HUT Ke 73 RI
Pejabat Abdya Ziarahi Makam Teungku Peukan, Ini Kisah Syahidnya Bersama Sang Anak di Medan Perang
Dalam penyerangan itu putra Teungku Peukan, Teungku Muhammad Kasem juga gugur bersama lima pejuang lainnya.
Penulis: Zainun Yusuf | Editor: Safriadi Syahbuddin
Laporan Zainun Yusuf | Aceh Barat Daya
SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE – Anggota Forum Koordinasi Pimpinan Kabupaten (Forkopimkab) Aceh Barat Daya (Abdya), menziarahi makam Teungku Peukan bin Teungku Adam di Kompleks Masjid Jamik Baitul Adhim Blangpidie, Kamis (16/8/2018).
Kegiatan itu merupakan rangkaian memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-73 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Saat ziarah, dilaksanakan upacara dengan Inspektur Upacara, Dandim 0110 Abdya, Letkol Arm Iwan Aprianto. Sementara Danki Senapan E Yonif 115 Macan Leuser, Kapten Sirait dipercaya sebagai komandan upacara.
Dihadiri Bupati Abdya, Akmal Ibrahim SH bersama Wakil Bupati, Muslizar MT, Ketua DPRK Zaman Akli SSos, Kapolres AKBP Andy Hermawan, Kajari, Abdur Kadir SH MH, Kasdim 0110, Kepala Lapas Kelas III Blangpidie serta sejumlah pejabat eselon II, ibu-ibu Persit, bhayangkari dan dharmawanita. Peserta upacara adalah Anggota TNI, Polri dan Satpol PP Abdya.
Inspektur upacara, Letkol Arm Iwan Aprianto dalam acara tersebut meletakkan karangan bunga dibantu anggota paskibra.
Usai upacara, dilaksanakan tabur bunga di atas makam Teungku Peukan yang gugur tahun 1926 ketika memimpin penyerangan Tangsi Belanda di Blangpidie.
Lalu, siapakah Teungku Peukan? Berdasarkan cacatan sejarah dan beberapa sumber yang dikutip Serambinews.com, Teungku Peukan lahir pada 1886 di Desa Alue Paku, Kecamatan Sawang, Aceh Selatan.
Viral! Tak Hanya Berguna Untuk Wanita, Tentara Pria Ini Pamer Manfaat Lain dari Pembalut
Kemudian ia menetap di Manggeng, Kabupaten Abdya (dulu merupakan wilayah Kabupaten Aceh Selatan).
Dia adalah salah seorang ulama terkemuka di daerah Manggeng. Orang tuanya Teungku Adam juga seorang ulama yang dikenal dengan sebutan Teungku Padang Ganting yang berasal dari daerah Alue Paku, Sawang, Aceh Selatan.
Pada zamannya, Teungku Peukan merupakan seorang ulama kharismatik dan berpengaruh di Manggeng dan sekitarnya.
Sebagai seorang ulama dan tokoh masyarakat yang berpengaruh, Teungku Peukan semakin berbahaya di mata Belanda.
Dakwah yang disampaikan dianggap bisa memancing perlawanan sehingga sering dimata-matai oleh kaki tangan Belanda.
Hingga akhirnya Belanda mencurigai aktivitas dakwah Teungku Peukan dengan melakukan pemboikotan. Akibatnya, Teungku Peukan marah dan tersinggung.
BREAKING NEWS - Semua Perangkat Desa Teupin Jok Mengundurkan Diri, Tinggal Keuchik dan Imum Gampong
Belanda tidak berhenti di situ, mareka terus mencari kesalahan dengan berbagai strategi. Salah satunya adalah memerintahkan kaki tangannya menagih uang blesting atau pajak tanah yang sudah tiga tahun dibebaskan oleh Ule Balang Manggeng.
Desakan agar pajak tersebut dilunasi dalam waktu singkat tidak diindahkan. Teungku Peukan tetap bersikeras tidak membayar dan tidak akan tunduk kepada Belanda.
Akibat pembangkangannya, Belanda mulai mencari Teungku Peukan untuk ditahan. Namun usaha tersebut mendapat perlawanan dengan menyusun kekuatan.
