Opini

Aceh Mengistimewakan Guru

GURU adalah profesi mulia. Perannya sangat menentukan kualitas generasi ini ke depan

Editor: bakri

Oleh Sara Masroni

GURU adalah profesi mulia. Perannya sangat menentukan kualitas generasi ini ke depan. Kesejahteraan menjadi salah satu variabel penting dalam setiap profesi termasuk profesi guru. Profesionalitas guru ditentukan oleh beberapa komponen, yaitu: ilmu pengetahuan yang dimilikinya 20%, keterampilan 25%, insentif 60%, dan dedikasi 5% (Haq, 2017: 194). Insentif mempengaruhi lebih dari setengah komponen penentu tingkat profesionalitas seorang guru. Lalu bagaimana dengan kenyataan hari ini?

Dikutip dari Serambinews.com (17/10/2018), di Luksemburg, mereka menggaji guru SD tanpa pengalaman dengan total Rp 1 miliar per tahun atau Rp 80,3 juta per bulan. Selanjutnya, untuk gaji guru SMP/SMA sebesar Rp 1,2 miliar per tahun atau Rp 100 juta per bulan. Mirisnya, di kampung saya, di Simeulue, gaji guru masih ada yang dibayar Rp 16.000/jam. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan dan berdampak besar terhadap kualitas pendidikan. Terjadi kesenjangan antara ekspektasi hasil produksi intelektual yang baik, dengan kurangnya kejahteraan fasilitator penunjang intelektual itu sendiri.

Seperti diketahui bahwa upah minimum provinsi (UMP) di Aceh saat ini Rp 2,7 juta dan pada 2019 nanti akan naik menjadi Rp 2,9 juta/bulan. Bandingkan jika gaji guru Rp 16.000/jam. Hampir tidak bisa dibayangkan betapa sulitnya profesi guru hari ini. Masih jauh dari manisnya UMP.

Kondisi ini pula membuat guru harus bekerja keras menambah pendapatan dari tempat lain dalam satu waktu. Menurut Jalal dan Supriyadi (Haq, 2017: 189), dua indikator menajamen guru yang desentralistik belum terwujud, yaitu keamanan psikologis guru dalam melaksanakan tugasnya dan mendapatkan jaminan kesejahteraan. Jika sudah seperti ini, membahas kualitas pendidikan tanpa memprioritaskan kesejahteraan fasilitatornya seperti jauh panggang dari api.

Alih-alih sejahtera, guru malah kerap mendapat aniaya. Alm Ahmad Budi Cahyono (27) salah satunya. Guru muda SMAN 1 Torjun, Sampang, Madura, Jawa Timur ini malah harus meregang nyawa di tangan anak didiknya sendiri, karena sang murid tak terima ditegur (Serambinews.com, 2/2/2018). Kisah-kisah miris ini menambah catatan pahit dan kelam guru yang katanya mengemban posisi mulia dan kerap disebut sebagai “pahlawan tanpa jasa”.

Keistimewaan Aceh
Aceh disebut daerah istimewa. Tiga keistimewaan tersebut meliputi, agama, adat istiadat, dan pendidikan. Pusat memberikan kewenangan penuh kepada Aceh mengatur tiga variabel tersebut. Dengan demikian, sudah sepatutnya keistimewaan pendidikan diwujudkan melalui kesejahteraan guru sebagaimana judul artikel ini, “Aceh Mengistimewakan Guru”.

Peran guru amat sangat menentukan kualitas generasi ini. Kesejahteraan mereka tentu mempengaruhi perannya dalam mengemban amanah mencerdaskan anak bangsa. Lebih dari itu, menurut Deitje S. Borang (2010: 245) guru dituntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan knowledge, values, dan skill, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan, tidak jarang para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.

Guru sudah selayaknya mendapat keistimewaan dari manusia. Sebab Allah Swt saja begitu mengistimewakan guru. Hal ini sesuai dengan janji Allah Swt yang akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu pengetahuan (satu di antarany; guru) menjadi beberapa derajat (QS. Al-Mujadalah: 11).

Untuk itu, berikut beberapa tawaran penulis dengan harapan terwujud Aceh sebagai daerah pelopor yang mengistimewakan guru: Pertama, naikan gaji guru. Pemerintah harus berani menetapkan regulasi dengan taraf gaji guru di atas UMP. Guru memiliki tugas mulia, yaitu mencerdaskan anak bangsa. Maka imbalan yang diberikan mesti istimewa pula. Jika masih sulit, maka berjuanglah setidaknya berada pada standar UMP. Terkhusus kepada para guru-guru honor, sudah selayaknya mereka diselamatkan melalui regulasi ini.

Kedua, berikan beasiswa. Kepada guru-guru muda berprestasi, berikan kesempatan melanjutnya pendidikan yang lebih tinggi melalui beasiswa khusus guru. Banyak program beasiswa hari ini, namun penulis melihat hanya guru-guru di perkotaan dengan kualitas pendidikan yang baik saja yang mampu mengecap program seperti ini. Tidak dengan guru-guru di perkampungan.

Melalui program beasiswa merata, satu guru dari setiap sekolah baik di perkotaan maupun di perkampungan berhak mendapatkan tiket yang sama melanjutkan S-2 gratis setiap tahunnya atau per periode tertentu. Hal ini akan sangat mendulang percepatan perbaikan dan mutu pendidikan di Aceh.

Ketiga, mendapatkan prioritas jaminan kesejahteraan. Harus ada jaminan hari tua, pendidikan anak, kendaraan dan hal-hal yang dirasa kebutuhan mendasar jangka pendek maupun jangka panjang untuk guru. Aceh mesti menjadi pelopor kesejahteraan guru. Dengan begini, para guru di Aceh benar-benar mendapat tempat yang istimewa dengan segala kemuliaan yang ia miliki.

Kreatif dan inovatif
Selanjutnya, sebagai lembaga pemerintah, Dinas Pendidikan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota harus menjadi “bintang” dalam mendorong kesejahteraan para guru. Kreatif dan inovatif dalam memberikan pelayanan jasa guru adalah bentuk dari aktualisasi mengistimewakan guru di bumi Serambi Mekkah ini.

Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah, Mochamad Ardian Noervianto, menjelaskan, seluruh alokasi dana otsus dari Januari hingga Desember 2018 sebesar Rp 8 triliun (Serambinews.com, 7/7/2018).

Provinsi dan kabupaten/kota se Aceh pada tahun anggaran 2018 memperoleh alokasi dana transfer dan dana desa sebesar Rp 34 triliun lebih. Duit sebanyak ini bisalah dilebihkan untuk kesejahteraan guru dengan harapan Aceh menjadi pelopor mengistimewakan guru ke depan.

Pada akhirnya, mimpi menuju suatu bangsa besar, maju dan penuh peradaban, hanya akan terwujud jika generasinya sudah memiliki kualitas dan daya saing yang tinggi. Melalui kesejahteraan guru, kita berharap kualitas pendidikan bisa lebih baik lagi. Terkhusus untuk pemerintah Aceh.

Jika ketiga poin di atas mampu diaktualisasikan, maka Aceh kembali bersiap menjadi pelopor yang kemunginan akan kembali ditiru oleh pemerintah pusat. Teruslah Aceh menjadi pelopor dalam kebaikan. Selamat Hari Guru dan Selamat Milad PGRI!

* Sara Masroni, Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Email: saramasroni @gmail.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved