Sri Rabitah, TKW Asal Lombok Utara yang Mencari Keadilan Setelah Ginjalnya Dicuri di Qatar
Diungkitnya kembali kasus ini setelah Bupati Lombok Utara Nazmul Akhyar membuat laporan ke Polda Nusa Tenggara Barat
Pujawati mengatakan, pihaknya menjerat kedua tersangka denga Pasal 10 dan Pasal 11 juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman hukuman minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.
Jerat pasal itu didasari kejahatan tersangka dalam perekrutan, modus TPPO, dan eksploitàsi. Tersangka juga membantu pemalsuan dokumen.
Misalnya tahun kelahiran Rabitah yang sebenarnya tahun 1992 diubah menjadi 1985.
Juliani dipalsukan juga tahun kelahirannya, yang semula 2005 menjadi tahun 1988, dengan alamat palsu.
Tim penyidik juga menelusuri Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) Falah Rima Hudaity Bersaudara di Jakarta.
Dari sanalah sejumlah saksi bisa dimintai keterangannya.
Ketua tim pendamping Sri Rabitah, Muhammad Shaleh, yang juga Koordinator Pusat Bantuan Hukum Buruh Migran (PBHBM) wilayah NTB mengapresiasi tindakan aparat kepolisian yang melanjutkan kasus Rabitah hingga telah sampai ke penyerahan berkas penyidikan ke Kejaksaan Tinggi NTB.
Rabitah berjuang mencari kebenaran
Semua ini berawal dari pengakuan Rabitah setelah diperiksa di RSUD NTB pada Februari 2017.
Di rumah saki itu, Rabitah ditanya apakah pernah menjual ginjalnya.
Baca: Seorang TKW Tewas Gantung Diri setelah Dipulangkan Majikan dari Hongkong
Rabitah pun kaget, lalu menceritakannya kepada keluarga dan pemerintah.
Bahkan, kasus hilangnya ginjal ini menjadi catatan Bakesbanglinmas Lombok Utara.
Belum sempat dioperasi, kabar soal Rabitah kehilangan satu ginjalnya menyebar dan menarik perhatian publik mengingat kasus serupa pernah terjadi, tetapi korban telah meninggal terlebih dahulu sebelum membuktikan lewat pemeriksaan.
Anehnya, RSUD NTB justru membantah menyatakan satu ginjal rabitah hilang dan membuktikannya secara resmi.