Cerpen

Marimba

FAJAR hampir menyingsing. Deru angin terasa semakin dingin. Deburan ombak bantaian menjilati pasir pantai

Editor: bakri

Inikah hantu penghuni kuala ini?

Janjieng seperti tersihir dengan pertanyaan-pertanyaannya yang bermain dan bermunculan di dalam benaknya sendiri.

“ Akulah Monamu,” tiba-tiba suara perempuan muncul dari balik bibir keemasan itu.

Janjieng tersentak. Suara halus itu terasa cukup akrab dengan kehidupannya. Suara itu menyatakan dirinya adalah Mona. Monalisakah dia? Tapi mengapa mematung?

“Akulah Si Pemilik Jeungki. Akulah yang orang-orang sebut Marimba. Kau boleh mempersuntingku. Bawalah aku kemana pun kau inginkan. Emas diriku dan jeungkiku lebih besar daripada emas di puncak Tugu Monas. Kau boleh menggunakan aku semaumu. Sepuas hatimu, Janjieng! Cintaku padamu lebih berharga dari apa pun di dunia ini. Kemurnianku dunia pun tak mampu menandinginya. Sanggamalah aku. Bukankah itu salah satu yang selama ini kau harapkan dariku?” Bisikan suara halus dan lembut itu merasuk perlahan ke dalam diri Janjieng. Terbuai dan terpana adalah hal yang lumrah untuk emas sebesar itu. Kilauan. Dalam ton beratnya.

“Aa...apa kau benar-benar Monalisa?”

“Ya. Akulah Monalisa yang dulu kau nanti-nanti.”

“Jeungki Marimba?”

“Ya. Bayang-bayang Monalisa adalah jeungki Marimba.”

“ Penunggu kuala?”

“ Bukan. Aku bukanlah penunggu kuala. Tapi aku adalah penunggumu, Janjieng. Menunggumu selamanya.”

“ Tapi kau?”

“ Kisah cintaku telah jadi misteri. Kau takkan pernah mengerti.”

Angin bertiup dari laut menuju darat. Boat dan sampan nelayan bersandaran di tepian. Semalam badai. Tak ada seorang nelayan pun yang berani melaut. Dan....

“Keparat...pekak...sialan...”

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved