Provinsi Diminta Bayar TPK Guru
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Aceh dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Aceh
BANDA ACEH - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Aceh dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Aceh, meminta Pemerintah provinsi membayar Tunjangan Prestasi Kerja (TPK) kepada 12 ribu guru di Aceh. Untuk diketahui, setelah alih fungsi kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi, belasan ribu guru tak lagi mendapat tunjangan tersebut hampir 1 tahun 2 bulan.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua PGRI Aceh, Cut Betty MPd saat mengunjungi Kantor Harian Serambi Indonesia, di Desa Meunasah Manyang, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, Rabu (7/2). Betty yang datang bersama Ketua KSPI Aceh, Drs Tgk Saiful Umar bersama lima pengurus KSPI lainnya disambut Sekretaris Redaksi Serambi Indonesia, Bukhari M Ali.
Sebelumnya, sebut Cut Betty, setiap guru yang berstatus PNS di kabupaten/kota menerima tunjangan Rp 700-850 ribu per orang per bulan. Namun, lanjutnya, sejak alih fungsi itu hanya PNS struktural saja yang mendapat TPK setiap bulan. “PNS struktural menerima TPK Rp 2 sampai 3 juta sebulan, sedangkan guru yang PNS tak dapat lagi. Padahal tanggung jawab kami jauh lebih besar,” ujarnya.
Menurut Betty, pemerintah harus segera membuat payung hukum yang mendukung kesejahteraan guru secara berkelanjutan, di samping membayar TPK bagi guru di masa mendatang. “Hal yang lebih penting lagi adalah ke depan harus ada regulasi yang menjamin kesejahteraan guru,” jelas Cut Betty.
Ditambahkan, dana sertifikasi guru juga masih menjadi polemik. Menurutnya, kesenjangan sosial muncul karena tak semua guru bersertifikasi memenuhi target 24 jam mengajar. “Ada yang mengajar cuma 22 jam, tapi dana sertifikasi tidak bisa diberikan. Hal ini bisa menimbulkan kesenjangan dan perpecahan di kalangan guru,” ujarnya.
Karena itu, ia meminta kebijakan pemerintah pusat untuk mengakui kegiatan lain yang dilakukan guru seperti membimbing ekstrakurikuler siswa sebagai tambahan jam untuk memperoleh dana sertifikasi. “Kami harap yang dihitung tak hanya tatap muka di kelas saja. Untuk diketahui, di Aceh sudah empat guru meninggal gara-gara mengejar jam sertifikasi,” jelas Betty.
Sementara Ketua KSPI Aceh, Drs Tgk Saiful Umar, menyatakan, pihaknya menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan buruh. Sebab, dalam regulasi itu disebutkan bahwa formulasi upah dihitung angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dan mengabaikan survei harga kebutuhan pokok setiap tahun yang menjadi patokan Komponen Hidup Layak (KLH).
“Sampai saat ini tidak ada aliansi buruh manapun di Indonesia yang bisa menerimanya. Peraturan ini justru menyebabkan Upah Minimum Provinsi (UMP) bervariasi,” ujar Saiful. Menurutnya, kenaikan harga beras dari Rp 140 ribu menjadi Rp 165 ribu akan sangat menyengsarakan buruh yang gajinya di bawah UMP.
Ditegaskan, Aceh merupakan daerah khusus yang memiliki qanun ketenagakerjaan sendiri. Karena itu, Saiful meminta Pemerintah Aceh menjalankan qanun yang sudah dibuat tersebut. “Aceh sudah kenyang dengan banyak qanun, bahkan sebagiannya malah jadi bahan arsip,” tukasnya.(fit)