Teungku Peukan terus melakukan perlawanan dengan merancang penyerangan tangsi Belanda di Blangpidie yang saat ini menjadi lokasi Asrama Kodim 0110 Abdya, tidak jauh dari Masjid Jamik Baitul Adhim Blangpidie.
Pada malam menjelang peristiwa penyerangan (September 1926), Teungku Peukan dan pasukannya terlebih dahulu wirid dan berzikir di Meunasah Ayah Gadeng, Kecamatan Manggeng.
Anut Ajaran Sesat dan Kumpul Tiap Malam Jumat, Begini Nasib Anggota Kerajaan Ubur-Ubur
Setelah breefing, Teungku Peukan mengarahkan pasukannya menuju Blangpidie dengan menempuh jalan kaki sejauh 20 kilometer.
Dalam perjalanan dari Manggeng menuju Blangpidie, anak Teungku Peukan ditunjuk sebagai pembakar semangat dengan pekikan suara takbir di sepanjang jalan.
Pasukan yang semua menggunakan seragam hitam-hitam dengan celana di lipat hingga lutut untuk mengobarkan semangat jihad. Sementara panglima menggunakan selempang kuning.
Menjelang fajar, seluruh anggota pasukan Teungku Peukan tiba di Blangpidie. Sambil melepas lelah dan dahaga, pasukan melakukan kembali breefing dan mengatur strategi penyerangan di Balee Teungku di Lhong Dayah Geulumpang Payong, Kemukiman Kuta Tinggi.
Setelah strategi matang dengan penyerangan dari tiga sektor, Teungku Peukan langsung memberi komando penyerangan ke tangsi Belanda yang saat itu serdadu masih tidur lelap.
Serangan sporadis pada Jumat tanggal 11 September 1926 yang dilakukan oleh pasukan Teungku Peukan membuat serdadu Belanda di dalam bivak kucar-kacir.
Negara yang Terancam Bangkrut di Tahun 2018, Salah Satunya dari Asia Tenggara
Dikisahkan, seperti dikutip dari catatan sejarah, bahwa dalam penyerangan itu beberapa senapan marsose Belanda tidak meletus ketika akan menembak para pejuang Teungku Peukan.
Sementara pejuang Teungku Peukan terus maju menggempur marsose dan isi tangsi Belanda. Serangan dahsyad tersebut mengakibatkan tangsi Belanda banjir darah.
Sebagai wujud rasa syukur. Teungku Peukan kemudian mengumandangkan azan di masjid yang ada di depan tangsi Belanda yang saat ini adalah Mesjid Jamik Baitul Adhim Blangpidie yang berada di depan Kantor Bank Aceh Syariah Cabang Blangpidie.
Saat itulah seorang sardadu (marsose) Belanda yang selamat dalam penyerangan itu melepaskan tembakan yang membuat Teungku Peukan syahid.
Setelah semuanya terkendali Teungku Peukan kemudian dimakamkan tidak jauh dari lokasi tertembak, tanpa dimandikan lebih dulu sebagai mana hal yang berlaku terhadap seorang yang mati syahid.
Tak Bayar Utang Rp10 Juta, Satu Keluarga di Makassar Tewas Dibakar Oleh Kartel Narkoba
Dalam penyerangan itu putra Teungku Peukan, Teungku Muhammad Kasem juga gugur bersama lima pejuang lainnya.
Teungku Peukan telah gugur sebagai pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan. Sampai sekarang makam beliau yang ada di depan kompleks Masjid Jamik Baitul Adhim Blangpidie diziarahi pejabat pemerintah dan TNI/Polri pada acara memringati HUT Kemerdekaan RI dan peringatan Hari Pahlawan.
Perjuangan Teungku Peukan yang sangat heroik itu membanggakan masyarakat dan pemerintah Abdya, dan tentunya tidak dilupakan oleh generasi setelah menikmati buah dari kemerdekaan. Nama pahlawan ini telah diabadikan menjadi nama Rumah Sakit Umum (RSU) Teungku Peukan berlokasi di Padang Meurantee, Desa Ujong Padang, Kecamatan Susoh.
Tidak hanya namanya yang diabadikan menjadi nama rumah sakit umum, Tugu Teungku Peukan berbentuk bambu runcing telah dibangun di Desa Meurandeh, Kecamatan Lembah Sabil, Abdya atau dekat lintasan Jalan Nasional Blangpidie-Tapaktuan.(*)