Ramadhan Mubarak
Menyikapi Keberagaman
KEBERAGAMAN berasal dari kata ragam, beragam, dengan tambahan awalan dan akhiran, dapat bermakna
Ungkapan Alquran, lakum dinukum waliya din dan la ikraha fiddin adalah formula dari yang Maha Mengetahui bahwa keberagaman dalam beragama pun suatu yang alami. Bahwa dalam beragama tidak boleh ada paksa-memaksa, masing-masing diberi hak otonom untuk menganut agama yang dipercayainya.
Keuntungan ganda
Kalau untuk beragama saja diberi hak pilih, apalagi dalam hal bermazhab, beraliran. Asalkan pemikiran itu tetap mengacu kepada kitab suci yang dipercayainya dan tidak menimbulkan keonaran. Tentu saja, dengan kesadaran yang penuh, akan sah-sah saja kalau seseorang mengikuti pemikiran ulama A atau ulama B, yang dianggap lebih sesuai dan lebih mengantarkannya ke realisasi misi agama yang utama rahmatan lil‘alamin.
Perbedaan bukan sekadar gagah-gagahan, sok lebih tahu, sok lebih alim, sok lebih pintar, (yang sebenarnya), bertentangan dengan inti ajaran agama yang menjunjung tinggi nilai ikhlas.
Makanya, bagi Muslim di manapun berada, tidak ada pilihan lain, hanya mengamalkan ajaran tasamuh, toleransi, saling menghargai dengan siapa saja. Ia akan mendapatkan keuntungan ganda. Di negeri “sendiri”, di mana Muslim mayoritas, akan dihormati sebagai “saudara tua”, dan di negeri lain, di mana Muslim minoritas, akan disantuni sebagai “adinda sayang”.
Para pendiri Negara kita pun sejak awal sudah sadar pada kenyataan yang beragam itu. Sehingga beliau-beliau menjadikannya sebagai fondasi negeri ini dalam slogan Bhinneka Tunggal Ika (Walau beragam tetap satu jua). Mereka telah menunjukkan teladan dalam hal ini. NKRI adalah hasil jihad dan ijtihad mereka.
Maukah pemimpin kita yang sekarang mengikuti jejak mereka? Inilah tantangannya. Namun sikap muslim sejati adalah tegas dan jelas: keberagaman adalah anugerah Allah Swt yang wajib dipelihara dan disyukuri.