LIPSUS Proyek Tinja di Makam Ulama

ARSIP - Gampong Pande, Riwayatmu Kini

Kini jejak kegemilangan yang mencapai puncaknya pada masa kesultanan Iskandar Muda itu sesekali masih menyilaukan sinarnya melalui temuan koin emas...

Penulis: Nurul Hayati | Editor: Zaenal
MAPESA
Salah satu nisan yang tercabut saat penggalian kolam IPAL, Gampong Pande, Banda Aceh 

(Baca: Menemukan Masjid Kerajaan hingga Merusak Kawasan Inti Situs (2))

Di desa yang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banda Aceh ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya tersimpan dua bilah pedang VOC dan makam-makam yang tidak terawat usai diterjang tsunami.

Keberadaannya tertutup rapat untuk warga asing. Sementara koin emas telah lama berpindah tangan dan diperjualbelikan ke luar.

Menurut warga setempat, baik mata uang Aceh tempo dulu berupa dirham maupun keramik guci atau porselen peninggalan Dinasti Ming banyak diincar hingga kini.

Dalam ‘kacamata’ sejarawan Aceh, Rusdi Sufi, sesuatu baru bisa dikatakan sejarah apabila tercatat (mempunyai dokumen).

Terkait dengan keberadaan Gampong Pande, menurut dia, banyak cerita rakyat yang kini berkembang menjadi legenda hidup.

Walaupun berakar dari fakta, namun tidak sedikit yang dibumbui untuk menambah gurih cerita. Masyarakat yang berdiam di situ pun menganggapnya sebagai kebenaran sejarah.

“Dinamai Gampong Pande karena warganya pandai bertukang. Selain itu ada juga warga Turki yang berdiam di perkampungan Turki di Aceh yaitu Emperom yang pandai bertukang dan bekerja ke Gampong Pande. Empe sama dengan empu dalam bahasa Jawa yang berarti ahli pertukangan,” papar Rusdi.

(Baca: Subhanallah! Cuaca di Arafah Awalnya Panas, Tiba-tiba Sejuk Jelang Waktu Wukuf)

Rusdi Sufi memaparkan hubungan Turki dengan Aceh sudah terjalin sejak abad ke-16 yaitu pada masa Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahar.

Kerajaan Turki Utsmani membantu Aceh dengan peralatan perang berupa meriam dalam melawan Portugis yang masuk melalui Selat Malaka.

Sementara kisah Putro Ijo maupun Putro Neng, masih berbau legenda atau hanya cerita rakyat.

Selain menetapkannya sebagai kawasan cagar budaya, menurut Rusdi, pemerintah juga harus membuat aturan untuk melindungi benda-benda peninggalan sejarah  dengan cara menyosialisasikan UU RI Nomor 11 Tahun 2010 tersebut serta memberi jerih kepada penemunya agar benda tersebut bisa dikembalikan ke negara.

“Baru-baru ini ditemukan peta Aceh di Rio De Jenairo Brazil, umurnya sudah sangat tua. Untuk itu perlu adanya penelitian arkeologis terkait dengan hal itu, begitu juga halnya dengan situs-situs Gampong Pande. Di situ sepatutnya dibangun museum seperti Museum Trowulan Mojekerto Jawa Timur yang merupakan jejak Kerajaan Majapahit,” tutur Rusdi.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved