Opini
Likuifaksi dan Mitigasinya
TERLEPAS dari telah berkembangnya teknologi digital yang bisa merekam setiap kejadian bencana dalam dekade
Sejarah juga mencatat hanya ada beberapa kasus kejadian liquifaksi yang dipicu oleh gempa dengan skala Richter 5 dan tidak dijumpai kejadian likuifaksi yang termanifestasi di permukaan untuk gempa-gempa di bawah skala Richer 5 ini.
Dan, keempat, umur lapisan tanah yang masih muda. Pada dasarnya suatu lapisan tanah merupakan campuran yang sangat kompleks dari butiran-butiran tanah dan cairan yang terbentuk secara alami. Sejalan dengan waktu, lapisan tanah yang terkubur akan cenderung semakin meningkat kekuatannya akibat proses adukan antar-partikel (litifikasi) dan reaksi kimia (diagenesis).
Pada proses litifikasi akan terjadi perpindahan cairan pengisi rongga yang digantikan dengan partikel padat sehingga mengemas partikel-partikel butiran menjadi lebih dekat dan padu. Proses ini memperkuat sedimen yang terkubur dengan meningkatkan kontak antar-butir (kekuatan gesekan).
Untuk proses diagenesis akan melibatkan beberapa proses kimia seperti sementasi, rekristalisasi dan solusi. Butiran sedimen dapat berubah menjadi mineral lain selama diagenesis. Kedua proses penting tersebut dapat dikaitkan dengan istilah pengerasan-penuaan. Kekuatan tanah umumnya meningkat seiring waktu dan akan meningkatkan juga kemampuan lapisan tanah untuk tidak terlikuifaksi. Sejarah mencatat, likuifaksi sangat rentan untuk lapisan tanah yang berumur kurang dari 500 tahun. Material-material dengan umur kurang dari 10.000 tahun atau Holosen dalam umur geologi juga masih tergolong rentan terhadap liquifaksi.
Langkah awal mitigasi
Sejauh ini, para ahli mengindikasikan akan empat syarat seperti tersebut di atas untuk dapat terpicunya kejadian likuifaksi. Dalam cakupan yang bersifat regional, disarankan agar dilakukan identifikasi awal untuk mengenali kawasan-kawasan yang mempunyai potensi terlikuifaksi.
Langkah-langkah identifikasi awal tersebut meliputi: Pertama, evaluasi kondisi geologi. Evaluasi ini berguna untuk mengenali sifat fisik dari material pembentuk lapisan tanah dan juga umurnya. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa lapisan-lapisan sedimen tidak tersementasi dengan baik yang terbentuk dalam kurun waktu terakhir ini dan berada dalam keadaan jenuh air akan sangat berpotensi terlikuifaksi. Model proses pengendapan yang mempengaruhi terbentuknya lapisan sedimen juga mempengaruhi kerentanannnya.
Kedua, evaluasi kondisi kegempaan. Liquifaksi hanya terjadi ketika energi dan durasi gempa yang muncul cukup untuk memicunya. Besarnya energi dan durasi ini menjadi batas ambang dengan kemampuan lapisan tanah untuk meredamnya.
Dan, ketiga, evaluasi kondisi muka air tanah. Kondisi lapisan tanah yang jenuh air atau akan jenuh air ketika terinduksi gelompang gempa menunjukkan kerentanan yang sangat tinggi untuk terliquifaksi. Catatan sejarah menunjukkan bahwa 90% liquifaksi terjadi pada kawasan dengan muka air tanah kurang dari 10 meter.
Upaya konkret dalam bentuk koordinasi dan sinkronisasi data antarlembaga harus diinisiasi untuk memperoleh gambaran yang akurat akan ketiga kondisi tersebut di atas, agar keselamatan dan kepentingan masyarakat serta asset pembangunan dapat terlindungi dari bencana likuifaksi. Pihak yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab utama untuk merealisasikan langkah konkret tersebut adalah pemerintah, melalui lembaga/instansi terkaitnya.
* Dr. Bambang Setiawan, M.Eng. Sc., Ketua Prodi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. Email: bambang.setiawan@unsyiah.ac.id