Drama Penangkapan Osama Bin Laden: Operasi Senyap Memburu Bos Jaringan Teror Al-Qaeda

Di Chalk One saya bersama Charlie dan Walt, juga Pelatih Mike yang di darat bertugas mengatur alur serangan dan mengendalikan waktu.

Editor: Fatimah
(Foto: NBC)
Kelompok Al Qaeda 

Sampai di atas kompleks rumah yang dituju, kami melihat lokasi pendaratan yang hanya seluas area parkir. Kami bersiap melemparkan tali buat meluncur ketika terdengar perintah komandan lewat radio, “Kita berputar. Kita berputar!”

Waktu bertambah, penghuni rumah jadi punya waktu untuk bersiap-siap. Padahal misi ini dipersiapkan dengan menghabiskan ratusan, bahkan ribuan, jam pelatihan. Yang utama dalam operasi ini adalah unsur kejutan, tapi kalau pendaratan gagal di kesempatan pertama, kejutan tidak ada lagi. Kami harus menyiapkan Plan B, Plan C, dst.

Baca: Bireuen Paling Rawan

Heli berguncang-guncang membanting penumpang ke segala arah. Ini terbilang biasa. Bahkan tadi kami sempat berkelakar, kalaupun heli jatuh, itu pasti yang mengangkut Chalk Two, bukan kami, karena sebagian besar dari kami sudah kenyang dengan kecelakaan helikopter.

Tapi upaya pendaratan benar-benar sulit. Dengan susah payah saya melepaskan lilitan tali yang tadi batal kami gunakan. Saya mendekat ke pintu, namun tiba-tiba heli berguncang lagi sampai rotor belakangnya menghantam atap bangunan.

Heli kehilangan keseimbangan dan meluncur ke tanah dalam posisi miring. Pandangan saya memudar, tapi saya siap dengan benturan besar.

Obsesi sejak umur 13 tahun

Baca: Ferry Komul Siap Tampil

Bagi saya, satuan elite angkatan laut AS itu sudah menghantui sejak kecil. Saya mengumpulkan banyak buku, komik, dan pelbagai kliping, menyimpan banyak video tentang operasi mereka, atau menonton film-film mereka.

Saya ingat, ketika umur 13 teman sekolah saya banyak yang terkagum-kagum atas pengetahuan saya mengenai Navy SEAL. Satuan-satuannya, idiom-idiom teknisnya, senjatanya, pesawat dan helikopternya, pola latihannya, dsb.

Sejak saya kecil ayah sudah mengenalkan senjata kepada saya. Kami pergi berburu, dan ayah selalu mengajarkan soal kehati-hatian memegang senjata. “Kamu harus memperlakukan senjata dengan respek karena kamu tahu apa yang bisa diakibatkannya,” kata ayah.

Ketika masuk ke akademi, saya mendapati banyak teman yang juga terobsesi kepada satuan elit itu. Kami adalah orang-orang yang gigih, mengejar tantangan hingga batas kemampuan, siap menerima tempaan fisik sampai batas rasa sakit. Kami juga benci kekalahan.

Baca: CPNS 2018 - Ini Besaran Gaji dan Tunjangan untuk yang Lulusan SMA

Tahun 1989, setamat dari sebuah kolese di Kalifornia, saya menjalani latihan dasar penyerangan lewat laut (Basic Underwater Demolition/SEAL, atau BUD/S). Begitu kerasnya latihan pertempuran sambil menyelam itu, hingga banyak peserta yang rontok.

Saya perlu lima tahun menjalani misi dan pelatihan, bolak-balik ke medan operasi dan training ground, sebelum masuk ke SEAL. Itu belum ke DEVGRU yang mensyaratkan kualifikasi lebih tinggi.

Tubuh harus fit sepanjang waktu, menjalani operasi senyap ke belakang garis pertahanan lawan, memerangi gerilyawan, terjun dari ketinggian dengan oksigen tipis, atau sebaliknya, di bawah terik matahari gurun Timur Tengah.

Untuk  masuk ke tim khusus Team Six, sekadar lolos seleksi sama artinya dengan gagal. Sedangkan menjadi nomor dua adalah kekalahan pertama. Tak ada hasil minimum, tak ada toleransi pada kesalahan.

Baca: Turnamen Kupula Resmi Bergulir  

Oh ya, meski namanya Team Six, sesungguhnya unit kontraterorisme AL hanya memiliki dua tim. Sebutan Team Six hanya untuk mengelabui Uni Soviet di masa Perang Dingin dulu, supaya mengesankan Amerika punya banyak pasukan khusus.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved