Kisah Cut Nyak Dhien, Pahlawan yang Makamnya Baru Ditemukan 50 Tahun Setelah kematiannya
Cut Nyak Dien menikah pada usia masih belia pada tahun 1862, dengan Teuku Ibrahim Lamnga dan memiliki seorang anak laki-laki.
Namun, berkat taktik liciknya, Belanda kembali mendesak pasukan Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar.
Baca: Kapolres Aceh Timur Ajak Semua Pihak Doktrin Anak Bahwa Narkoba itu Haram
Di tengah perang yang berkecamuk, pasangan Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar mempunyai seorag putri Cut Gambang yang ketika dewasa dinikahkan dengan Teuku Di Buket, putra Teuku Cik Di Tiro yang juga pejuang dan pahlawan Aceh.
Dalam perjalanan hidup mereka, anak dan menantu Cut Nyak Dhien itu akhirnya juga gugur di medan perang.
Ujian berat kembali dialami Cut Nyak Dhien ketika pada 11 Februari 1899 Teuku Umar gugur.
Tapi semangat tempurnya tetap menyala-nyala dan ia bertekad berjuang sampai titik darah penghabisan.
Sementara itu Belanda yang mengetahui kekuatan pasukan Cut Nyak Dhien kian melemah dan hanya bisa menghindar dari hutan-hutan terus melancarkan tekanan.
Akibatnya kondisi fisik dan kesehatan Cut Nyak Dhien makin melemah namun ia tetap melanjutkan pertempuran.
Melihat kondisinya seperti itu, panglima perang Cut Nyak Dhien, Pang Laot Ali, menawarkan menyerahkan diri ke Belanda.
Tapi Cut Nyak Dhien justru marah sekali dan menegaskan untuk terus bertempur.
Akhirnya Cut Nyak Dhien berhasil ditangkap oleh pasukan khusus Belanda yag dipimpin oleh Letnan van Vurren.
Seperti biasa setelah ditangkap, dan untuk menghindarkan pengaruhnya terhadap masyarakat Aceh, Cut Nyak Dhien diasingkan ke Pulau Jawa, tepatnya ke daerah Sumedang, Jawa Barat.
Di tempat pengasingannya, Cut Nyak Dhien yang sudah renta dan mengalami gangguan penglihatan itu lebih banyak mengajar agama.
Baca: Burung Merpati Maruf Amin Tak Bisa Terbang di Deklarasi Kampanye Damai, Jadi Bahan Perbincangan
Ia tetap merahasiakan jati diri yang sebenarnya sampai akhir hayatnya.
Cut Nyak Dhien wafat pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Sumedang.