Sudan Kaya Tambang Emas, Namun Anak-anak Hidup Sengsara dan Terpaksa Jadi 'Mesin Keruk'
Dia sering menghilang selama berbulan-bulan untuk mendapatkan uang dengan menjual ponsel curian atau pakaian bekas.
Dia berpendapat bahwa masalah itu bukanlah 'bencana' dan bahwa para majikan mematuhi hukum internasional.
Dia tidak sadar bahwa anak-anak bekerja di tambang di banyak wilayah negara ini.
Titus Lopir berusia 8 tahun ketika dia mulai mencuci piring di sebuah hotel di kota Kapoeta.
Selama dua tahun, anak itu bekerja setiap hari tanpa dibayar, hanya diupah dengan makanan dan tempat berteduh.
Padahal pekerjaannya banyak, termasuk menyalakan api di dapur pada malam hari, memasak untuk staf fan membersihkan piring-piring pelanggan.
Baca: QF Japan Open 2018 - Ganda Campuran Malaysia Hentikan Langkah Praveen/Melati Lewat Rubber Game
Anak itu berkata bahwa pekerjaannya sulit, tetapi dia tidak punya pilihan.
Sekarang dia sudah 12 tahun dan telah masuk keluar dari kelas di sekolah asrama selama dua tahun.
Dia sering menghilang selama berbulan-bulan untuk mendapatkan uang dengan menjual ponsel curian atau pakaian bekas.
Padahal, anak itu ingin tetap tinggal dan belajar agar bisa menjdi dokter.
Artikel ini tayang pada Intisari Online dengan judul : Negaranya Kaya Tambang Emas, Anak-anak Sudan Hidup Sengsara dan Terpaksa Jadi 'Mesin Keruk'