Opini

Memaknai Jihad ‘Zaman Now’

KATA jihad berasal dari al-juhd yang bermakna kemampuan. Konteks pada kata tersebut bermakna seseorang yang mengeluarkan

Editor: bakri
AFP/MOHAMMED ABED
Para anggota wanita Islamis Jihad bersenjata ikut menggelar demo di Jalur Gaza, Palestina Senin (11/12/2017). Mereka menentang keputusan Presiden AS, Donald Trump, yang memutuskan mengakui Jerusalem sebagai ibukota Zionis. 

Oleh Sufri Eka Bhakti

KATA jihad berasal dari al-juhd yang bermakna kemampuan. Konteks pada kata tersebut bermakna seseorang yang mengeluarkan kemampuannya. Sehingga orang yang berjihad di jalan Allah adalah orang yang meninggikan kalimat-Nya sebagai cara dan jalan menuju jannah (surga). Sebab itu, di balik jihad memerangi jiwa dan jihad dengan pedang, ada jihad hati, yaitu jihad melawan setan dan mencegah jiwa dari hawa nafsu dan syahwat yang diharamkan. Juga ada jihad dengan tangan dan lisan berupa amar ma’ruf nahi munkar.

Semua definisi tersebut di atas adalah benar. Oleh karena itu, Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al Abaad menyatakan, definisi terbaik dari jihad adalah definisi Ibnu Taimiyah dan beliau menyatakan, “Dipahami dari pernyataan Ibnu Taimiyah di atas bahwa jihad dalam pengertian syar’i adalah istilah yang meliputi penggunaan dan cara untuk mewujudkan perbuatan, perkataan dan keyakinan (i’tiqad) yang Allah cintai dan ridhai, serta menolak perbuatan, perkataan dan keyakinan yang Allah benci dan murkai”.

Jenis jihad
Sekarang ini, media menggambarkan kata jihad adalah jihad muslim memerangi orang kafir (non muslim). Padahal ini hanya salah satu dari bentuk dan jenis jihad, karena sebenarnya pengertian jihad lebih luas. Perlu diketahui, Imam Ibnul Qayyim telah menjelaskan jenis jihad itu sendiri memiliki empat tingkatan, yaitu: Pertama, jihad memerangi hawa nafsu; Kedua, jihad memerangi setan; Ketiga, jihad memerangi orang kafir, dan; Keempat, jihad memerangi orang munafik.

Kemudian beliau juga menjelaskan bahwa jihad memerangi nafsu memiliki empat tingkatan pula, yaitu: Pertama, jihad memeranginya kebodohan untuk belajar meraih kebahagian dalam kehidupan baik dunia dan akhirat. Sebaliknya, kehilangan ilmu akan sengsara di dunia dan akhirat; Kedua, jihad untuk mengamalkannya setelah memiliki ilmu. Jika tidak diamalkan, maka sekadar hanya memiliki ilmu, dia tidak membahayakannya;

Ketiga, jihad berdakwah dan mengajarkan ilmu tersebut kepada yang tidak mengetahuinya. Jika tidak, ia termasuk yang menyembunyikan petunjuk dan ilmunya tersebut tidak bermanfaat dan tidak menyelamatkannya dari adzab Allah, dan; Keempat, jihad memeranginya untuk tabah menghadapi kesulitan dalam berdakwah, gangguan orang, dan tetap terus bersabar karena Allah Swt.

Beberapa ulama telah menjelaskan bahwa pintu setan untuk menggoda setiap muslim ada dua yaitu syahwat dan syubhat. Setan mendatangi manusia dan melihat apabila seorang muslim itu lemah iman, dan kurang ketaatannya kepada Allah Swt, maka setan menariknya melalui jalan pintu syahwat. Sebaliknya, jika seorang muslim istiqamah dengan agamanya dan kuat imannya, maka dia akan menariknya dari pintu syubhat (keraguan) dan menjerumuskannya kepada ke-bid’ah-an.

