Plebisit UU Organik Bangsamoro
Referendum Bangsamoro Dimulai, dari Pengadilan Syariah Hingga Penonaktifan 40.000 Kombatan BIAFF
Pemungutan suara dimulai pukul 7.00 pagi (06.00 WIB) dan akan berakhir pada pukul 03.00 siang (02.00 WIB).
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
Harapan kepada Turki
Sehari sebelum referendum berlangsung, Pemimpin Front Pembebasan Islam Moro atau Moro Islamic Liberation Front (MILF), Minggu (21/1/2019) mengatakan, Muslim di Mindanao, Filipina akan membutuhkan bantuan dan dukungan Turki ketika wilayah mayoritas Muslim mendapatkan otonomi setelah referendum.
“Kami membutuhkan bantuan dan dukungan Turki dalam proses baru ini. Kami mendesak Turki untuk membantu kami dalam pendidikan dan pengembangan dan untuk meningkatkan dukungannya kepada kami,” kata Al Haj Murad Ebrahim kepada Anadolu Agency.
Baca: Turki Sambut Baik Undang-undang Otonomi Bagi Muslim Moro Filipina
Referendum ini akan memberikan Bangsamoro otonomi komprehensif yang telah lama ditunggu-tunggu.
Setelah RUU itu disahkan, Daerah Otonomi Bangsamoro di Muslim Mindanao (ARMM) akan dibuat.
“Kami melihat semua orang sebagai satu dan sederajat. Pemerintahan baru kami akan inklusif. Semua hak akan dihormati. Orang lokal, Kristen, dan semua bagian dari komunitas lain akan mengambil bagian dalam pemerintahan ini," kata Ebrahim.
"Kami senang mengambil periode ini untuk meningkatkan kontak kami lebih banyak dengan Turki," tambahnya.
Referendum 2 Putaran
Sebelumnya, saat berbicara pada rapat umum untuk ratifikasi BOL pada hari Jumat (18/1/2019), di Kota Cotabato, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mendesak para pemilih untuk menyetujui undang-undang yang baru.
Ia mengatakan, kebebasan bagi umat Islam di wilayah itu diambil oleh orang Amerika pada tahun 1898 ketika Spanyol, yang telah menduduki Filipina pada abad ke-16, meninggalkan negara itu kepada AS.
Orang-orang Bangsamoro, yang sudah dirampas kebebasannya selama pendudukan A.S., juga menghadapi kesulitan karena kebijakan pemukiman Kristen pemerintah Manila, ketika orang Amerika meninggalkan daerah itu kepada orang Kristen Filipina setelah mengelolanya hingga tahun 1946.(Anadolu Agency)