VIDEO - Wajah Baru Peunayong, Kawasan Pecinan Aceh yang Mulai Bersolek

Semburat warna warni membalut bangunan-bangunan tua yang mengapit sisi Jalan Jend Ahmad Yani dan WR Supratman.

Penulis: Hari Mahardhika | Editor: Amirullah
WAJAH baru kawasan Peunayong, Banda Aceh, Selasa (3/7). 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Peunayong mulai bersolek. Semburat warna warni membalut bangunan-bangunan tua yang mengapit sisi Jalan Jend Ahmad Yani dan WR Supratman. Menyulap deretan rumah toko (ruko) yang sebelumnya terlihat muram menjadi sumringah.

Di persimpangan jalan, mural memenuhi sebidang tembok berwarna dasar kuning dengan sentuhan merah menyala. Menegaskan paras Peunayong yang makin berseri. Di bawahnya sebuah prasasti bercerita tentang asal muasal kawasan tersebut.

Alkisah pada masa masa kerajaan abad ke-17, seorang bahariawan Tiongkok, Laksamana Cheng Ho merambah gugusan kepulauan terbesar di dunia bernama Nusantara.

Kota-kota yang disinggahinya pun berkembang menjadi pusat perdagangan. Termasuk gampong di tepi Krueng Aceh yang bernama Peunayong atau yang dalam bahasa lokal bermakna peumayong (memayungi).

Baca: Ada 7 Fungsi Tombol Power Smartphone yang Jarang di Ketahui, Salah Satunya Menuju Menu Rahasia

Baca: VIDEO - Petugas KPK Amankan Bupati Bener Meriah, Begini Kronologisnya

Baca: Aceh Masuk Target Pengurangan Kumuh

Serambi on TV yang menyusuri Peunayong, Selasa (3/7), mendapati tak banyak yang berubah dengan aktivitas warga di kawasan yang juga dikenal sebagai pusat perdagangan itu.

Lain halnya dengan bangunan fisik. Naga dan lampion yang menyembul di sana sini menegaskan nuansa oriental. Dekorasi ruangan dengan tema senada begitu mudah ditemukan tatkala menginjakkan kaki di kawasan ini.

Tidak hanya di rumah ibadah, tapi juga di pertokoan hingga tempat kediaman. Seperti pemandangan yang terlihat di pasar Peunayong.

Untuk melengkapi napak tilas jejak sang Laksamana, Serambi on TV berpetualang rasa dengan mencicipi mi pangsit sebuah warung legendaris milik Acin.

Bangunan khas era kolonial terlihat dari pintu, jendela, hingga atap yang rendah. Warkop yang sudah melintasi tiga generasi dan setia menjual aneka olahan mi untuk konsumen muslim.

Seperti juga etnis Tionghoa lainnya di situ, Acin mengaku menyambut baik anjuran dari Pemerintah Kota Banda Aceh, untuk mengecat warkop miliknya tanpa mengubah bentuk asli. Tampil dalam wajah baru tanpa menanggalkan identitas.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved