Perempuan Penjual Jamblang di Pante Pirak
"Piyoh...piyoh..." suara seorang gadis kecil menyeruak di sela-sela deru kendaraan. Ia menyapa pengendara kendaraan sepeda motor dan mobil,
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Yusmadi
Setahun berbuah sekali dengan masa berbuah sampai tiga bulan. Desa Neuheun Aceh Besar dan beberapa desa di kawasan Ujung Batee adalah tempat tumbuh tanaman tersebut.
Balqis tak sendiri.
Ia berdagang jemblang di atas jembatan itu bersama-sama dengan 10-15 orang lainnya.
Baca: Fakta Mengejutkan dari Jamblang
Yang berdagang semuanya perempuan. Salah seorang lagi namanya Meli Agustina. Ibu lima anak, menggelar dagangan jamblang di jembatan itu.
Mereka bertetangga, berasal dari pemukiman yang sama, Parumnas Ujung Batee tadi.
Merekalah, "perempuan-perempuan jamblang" yang menghiasai pemandangan di atas jembatan Pante Pirak tersebut tiap malam.
Mereka duduk menghadap jalan. Mereka mudah dikenali, karena cahaya terang jembatan membantu sebagai penerang.
"Piyoh...piyoh..." sapa Balqis lagi.
"Piyoh...piyoh..." ajak Meli Agustina juga, mengundang pembeli singgah.
Seorang perempuan berkendara sepeda motor bebek, berhenti dan membeli sebungkus.
"Alhamdulillah, di tempat ini kita jualan banyak yang beli," kata Balqis lancar.
"Kami semua saudara dan tetangga, yang jualan di sini," cerita Meli Agustina pula. Meli pula yang menegaskan bahwa jamblang adalah "anggur aceh," karena memang mirip anggur, alasnya.
Balqis datang bersama ibu dan ayahnya. Ibunya, Yusnidar Novianti atau Yuyun, dan ayahnya Mulia Syahputra.
Ibunya, duduk bersama penjual jamblang yang lain, Meli Agustina, tadi di bagian tengah jembatan. Yusnidar atau Yuyun menggendong seorang bayi yang tampak terlelap di pangkuan.
Yuyun berusia 32 tahun. Suami Yuyun, Mulia Syahputra juga di sana, menemani. Pekerjaan sehari-hari buruh bangunan.