Breaking News

‘Myanmar Ingin Menumpas Habis Muslim Rohingya’

Konflik antara umat Buddha dan Muslim di wilayah tersebut dimulai sejak kekerasan komunal meletus pada 2012.

Editor: Zaenal
Karimullah Mohammad menitikkan air mata seusai menonton video pembakaran rumah warga di Mingdao, Arakan, Myanmar, 31 Agustus 2017. Pria usia 37 tahun ini sudah enam tahun mengungsi ke Indonesia, sementara saudaranya masih berada di Mingdao. (Hayati Nupus - Anadolu Agency) 

Kekerasan meletus di Rakhine, barat Myanmar, pada Jumat, 25 Agustus, ketika pasukan pemerintah melancarkan operasi militer terhadap etnis Muslim Rohingya. Operasi tersebut memicu masuknya pengungsi baru ke negara tetangga, Bangladesh, meskipun Bangladesh telah menutup perbatasannya untuk pengungsi.

Laporan media menyebutkan bahwa pasukan keamanan Myanmar menggunakan kekerasan dengan menyerang rumah-rumah warga Rohingya dengan mortir dan senapan mesin.

Konflik antara umat Buddha dan Muslim di wilayah tersebut dimulai sejak kekerasan komunal meletus pada 2012. 

Oktober tahun lalu, aksi kekerasan terjadi di Maungdaw. PBB mencatat adanya pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanan, yang dapat diindikasikan sebagai kejahatan kemanusiaan, di antaranya adalah pemerkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal, dan penghilangan paksa. Menurut perwakilan Rohingya, sekitar 400 jiwa tewas dalam aksi kekerasan tersebut.

42 kamp konsentrasi

Habib Rahman, ko-penulis We, the Unnameable: A Burmese Taboo mengatakan, ada 42 kamp konsentrasi di negara bagian Rakhine.

Penulis Rohingya ini mengatakan kepada Anadolu Agency di Paris bahwa kelompok minoritas Muslim tidak punya akses atas hak asasi manusia yang mendasar, seperti makanan dan obat-obatan, pendidikan, dan kebebasan mobilitas.

(Baca: Bahasa Isyarat Menyatukan Para Haji di Tanah Suci)

“Orang-orang Rohingya dikungkung secara sistematis. Ada 42 kamp konsentrasi di Rakhine yang terisolasi dari dunia luar. Tidak ada yang bisa berkunjung ke sana,” jelas Rahman.

“Banyak dari mereka yang bersembunyi di hutan dekat rumah-rumah mereka, karena mereka akan ditembak mati jika mereka mencoba pergi ke tempat lain,” tambahnya.

Sebuah kelompok pejuang HAM yang berbasis di Brussel – Aliansi untuk Kebebasan dan Kemerdekaan (AFD) – mendesak pemerintah Myanmar untuk menghormati hak asasi manusia.

“Tentara Myanmar kembali melancarkan aktivitas militernya untuk menekan dan menganiaya kelompok minoritas di negara bagian Rakhine,” kata Mustafa Akoub, direktur AFD wilayah Asia Pasifik, kepada Anadolu Agency.

“Genosida dilakukan terhadap kaum Muslim di Myanmar yang tertindas, tidak dihargai, dan tidak diakui,” tegasnya.

Ia juga meminta masyarakat internasional untuk mengambil langkah sesegera mungkin untuk menghentikan “pembasmian etnis”.(aa.com.tr)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved