Ini Petisi Duek Pakat Inong Aceh untuk Melindungi Kaum Perempuan dari Kekerasan Seksual
Petisi tersebut disepakati dalam pembukaan DPIA IV yang berlangsung di Grand Aceh Hotel, Banda Aceh, Kamis (23/11/17).
Penulis: Nani HS | Editor: Safriadi Syahbuddin
(Baca: Ini yang Pria Butuhkan Agar Gairah Seksual dan Kesuburan Terjaga, Coba Saja!)
Jumlah ini tentu tidak mencerminkan keselurahan kasus, karena diyakini masih banyak perempuan korban kekerasan yang memilih tidak melaporkan kasusnya.
Keseluruhan data ini merupakan data yang dianalisis berdasarkan kasus-kasus yang telah didampingi langsung oleh 17 lembaga yang bekerja untuk isu perempuan dan HAM serta 14 P2TP2A yang ada di Propinsi Aceh.
Saat ini situasi kekerasan seksual semakin tragis, meningkatnya pelaku gang rape (berkelompok), incest serta pelaku berusia anak.
Sayangnya peningkatan kasus kekerasan seksual ini tidak diimbangi dengan perbaikan konsep layanan untuk dapat mengungkapkan kebenaran, keadilan, dan pemulihan.
Ketiadaan layanan dasar (seperti layanan pengaduan, medis, bantuan hukum, konseling dan reintegrasi) secara cuma-cuma dan berkualitas, yang bisa diakses oleh korban, ketiadaan mekanisme hukum untuk kekerasan seksual yang memadai, menguatnya budaya patriarki dimasyarakat dan semakin meningkatnya impunitas pelaku kekerasan seksual oleh aparat penegak hukum, dengan cara menikahkan korban dengan pelaku ataupun memberikan putusan pidana yang sangat ringan terhadap pelaku.
(Baca: VIDEO Warga Rukoh Tangkap Pasangan Homoseksual)
(Baca: Maknyusnya Tirom Barbekyu Made In Tibang, Konon Bisa Meningkatkan Vitalitas Pria)
Sedangkan PERPU No.1 Tahun 2016 Tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor: 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sampai dengan saat ini belum diimplementasikan oleh Aparat Penegak Hukum.
Melihat situasi ini, maka penting untuk mendorong Negara memiliki peraturan khusus yang dapat melindungi perempuan dari kekerasan seksual sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan memwajibkan Negara diantaranya untuk membuat peraturan perundang-undangan yang tepat dan peraturan-peraturan lainnya, termasuk sanksi-sanksi yang melarang segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, serta menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan melalui pengadilan nasional yang kompeten.
Pada tahun 2017 DPR RI telah menjadikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas) menjadi RUU inisiatif DPR-RI.
Dalam sidang paripurna DPR-RI memutuskan pembahasan RUU penghapusan kekerasan di Komisi 8.
Berdasarkan hal tersebut, kami dari seluruh komponen perempuan Aceh yang saat sedang berkonsolidasi melalui Kongres Perempuan Aceh (Duek Pakat Inong Aceh) ke-4 dan seluruh pihak yang mendukung petisi ini, mendesak kepada DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Turut mewarnai pembacaan draft petisi tersebut sekitar 20 orang peserta DPIA IV.
Mereka mengangkat kertas-kertas berhuruf abjad warna-warni dengan tulisan "Kami Mendukung Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Stop Kekerasan Seksual".(*)