Dr Lie Dharmawan, Bangun Rumah Sakit Apung Demi Mewujudkan Pesan Ibu

Bekerja tanpa pamrih, bahkan tanpa berharap pembayaran sekali pun, di lokasi-lokasi terpencil di pelosok-pelosok Indonesia.

Editor: Fatimah
Intisari online
dr. Lie Dharmawan, bekerja tanpa pamrih. 

Pada 1965, Lie lulus SMA dengan prestasi yang cemerlang. Namun berkali-kali mendaftar di fakultas-fakultas kedokteran di Pulau Jawa, ternyata ia tidak pernah diterima.

Kesempatan kuliah akhirnya didapatkannya ketika diterima masuk di Fakultas Kedokteran Universitas Res Publica (URECA).

Sayangnya, karena situasi politik saat itu, universitas yang didirikan oleh Badan Permusyawaratan KewarganegaraanIndonesia ini dihancurkan massa. Padahal Lie baru beberapa hari kuliah.

Baca: Ini Surat Wasiat Pengusaha yang Tewas Bersama Istri dan 2 Anaknya, Begini Kesaksian Pembantunya

Tak ada pilihan, Lie akhirnya menjadi pekerja serabutan. Uang penghasilannya ditabung untuk membeli tiket ke Jerman, sesuai cita-citanya.

Menginjak usia 21 tahun, Lie diterima di Fakultas Kedokteran Free University di Berlin Barat. Untuk membiayai kuliah dan kehidupannya, ia bekerja sebagai kuli bongkar muat barang.

Lie juga bekerja di sebuah panti jompo yang salah satu tugasnya adalah membersihkan kotoran orang tua berusia 80 tahunan.

Sekalipun sibuk bekerja, Lie tetap berprestasi, sehingga ia mendapat beasiswa. Semua itu ia gunakan untuk biaya sekolah adik-adiknya.

Baca: Sedang Berlangsung, Live Streaming Bhayangkara FC Vs Arema FC, Inilah Susunan Pemain Kedua Tim

Pada 1974, ia berhasil mendapat gelar Medical Doctor. Pendidikan selanjutnya dilaluinya di University Hospital, Cologne, Jerman. Sementara gelar Ph.D-nya didapat di Free University Berlin.

Semua pendidikan itu ditempuhnya selama sepuluh tahun.

Merasa berutang kepada Tuhan

T: Orangtua Anda mengajarkan apa sehingga muncul tekad untuk menolong sesama?

J: Mama saya pernah berkata, “Kalau kamu suatu saat menjadi dokter, kamu jangan memeras orang miskin. Mereka akan membayar, tapi ketika pulang mereka akan menangis karena ketika pulang mereka tak punya uang untuk membeli beras.”

Akan selalu saya ingat, bagaimana ibu saya menangis ketika saya minta makan (tapi tidak bisa memberikan, Red), dan itu sesuatu yang tidak bakal saya lupakan seumur hidup saya.

T: Anda sudah sukses di Jerman, apa yang mendorong Anda kembali ke Indonesia?

J: Saya bekerja di sebuah rumah sakit di salah satu universitas besar di Jerman. Saya punya jenjang karier yang baik. Kalau saya tetap di Jerman, saya jadi tenaga pengajar. Ilmu yang saya peroleh akan diterapkan sebagian besar untuk ilmu kedokteran.

Saya satu dari sekian ratus ribu dokter di sana. Kalau saya pulang, ilmu kedokteran yang saya pelajari benar-benar bisa diaplikasikan untuk kemanusiaan. Terutama untuk mereka yang membutuhkan pertolongan tapi tidak memiliki akses.

Baca Juga : Seorang Calon Dokter Donorkan 67 Persen Hatinya untuk Guru SD-nya

T: Bagi Anda apa arti kesederhanaan?

J: Saya puas dengan kehidupan saya sekarang. Saya tidak mau berlebihan. Istri saya pernah bertanya ketika kehidupan saya masih belum semapan sekarang, cukupkah uang yang kita berikan untuk orang-orang? Kalau kurang, kan tinggal tambah lagi, kita enggak kelaparan ini.

Sering saya kasih contoh kepada keluarga saya, kalian tahu kita setiap hari bernapas? Coba lihat di ICU, berapa oksigen yang harus kita bayar? Kita seumur hidup bernapas gratis, sudah berapa kita berutang pada Tuhan?

T: Masih punya mimpi apa lagi?

J: Saya tidak akan berhenti di rumah sakit apung. Saya ingin membangun rumah sakit tanpa kelas, low cost hospital. Saya ingin membahagiakan manusia. Saya tidak akan berhenti berpikir.

Artikel ini tayang pada Intisari Online dengan judul : Hari Dokter Nasional: Dr Lie Dharmawan, Bangun Rumah Sakit Apung Demi Mewujudkan Pesan Ibu

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved