Pembersihan Lokasi Jalan Tol Aceh Sudah 26 Km

Pembangunan jalan tol Aceh (ruas Banda Aceh-Sigli) sepanjang 74 kilometer (Km), kini sudah memasuki tahap

Editor: bakri
Serambi/Herianto
Kasarker Pembebasan Jalan Tol Sigli - Banda Aceh (Sibanceh), Alvisyah memberikan penjelasan kepada Wakil Ketua I DPRA, Sulaiman Abda mengenai progres pembebasan tanah proyek tol Aceh, sudah sampai 26 Km, dari 73 Km yang mau dijerjakan, Kamis (11/1) di pintu masuk tol Blang Bintang, Aceh Besar. 

BANDA ACEH - Pembangunan jalan tol Aceh (ruas Banda Aceh-Sigli) sepanjang 74 kilometer (Km), kini sudah memasuki tahap pembersihan lahan.

Dari 965 persil atau 197,4 hektare tanah masyarakat yang sudah dibebaskan, yang sudah dilakukan land clearing (pembersihan lahan) oleh kontraktor pelaksana yaitu PT Adhi Karya sepanjang 26 Km.

Hal itu disampaikan Kasatker Pembebasan Tanah Jalan Tol Aceh Ruas Banda Aceh-Sigli, Alvisyah kepada Wakil Ketua I DPRA, Sulaiman Abda, saat meninjau lokasi pembersihan lahan jalan tol di Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar, Kamis (11/1).

Menurutnya, jumlah dana yang sudah dikeluarkan pemerintah untuk membayar 965 persil atau tanah masyarakatmencapai Rp 168,2 miliar.

Dikatakan, anggaran yang disediakan Pemerintah Pusat untuk membayar lahan untuk jalan tol Banda Aceh-Sigli sepanjang 74 Km dengan lebar 25-30 meter itu mencapai Rp 350,71 miliar.

Baca: VIDEO - Jokowi Resmikan Proyek Tol Aceh

Baca: Tol Aceh Rampung 2024

Dari 10 kecamatan yang masuk dalam jalur tol Banda Aceh-Sigli, lanjutnya, yang akan dibebaskan baru 4 kecamatan yaitu Blang Bintang, Montasik, Indraputi, dan kecamatan Kuta Cotglie.

Sementara enam kecamatan lain akan dibebaskan mulai bulan ini sampai skhir tahun 2019.

Untuk Kecamatan Blang Bintang, sebut Alvi, tanah yang sudah dibayar sebanyak 85 persil dari 130 bidang yang akan dibayar. Dana yang sudah dibayar kepada masyarakat Blang Bintang Rp 11,6 miliar.

Untuk Kecamatan Montasik, yang sudah dibayar 66 bidang dengan nilai Rp 6,37 miliar, Kecamatan Indrapuri sebanyak 565 bidang dengan nilai Rp 104,9 miliar, dan Kecamatan Kuta Cotglie sebanyak 249 bidang dengan nilai Rp 45,2 miliar.

“Jumlah tanah yang sudah dibayar sebanyak 965 bidang atau 26,9 persen dari 3.586 bidang tanah yang rencananya akan dibebaskan,” ungkapnya.

Dari empat kecamatan itu, menurut Alvi, masih ada beberapa persil tanah yang belum dibayar.

Penyebabnya antara lain karena ada yang menolak pembayaran dengan alasan harga tanah yang ditetapkan Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) belum wajar.

“Untuk masalah ini, kita sudah sampaikan kepada pemilik tanah agar menggugat ke pengadilan. Sebab, hanya pengadilan yang bisa mengubah nilai harga tanah yang sudah ditetapkan tersebut. KJPP, Kasatker, bupati, gubernur, atau menteri, tak bisa mengubahnya. Setelah ada putusan pengadilan, Satker siap mengusulkan kembali pembayaran dengan harga sesuai dengan yang ditetapkan majelis hakim,” ujar Alvi.

Penyebab lain tanah belum dibayar karena masih dalam sengketa keluarga. Untuk masalah ini, Alvi mengatakan, Satker meminta pihak keluarga menyelesaikannya sendiri.

Sehingga setelah dibayar, tidak ada gugatan di kemudian hari.

Baca: Tiket Mahal, Warga Terbang via KL

Baca: Sosok Pemilik Jet Pribadi yang Dipinjamkan ke Ustaz Arifin Ilham

Persoalan berikutnya, ada penggarap tanah yang belum mau menerima pembayaran,dengan alasan tanah yang mereka garap bukan tanah negara.

Sementara Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh serta Aceh Besar menyatakan itu merupakan tanah negara.

Untuk masalah tersebut, kata Alvi, pihaknya meminta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh dan Aceh Besar serta Kanwil BPN Aceh dan Aceh Besar, memberi penjelasan kepada masyarakat.

“Ada juga yang menolak dibayar karena status tanah belum jelas antara milik negara, adat, warisan, atau pribadi, tapi tidak mengugatnya ke pengedilan negeri. Untuk kasus ini, dananya akan dititipkan di pengadilan,” tandas Alvi.

Dikatakan, pembayaran tanah masyarakat yang terkena jalur tol dilakukan setelah ada hasil penilaian harga satuan tanah dari KJPP yang bekerja independen dan transparansi.

Tanah masyarakat yang sudah dinilai KJPP, kemudian dibawa ke forum musayawarah masyarakat.

“Bila pemilik tanah setuju harga satuan tanaha yang ditetapkan, data tanah yang mau dibayar itu diserahkan ke Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, untuk diverifikasi,” jelas Alvi.

Setelah BPKP mengeluarkan rekomendasi untuk dibayar, sambungnya, Kasatker mengusulkan dokumen pembayaran tanah tersebut ke pusat untuk dibayar.

Ditambahkan, pembayaran dilakukan dengan cara uang ditransfer ke rekening masing-masing pemilik tanah.

Sementara Sulaiman Abda mengatakan, untuk kelancaran pembebasan tanah, pihaknya meminta Kasatker selalu meng-update kemajuan pembebasan tanah per satu atau dua pekan sekali kepada Menteri PUPR, Plt gubernur Aceh, serta bupati dengan ditembuskan ke DPRA dan DPRK.

Menurutnya, penyampaian kemajuan dan hambatan itu sangat penting. Sebab, ketika ada hambatan di lapangan bisa dicarikan solusi oleh pihak-pihak tersebut.

Di Aceh, ungkap Sulaiman, progres pembebasan lahan atau pekerjaan fisik beberapa proyek strategis nasional termasuk jalan tol jarang dipublikasikan ke publik.

Sehingga terkesan tahapan pelaksanaan proyek tersebut sudah terhenti.

Proyek strategis nasional di Aceh, sebutnya, antara lain waduk Krueng Keureutoe Aceh Utara, Waduk Rukoh dan Tiro (Pidie), serta Waduk Lhok Guci (Aceh Barat).

Padahal, tambah Sulaiman, pembebasan lahan dan pekerjaan fisik proyek-proyek tersebut saat ini terus berlangsung.(her)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved