LIPSUS Proyek Tinja di Makam Ulama
ARSIP - Gampong Pande, di Sini Kuta Raja Bermula
Makam Tgk Di Kandang menjadi peristirahatan terakhir bagi raja diraja Kerajaan Aceh Darussalam.
Penulis: Nurul Hayati | Editor: Zaenal
PENGANTAR - Tulisan ini sudah pernah tayang di Serambinews.com pada Senin, 25 Agustus 2014. Kami menganggapnya layak dipublikasikan kembali menyusul kondisi kekinian di gampong yang merupakan cikal bakal Kota Banda Aceh ini.
***
KEMILAU senja membiaskan rona jingga, sinarnya mengintip dari balik pepohonan di Gampong Pande, Kecamatan Kuta Raja, Banda Aceh.
Cikal bakal kota yang belakangan berganti nama menjadi Banda Aceh ini terletak tak jauh dari jantung kota.
Situs-situs sejarah membisu, menampilkan wajah lain kota ini. Menelusuri Gampong Pande, kita diajak berkelana menengok kembali gemilang Aceh tempo dulu.
Makam Tgk Di Kandang menjadi peristirahatan terakhir bagi raja diraja Kerajaan Aceh Darussalam.
Oleh warga setempat, pemakaman ini ditutup untuk orang asing yang tak berkepentingan. Tempat ini pernah disapu tsunami, lalu oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banda Aceh dinobatkan sebagai kawasan cagar budaya.
(Baca: PENGANTAR Lipsus Proyek Tinja di Makam Ulama)
Pada hari jadi ke 809 kota ini, Gampong Pande ditetapkan sebagai wisata titik nol.
Penemuan koin emas dan pedang VOC menjadi titik balik dan mengurai cerita panjang di belakangnya. Saksi bisu sebuah peradaban lama yang menggegerkan generasi masa kini.
"Kalau koin emas itu setelah ditemukan sudah beredar lantaran diperjual belikan oleh warga, tapi kalau pedang VOC masih disimpan di kantor keuchik. Kita sudah menyampaikan kepada pemerintah untuk membangun museum guna melindungi benda-benda bersejarah itu," kata Pj Keuchik Gampong Pande, Jun Azwan, saat Serambi menyambanginya di rembang petang, Jumat (22/8/2014).

Jika ditelusuri riwayat asal muasal nama Gampong Pande, tersebutlah keberadaan pandai besi yang telah ada sejak masa kerajeun (kerajaan).
Hal ini ditopang oleh kemajuan ekonomi dan letak yang strategis yang mengharumkan nama pengrajin besi dalam mengolah logam mulia serta batu berharga.
Adalah Turki Usmani, kerajaan sahabat nan masyhur di Asia yang menjadi pemasok bahan baku bernilai dan berestetika tinggi itu.
Sepanjang logam itu bergemerincing, sepanjang itulah jantung ekonomi berdetak dan gemilang kejayaan memancarkan kemilaunya.

Tatkala Kuta Raja menjelma menjadi kota urban bernama Banda Aceh, penduduk Gampong Pande kebanyakan adalah petani tambak.
Sementara para perempuannya adalah produsen rokok kawung. Alam dan segenap isi di dalamnya menjadi sahabat terbaik mereka.
Di tepian tambak, mereka bermain dengan hembusan angin dan nyanyian burung.
Saat Aceh disapu tsunami, puluhan hektare tambak berubah menjadi lahan tidur, begitu pula spesies di dalamnya, yaitu pohon nipah sebagai bahan baku rokok kawung.
Dua sektor usaha yang telah mengepulkan asap dapur sekitar 600-an warga setempat.
"Kalau sekarang warga di sini kebanyakan kerja serabutan, ada yang melaut dan berdagang," cerita Nova (29), warga asal Meulaboh yang sudah lima tahun menetap di sini.

Sore beranjak temaram. Bendera Merah Putih berkibar ditiup sang bayu, sisa-sisa perayaan hari kemerdekaan masih terasa.
Ketika riuh kegembiraan mulai mereda dan membicarakan sejarah Kota Banda Aceh adalah cerita yang tak ada habisnya.
Warga yang mendiami jejak peradaban lama itu menitip sejumput asa agar pemerintah menjaga semua warisan sejarah itu.
Menjaga warisan indatu di bumoe wareh, sehingga jejak kejayaan Aceh tak terkubur bersama zaman.