Cerpen
Hari-Hari yang Mencemaskan Yan
KABAR tentang maraknya penculikan anak akhir-akhir ini turut membuat kepala Yan puyeng
Tiga hari kemudian Yan menelepon kakaknya di kampung. Yanmengabarkan tentang maraknya kabar penculikan anak kecil di kota tempat tinggalnya.Yan mengungkapkan kecemasanya dan tentang pekerjaannya yang kini sedang terganggu karena kerepotan mengantarkan Sri ke sekolah.Kakak perempuannya itu hanya terpaku mendengar cerita Yan. Tapi diakhir pembicaraan, kakaknya menawarkan agar anaknya yang bernamaDika, yang berusia dua puluh empat tahun, yang kebetulan baru selesai dari pondok pesantren agar tinggal sementara bersama Yan. Tanpa pikir panjang Yan menyetujui saran kakaknya itu.
Dua hari kemudian anak kakaknya itu sudah sampai di rumah. Yan dan istrinya menyambut kedatangannya dengan senang.
“Kamu tak usah malu-malu di sini Dika, anggap seperti di rumah sendiri,” ujar istrinya.
“Kamarmu sudah disiapkan, di sebelah sana. Kalau mau istirahat kamu boleh tidur dulu,” sambung Yan pula.
Anaklaki-laki itu hanya menganguk-angguk saja.
Malam itu bukan hanya Yan dan istrinya yang merasa senang, tapi juga Sri. Sri juga terlihat cepat akrab dengan kakak sepupunya itu.
“Mulai besok ayah tak usah pusing lagi, kan sudah ada kakak Dika yang akan mengantar Sri ke sekolah,” ujar anak itu manja kearah Dika.
Yan dan istrinya hanya tersenyum-senyum saja melihat tingkah Sri.
***
Yan pun kembali menjalani pekerjaannya sebagai pengemudi truk sampah seperti sediakala. Yan sudah melakoni pekerjaan ini selama delapan belas tahun.Yan menikmati pekerjaannya. Seperti hari ini, Yan sering terlihat tersenyum dan wajahnya ceria.Tak ada beban bagi Yan dalam menjalankankan pekerjaannya.Meski gaji Yan sebenarnya hanya cukup untuk makan satu bulan saja. TapiYan punya akal yang cerdik,Yan telah memerintahkan kepada Sam dan Bram agar barang-barang bekas, seperti botol dan kardus bekas dipisahkan dengan sampah yang lainnya. Yan dan dua rekannya akan menjual barang-barang bekas itu ke tukang loak. Hasilnya mereka bagi tiga. Uangnya cukuplah untuk beli rokok dan jajan anaknya.
Ketika mereka sedang beristirahatdi persimpangan kota, Bram menanyakan kenapa Yan hari ini terlihat lebih senang daripada biasanya.
“Kenapa aku tak senang Bram. Aku sudah tak khawatir lagi, karena sekarangSri sudah ada yang mengantarkan Sri ke sekolah.”
“Istri abangkan baru dua minggu melahirkan. Apa sanggup diamengantarkanSri,” ujar Bram.
“Bukan istriku Bram, tapi anak kakakku yang tak mau lagi sekolah di pesantren, jadi untuk sementara dia menjaga Sri.”
“Perempuan?” Tanya Sam.