Kebohongan dan Kekonyolan Media Saudi dalam kasus Khashoggi

Media Saudi yang memiliki reputasi jurnalistik buruk menambah rasa malu bagi Riyadh setelah kasus Khashoggi ini.

Editor: Taufik Hidayat
Anadolu Agency
Pemrotes menuntut pengusutan atas kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi yang diduga melibatkan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) 

SERAMBINEWS.COM, ISTANBUL - Seorang ahli di bidang komunikasi strategis, Cherkaoui yang juga penulis "The News Media at War: The Clash of Western and Arab Networks in the Middle East," mengatakan, setelah hampir tiga minggu menyangkal dan menyalahkan yang lain, pihak berwenang Saudi pada 19 Oktober 2018 akhirnya mengumumkan bahwa Khashoggi meninggal akibat "berkelahi" di konsulat pada 2 Oktober dan telah menangkap 18 warga Saudi terkait kasus ini.

Selain itu, dua pembantu utama Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), serta tiga agen intelijen lainnya, telah dipecat.

Terlepas dari kejujuran versi Saudi, pembunuhan mengerikan dan kemungkinan mutilasi jurnalis Saudi Jamal Khashoggi, tidak hanya membawa gambaran menyeramkan dari rezim Saudi, tetapi juga kesan yang sangat buruk media mereka.

Baca: Arab Saudi Menolak Keras Menyerahkan Pembunuh Jamal Khashoggi kepada Turki, Apa Alasannya?

Perlu dicatat bahwa rezim Saudi memiliki sejarah panjang tentang penculikan musuh.

Menjebak para pembangkang ke sebuah pertemuan dan menculik mereka tampaknya merupakan taktik yang sering digunakan.

Misalnya, Naser al-Sa'id, salah satu pemimpin oposisi pertama terhadap keluarga kerajaan Saudi, menghilang di Beirut pada tahun 1979.

Demikian pula, Pangeran Sultan bin Turki diculik di Jenewa dan dibawa ke Arab Saudi pada tahun 2003 untuk dibunuh, setelah menyerukan reformasi di Arab Saudi.

Selain itu, Pangeran Turki bin Bandar Al-Saud, seorang mantan kepala polisi, juga diciduk di luar negeri pada tahun 2015 dan dibawa ke Arab Saudi untuk dihabisi.

Kecenderungan untuk menggunakan cara represif dan tangan besi terhadap intelektual dan jurnalis Saudi tampaknya telah menguat sejak MBS menjadi Putra Mahkota.

Menurut The Independent, pemerintah Saudi merencanakan penculikan serupa terhadap Khaled bin Farhan al-Saud, seorang pangeran Saudi yang tinggal di pengasingan di Jerman, sepuluh hari sebelum Khashoggi menghilang.

Kampanye dan tindakan setan yang disebutkan di atas disertai dengan peningkatan propaganda totaliter rezim Saudi, telah merusak kekuatan perubahan yang dijalankan negara kerajaan itu, dan memperburuk narasi mereka.

Media lokal, mulai dari saluran berita Al Arabiya milik Saudi hingga konglomerat Rotana Group dan Timur Tengah Broadcasting Corporation (MBC), hingga surat kabar transnasional, seperti harian Al Hayat dan Asharq Al-Awsat, dan portal berita online Elaph, mendukung strategi propaganda yang dilakukan Saudi ini.

Namun, meskipun telah membangun kerajaan media transnasional yang sangat besar, nilai-nilai media, etika jurnalistik dan profesionalisme pers tidak diterapkan sama sekali di Arab Saudi.

Al Arabiya News Channel, yang seharusnya menjadi outlet media unggulan Saudi, tidak mendapatkan lagi lisensi penyiarannya dari regulator Ofcom di Inggris pada Februari 2018.

Itu dilakukan Ofcom setelah menerima banyak keluhan terkait konten televisi tersebut yang "melanggar kode ketidakberpihakan dan akurasi" dalam sumber berita.

Penghentian kerja sama antara Al Arabiya News Channel dangan Ofcom ini karena regulator berbasis di Inggris itu menerapkan standar jurnalisme internasional yang tinggi dalam produk penyiarannya.

 Masalah Jamal Khashoggi adalah contohnya. Bukti-bukti yang mengaitkan Riyadh dengan pembunuhan Jamal Khashoggi begitu besar.

