Militer Myanmar Bakar 3300 Km2 Permukiman Rohingya, Fakta Terungkap Melalui Foto Citra Satelit
Hanya permukiman Rohingya yang dibakar habis, sedangkan permukiman selain Rohingya tidak tersentuh api sama sekali.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Amnesty International mengungkapkan bahwa militer Myanmar dengan sengaja dan sistematis telah membakar lebih dari 80 titik lokasi permukiman Rohingya di Rakhine dengan luas mencapai 3300 km2.
Fakta ini terungkap setelah dilakukan pemantauan menggunakan foto citra satelit dan juga berdasarkan dari pengakuan para pengungsi etnis Rohingya.
Dilansir Anadolu Agency, Peneliti Amnesty International untuk Myanmar, Laura Haigh, mengatakan melalui foto citra satelit terlihat jelas pembakaran masih terus terjadi.
(Baca: Delegasi Parlemen Eropa Batalkan Kunjungan ke Myanmar, Desak Hentikan Pembunuhan, Pelecahan dan)
Salah satunya di desa Inn Din, yang merupakan tempat tinggal etnis Rohingya
“Pada tanggal 27 Agustus masih belum ada pembakaran, tapi kemudian dibakar pada tanggal 11 Septermber,” katanya di Jakarta, Jumat (15/9/2017).
Desa Inn Din diketahui sebagai tempat bermukimnya etnis campuran dari selatan Maungdaw. Namun, hanya permukiman Rohingya yang dibakar habis, sedangkan permukiman selain Rohingya tidak tersentuh api sama sekali.
Begitupun kebakaran lainnya, yang menurut Amnesty Internasional, juga terdeteksi dari daerah-daerah dengan penduduk mayoritas etnis Rohingya.
Kondisi ini yang memaksa penduduk setempat harus mencari tempat aman ke berbagai negara, dengan Bangladesh sebagai tujuan utama.
Tercatat, pembakaran perkampungan skala besar terjadi sejak tanggal 25 Agustus ketika tentara Myanmar melancarkan operasi militer untuk menyerang kelompok pemberontak Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).
“Selama empat tahun terakhir, berdasarkan citra satelit, tidak pernah terjadi kebakaran sebesar ini di wilayah manapun di Myanmar,” lanjutnya.
Berdasarkan informasi saksi yang diperoleh oleh Amnesty International, pembakaran dilakukan oleh militer Myanmar bersama dengan kepolisian setempat dan juga dibantu oleh etnis selain Rohingya yang tinggal di Rakhine.
Selain itu, Amnesty International juga menemukan adanya pemasangan ranjau darat oleh militer Myanmar untuk mencegah Rohingya kembali masuk ke Rakhine.
Aksi ini telah menyebabkan lima orang korban.
“Satu orang meninggal dan satu orang lainnya kehilangan kaki. Sementara sisanya terluka,” jelas Laura.
(Baca: Amnesty International: Militer Myanmar Gunakan Ranjau Bunuh Warga Rohingya)
Sementara itu, Direktur Penanggulangan Krisis Amnesty International, Tirana Hassan, mengatakan persekusi di Rakhine terhadap etnis Rohingya tidak akan selesai dan terus berulang jika tidak ditangani serius.
“Dunia internasional harus segera ambil langkah untuk menghentikannya,” ujarnya.
Dia juga mengatakan dalam beberapa hari ke depan isu Myanmar akan dibahas di Dewan HAM PBB.
Pertemuan itu diharapkan dapat menjadi kesempatan bagi dunia untuk memahami krisis yang sedang berlangsung.
Setelah masalah kekerasan selesai nanti, Tirana mengatakan, isu undang-undang dan kebijakan diskriminatif terhadap Rohingya di Myanmar harus menjadi perhatian.
“Peraturan diskriminatif di Myanmar untuk Rohingya harus dihapuskan,” ujarnya.(aa.com.tr)