Aceh Masih Butuh Lembaga Wali Nanggroe
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah MT angkat bicara terkait polemik keberadaan Lembaga Wali Nanggroe
Jangan ganggu Wali
Pernyataan Senator Aceh Ghazali Abbas Adan bahwa LWN tak diperlukan lagi kembali menuai kritikan dari berbagai kalangan mantan petinggi GAM di Aceh Utara dan Lhokseumawe serta dari mahasiswa. Di antaranya, Misbahul Munir, eks kombatan GAM yang kini Anggota DPRK Aceh Utara, Junaidi Yahya, mantan Juru Penerangan GAM Wilayah Pase, Wakil Ketua DPRK Aceh Utara Zubir HT, dan Himpunan Mahasiswa Magister Administrasi Publik Universitas Malikussaleh.
“Seharusnya Ghazali sebagai perwakilan dari daerah untuk pusat, beliau membela semua kepentingan daerah, apalagi hal yang bersifat khusus yang telah diamanatkan oleh konstitusi. Karena itu pernyataan tersebut perlu diluruskan karena pernyataan penghapusan LWN dapat memicu konflik baru,” ujar Misbahul Munir kepada Serambi di Lhokseumawe kemarin.
Disebutkan, keberadaan LWN perlu dikembalikan sesuai dengan maksud dan tujuan seperti yang termaktub dalam butir MoU Helsinki, agar para tokoh dan generasi ke depan mempunyai satu kesepahaman pentingnya ke khususan Aceh dan tidak mengobok-obok kesepahaman yang telah dicapai dengan susah payah oleh para pejuangnya.
“Dalam masa konflik Aceh yang berkepanjangan begitu banyak korban pembunuhan, penganiayaan bahkan pemerkosaan, tapi para tokoh diam seribu bahasa. Karena itu rawatlah perdamaian ini dan sampaikan pesan kesejukan ke seluruh penjuru negeri,” ujar Rahul.
Mantan Juru Penerangan GAM) Wilayah Pase, Junaidi Yahya, kemarin menegaskan, LWN harus tetap berada di Aceh, karena lembaga tersebut merupakan sebagai simbol perjuangan. “Kami ingin Lembaga Wali Nanggroe harus tetap ada di Aceh dan itu merupakan sebagai simbol perjuangan. Kami mantan Kombatan GAM akan tetap membela lembaga tersebut dan jangan coba-coba mengusik hasil perjuangan,” ujar Junaidi yahya.
Junaidi Yahya menambahkan, Senator Aceh Ghazali Abbas Adan jangan melukai hati masyarakat Aceh, dengan memberikan pernyataan bahwa Lembaga Wali Nanggroe tersebut tidak diperlukan lagi. Karena lahirnya Lembaga Wali Nanggroe memiliki sejarah yang panjang dan merupakan salah satu bentuk kekhususan Aceh, yang telah diamanahkan dalam Poin 1.1.7 MoU Helsinki dan kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pasal 96 ayat (4) dan Pasal 97.
“Lembaga ini harusnya dipertahankan dan bukan malah diminta untuk dibubarkan, ini merupakan salah satu bentuk kekhususan Aceh dan sebagai simbol perjuangan. Maka bagi siapa pun jangan coba-coba menganggu Lembaga Wali Nanggroe, kami siap membela,” katanya.
Ketua Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Magister Administrasi Publik Unimal, Zahri Abdullah menyatakan, LWN harus dipertahankan karena itu merupakan simbol identitas kekhususan Aceh yang harus dilestarikan sesuai dengan amanah MoU dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentangPemerintahan Aceh,” ujar Zahri. (dan/jaf/bah/dik)