Jihad melawan setan ini hukumnya fardhu ‘ain, karena berhubungan langsung dengan setiap pribadi manusia. Menanggapi fenomena media terhadap istilah jihad, merupakan jihad melawan ketidakbenaran informasi (munafik) yang dapat dilakukan dengan hati, lisan, harta dan jiwa sebagaimana disabdakan Rasulullah saw dalam hadis Anas bin Malik ra.

Pengertian jihad dengan lisan adalah dengan mejelaskan kebenaran dan berdakwah menegakkan kebenaran dalam Islam, membantah kesesatan dan kebatilan-kebatilan yang diberitakan oleh berbagai jenis media dengan dakwah melalui media. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang

Demikian halnya juga jihad menggunakan media untuk tujuan kemaslahatan yang telah dijelaskan sebelumnya adalah suatu perkara yang dianjurkan. Selanjutnya beberapa ulama juga menjelaskan: Pertama, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, maksud tujuan jihad adalah meninggikan kalimat Allah dan menjadikan agama seluruhnya hanya untuk Allah Swt.

Kedua, Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al Sa’di menyatakan, jihad ada dua jenis, yaitu jihad dengan tujuan untuk kebaikan dan perbaikan dalam akidah, akhlak, adab (perilaku) dan seluruh perkara dunia dan akhirat mereka serta pendidikan mereka baik ilmiah dan amaliah.

Ketiga, Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menyatakan, jihad terbagi menjadi dua, yaitu jihad ath thalab (menyerang) dan jihad ad daf’u (bertahan). Maksud tujuan keduanya adalah menyampaikan agama Allah dan mengajak orang mengikutinya, mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya Islam, dan meninggikan agama Allah di muka bumi serta menjadikan agama ini hanya untuk Allah Swt semata.

Tujuan jihad
Keterangan di atas memiliki maksud dan tujuan yang disyariatkannya bahwa jihad adalah satu bentuk komunikasi dalam Islam (dakwah). Banyak kaum muslimin memahami jihad hanya sekadar jihad memerangi orang kafir saja, ini adalah pemahaman yang keliru. Sebaik-baik jihad adalah jihad untuk taat kepada Allah Swt dengan cara menuntut ilmu, dan memahami agama Islam melalui Alquran dan sunnah.

Kemudian berdakwah (komunikasi) melalui media tertentu untuk disampaikan kepada umat muslim lainnya di berbagai belahan dunia. Ilmu adalah untuk diamalkan. Setelah itu, muslim bersabar dari semua gangguan dan rintangan dalam melalui proses jihad tersebut. Inilah jihad memerangi nafsu yang merupakan jihad terbesar dan didahulukan dari yang lainnya.

Dalam dakwah, media sebaiknya digunakan sebagai saluran (channel) komunikasi untuk memberi informasi, mendidik, mempengaruhi, mengajak dan menyerukan ajaran Islam dengan tetap berpedoman kepada Alquran dan hadis. Pola dakwah terintegrasi dengan teknologi informasi dan komunikasi yang terus berkembang seperti internet, sebagai contoh Youtube dan Facebook, atau media sosial lainnya telah digunakan banyak mubaligh seperti Ustad Abdul Somad sebagai media berdakwah.

Perlu disadari, teknologi informasi dan komunikasi semakin berkembang untuk berdakwah. Saat ini, teknologi media telah mengubah dunia seolah tanpa ada batas ruang dan waktu. Dengan hadirnya teknologi informasi melalui beberapa jenis media sosial, diharapkan intelektual muslim di Indonesia dapat memadukan antara dakwah konvensional dengan dakwah berbasis teknologi informasi. Tentu, jika hal ini dilakukan, teknologi informasi dan komunikasi penyiaran (dakwah) Islam akan lebih efektif.

* Sufri Eka Bhakti, MA., Dosen Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) IAIN Lhokseumawe, Postgraduated Universiti Sains Malaysia. Email: sufri.usm@gmail.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved