Sempat Dikira Sudah Punah, Laba-laba 50 Juta Tahun Lalu dengan Bentuk Aneh ini Ditemukan Kembali
Akan tetapi, ciri yang paling mencolok adalah bentuk kepala yang aneh serta bagian mulut memanjang.
Saat menemukan mangsanya, mereka kemudian memainkan jaring laba-laba seolah-olah menirukan getaran serangga yang sedang berjuang untuk melarikan diri.
Jika pemilik jaring datang untuk menyelidiki, laba-laba pelikan akan tiba-tiba menyerang dan menusuk laba-laba lain dengan bagian mulutnya yang panjang itu.

Sayangnya, habitat mereka adalah hutan terpencil di Australia, Afrika Selatan, dan Madagaskar.
Ukuran mereka yang relatif kecil juga akhirnya membuat banyak ahli tidak mengetahui mengenai laba-laba pelikan ini.
Untung saja ada Hannah Wood, ahli antropoda dari Museum Nasional Smitsonian, dan Nikolaj Scharff, entomologis dari Universitas Kopenhagen.
Bersama-sama, mereka memeriksa dan menganalisis ratusan spesimen laba-laba pelikan, baik itu di wilayah Madagaskar dan koleksi museum.
Mereka lantas menyortirnya per spesies serta secara ilmiah menggambarkannya.
(Baca: BI Kembali Tegaskan Larang Penggunaan Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran di Indonesia)
(Baca: Satu Korban Tabrakan Sempati Star Dirujuk ke RSUZA, Ini Identitas Para Korban)
Hasilnya, mereka mengelompokan laba-laba pelikan menjadi 26 spesies, 18 di antaranya bahkan merupakan spesies laba-laba pelikan yang baru.
Meski ke-26 spesies laba-laba tersebut memiliki ciri yang sama, tetapi mereka tetap bisa dibedakan satu sama lain berdasarkan panjang rahang mereka, duri, serta pola pada perut.
Menariknya, spesies yang masih hidup saat ini tidak banyak berubah dengan nenek moyang mereka yang ditemukan dalam batu ambar sehingga menjadikan mereka sebagai fosil hidup.
Penelitian masih terus dilakukan di Madagaskar untuk mengumpulkan informasi anthropoda lainnya.
Peneliti percaya bahwa masih banyak makhluk hidup yang tinggal di sana dan belum pernah diteliti atau diketahui publik.
"Saya pikir akan ada lebih banyak spesies yang belum pernah dijelaskan atau didokumentasikan," kata Wood dikutip dari Science Alert, Jumat (12/1/2018).
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal ZooKeys. (Monika Novena, Science Alert)