasi," ujar Azhari Hasan kepada Serambi.
(Baca: Rokok Penyebab Kemiskinan di Aceh)
Status Asrizal H Asnawi ini mendapat beragam tanggapan dari warganet. Salah satunya adalah Wali Kota Langsa, Usman Abdullah.
"Na saboeh tuek pak zal hana nue puetamong bue oe malas but bek payah peng buena.bahan baku utk keripek ubi dn keripek pisang home industri di karang ayer di datang kan dari siantar nanas jeruk dll di datang juga dari sumut pasokan dari sianta tanah kosong terlantar luas di aceh tapi hana soe pula boh ubi," tulis Wali Kota yang akrab disapa Toke Suuem ini.
Terjemahan lepasnya kira-kira seperti ini:
"Ada satu lagi Pak Asrizal tidak dimasukkan, (yaitu) budaya malas, tak perlu kerja tapi uang harus masuk. Bahan baku untuk keripik ubi dan keripik pisang home industri di Karang Ayer (sebuah desa di Langsa), didatangkan dari Siantar (Sumatera Utara). Nenas, jeruk, dll, juga didatangkan dari Sumut. Sedangkan di Aceh tanah kosong dibiarkan telantar, tidak ada yang mau menanam, walau hanya ubi."
Nah, bagaimana menurut Anda?