Tes Keperawanan Masih Ada di TNI dan Polri, Katanya untuk Menjaga Moral Perempuan
"Saya diwajibkan ikut tes keperawanan karena katanya itu sudah menjadi adat di lembaga itu.
"Formulir itu akan diberikan ke atasan calon suami sehingga dia tahu siapa saja yang masuk ke persatuan istri-istri tentara, yang masih dan sudah tidak perawan," ujarnya.
Di TNI, setiap istri tentara bergabung dalam perkumpulan yang sesuai dengan institusi suaminya.
Perkumpulan istri perwira Angkatan Laut adalah Jalasenastri, sementara Angkatan Darat bernama Persit Kartika Chandra Kirana dan Angkatan Udara bernama PIA Ardhya Garini.

Saat ini rencana pernikahan perempuan itu jalan di tempat akibat penolakannya terhadap tes dan formulir keperawanan. Ia adalah perempuan ketiga dalam keluarganya yang berhadapan dengan tes tersebut.
Ibunya yang berasal dari keluarga sipil menjalani tes keperawanan sebelum menikah dengan ayahnya yang berdinas di Angkatan Darat.
Ada pun kakaknya, tak menjalani tes virginitas namun tetap mengisi formulir keperawanan sebelum menikah dengan tentara.
"Sepupu saya menangis setelah pemeriksaan itu ... Sebelum menjadi istri tentara, perempuan didoktrin bahwa istri tentara harus punya moral di atas rata-rata istri lain," ujarnya.
(Baca: Tahun 2018, Pemerintah Aceh Bangun 6.000 Unit Rumah Layak Huni untuk Masyarakat Miskin)
(Baca: Reuni Akbar Alumni 212 - Selain Kapolri dan Panglima TNI, Jokowi Juga Diundang)
Terus berlangsung
HRW menyebut tes keperawanan yang disebut 'kejam dan mendiskriminasi perempuan' itu diduga masih langgeng di Polri dan TNI setelah perihal itu memantik pro dan kontra tahun 2014.
"Tidak ada kemauan politik untuk melindungi hak-hak perempuan Indonesia," kata Nisha Varia dari Human Rights Watch dalam keterangan tertulis, Selasa (22/11/2017).

Nisha Varia menuturkan, tes keperawanan di kepolisian dan tentara dilakukan dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah ke dalam vagina untuk mengetahui keutuhan selaput dara.
Metode tersebut, menurut Nisha, tidak memiliki basis argumen ilmiah yang sahih. "Perempuan-perempuan menyebut tes itu menyakitkan, memalukan, dan traumatis," ujarnya.
Brigjen Sri Rumiati: Tak yakin sepenuhnya