Kisah dari Kerajaan Mataram: Ketika Bapak dan Anak Jatuh Cinta Pada Wanita yang Sama
Lain lagi peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat I (1645- 1677) sebagai mana dapat kita baca dalam Kitab Babad Tanah Jawi.
Pangeran Pekik beserta seluruh keluarganya yang terdiri dari 40 orang dibunuh. Ngabehi Wirareja beserta anak isterinya diasingkan ke Ponorogo dan di tempat pembuangannya itu merekapun akhirnya dibunuh.
Putera Mahkota diperintahkan membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri. Sang Putera Mahkota ini kemudian memangku isterinya di hadapan Sunan dan menikam dada isterinya sampai tewas. Selanjutnya Putera Mahkota diasingkan ke tempat lain.
Seluruh kompleks kediaman Pangeran Pekik, Ngabehi Wirareja dan Putera Mahkota dihancurkan dan dibakar serta harta bendanya dirampas.
Meskipun akhirnya Putera Mahkota memperoleh pengampunan dari Sunan dan dipanggil lagi ke Mataram, namun sukar kita membayangkan bahwa peristiwa pembantaian itu benar-benar pernah terjadi.
Hukum picis
Peristiwa yang terjadi sewaktu masa pemerintahan Sunan Pakubuwono I (1703-1719) lebih mengerikan lagi.
Pada tahun 1709 di daerah Enta Enta timbul pemberontakan yang dipimpin oleh Ki Mas Dana. Sunan memerintahkan Bupati Mataram, Ki Jayawinata, untuk memadamkan pemberontakan tadi.
Namun balatentara Jayawinata kalah dan ia melarikan diri ke Kartosuro melaporkan peristiwa tersebut pada Sunan.
Sunan kemudian mengutus Bupati Kartosuro, Pangeran Pringgalaya, untuk menyerbu Enta Enta dengan perintah khusus agar Ki Mas Dana ditangkap hidup-hidup. Setelah terjadi pertempuran seru yang memakan banyak korban, pemberontakan dapat ditindas.
Baca: Ziarahi Makam Kerajaan Peureulak, Guru Besar dari Jakarta: Islam Masuk ke Asia Tenggara Melalui Aceh
Ki Mas Dana sendiri melarikan diri ke Borobudur. Ia dikejar terus oleh Pringgalaya hingga akhirnya dapat tertangkap dan dibawa ke Kartosuro.
Dan, jatuhlah putusan Sunan yang dahsyat: Ki Mas Dana diikat di dekat pohon beringin di alun-alun depan istana. Setiap penduduk Kartosuro diperintahkan datang menyaksikan wajah pemimpin pemberontak itu sambil membawa jarum untuk ditusukkan ke tubuhnya.
Jadilah Ki Mas Dana menjalani hukuman picis ditusuk-tusuk dengan jarum oleh penduduk Kartosuro selama tiga hari sampai tewas. Kemudian lehernya dipenggal dan kepalanya dipancangkan di atas sebuah tonggak bambu.
Kisah tersebut di atas mungkin tidak akan kita percaya kebenarannya bila saja tidak ada laporan tertulis dari Sunan Pakubuwono I pada Kompeni.
Sebagaimana diketahui, Pakubuwono I ini menerima tahta Mataram dari Kompeni. Sewaktu Amangkurat II wafat tahun 1703, yang menggantikannya ke atas tahta adalah Puteranya, Sunan Mas atau Amangkurat III.