Sehingga penolakan tanpa fakta dari media Saudi selama hampir tiga minggu tidak hanya mengubah media ini menjadi bahan tertawaan, tetapi juga menjadi dakwaan.

Alih-alih memberikan informasi yang berarti tentang lenyapnya Khashoggi atau bahkan menawarkan bukti-bukti kuat yang menentang fakta-fakta yang melingkupi perselingkuhan ini, reaksi media Saudi berkisar dari penolakan total dan pengaburan sampai pembangunan teori konspirasi tanpa dasar.

Sebagai contoh, Jamil Al-Dhiabi, editor surat kabar Saudi Okaz, menyatakan dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada 9 Oktober 2018 bahwa "semua orang yang menyebarkan informasi tentang pembunuhan Jamal Khashoggi, menuliskan slogan yang sama secara serempak, yang menunjukkan bahwa mereka terlibat dan ikut dalam kejahatan ini".

Baca: Penyebab Khashoggi Dimutilasi, Diduga Karena Tahu Arab Saudi Pakai Senjata Kimia di Yaman

Kolumnis lain untuk Okaz, Hammoud Abu Thalib, menulis hal serupa dalam edisi yang sama (9 Oktober) dengan membelokkan kesalahan kepada entitas asing.

Dia menegaskan bahwa kasus Jamal Khashoggi jelas menunjukkan sebuah operasi intelijen yang disiapkan oleh para agen dan jurnalis yang ditunggangi oleh Ikhwanul Muslimin.

Dalam nada yang sama, Al-Arabiya.net mengutip duta besar kedutaan Arab Saudi di Lebanon yang mengatakan bahwa pertunjukan teater Khashoggi adalah konspirasi sebuah badan intelijen yang dirancang untuk merusak reputasi Arab Saudi.

Secara paralel, media Saudi juga menyerang pers Amerika dan media internasional laiinya yang memberitakan nasib Khashoggi.

Sebagai contoh, situs Al-Arabiya meremehkan laporan dari Reuters dengan menyebut "penuh kontradiksi".

Demikian pula, dalam editorial berjudul "Propaganda Hitam" dan diterbitkan pada 8 Oktober, surat kabar milik negara Al-Riyadh menyerang Washington Post.

Media Arab tersebut menuding Washinton Post sebagai platform tukang fitnah untuk menurunkan reputasi Kerajaan Saudi dan merendahkan pemimpinnya.

Menurut editorial ini, media sudah kehilangan kredibilitas dan menjadi lembaga bisa dibayar untuk menyerang Kerajaan.

Surat kabar Saudi ini mengatakan bahwa alasan untuk mengasingkan Riyadh dalam masalah ini adalah karena meningkatnya permusuhan antara Washington Post dan Presiden AS Donald Trump.

Kebijakan editorial aneh yang dilakukan oleh media Saudi terkait Khashoggi telah memunculkan olok-olok kepada media yang mendukung Putra Mahkota Muhammad Bin Salman (MBS).

Thomas Friedman, salah satunya. Kolumnis New York Times ini tidak bisa menyembunyikan wajah bingungnya saat diwawancara oleh jurnalis CNN Christiane Amanpour pada 18 Oktober 2018.

Friedman tidak percaya mendengar beberapa komentar konyol oleh media Saudi, ketika Riyadh pada akhirnya mengakui bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut.

Media Saudi–meski pun secara terang-terangan berbohong kepada publik dan menuduh berbagai pihak mulai dari Washington Post dan Turki hingga Qatar dan Ikhwanul Muslimin – tidak sedikit pun meminta maaf kepada publik atau mengakui kesalahan mereka.

Baca: Pejabat Saudi Sebut Khashoggi Meninggal Dicekik, Jenazahnya Digulung Pakai Karpet Lalu Dibuang

Setelah menghabiskan jutaan dolar untuk melobi perusahaan-perusahaan besar kelas dunia dan berkampanye untuk menguatkan citra, pembunuhan mengerikan atas Khashoggi telah membalikkan segalanya.

Kasus ini telah mencoreng citra MBS dan rezim Saudi. Dan Riyadh telah jatuh ke dalam krisis internasional.

“Namun, dalam pertempuran membentuk opini publik internasional, media Saudi yang memiliki reputasi jurnalistik buruk menambah rasa malu bagi Riyadh setelah kasus Khashoggi ini,” kata Cherkaoui.(Anadolu Agency)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved